3. Ketika senja

2K 142 2
                                    

Bantu koreksi nya kakak-kakak 🙏🥰

Happy Reading

~~~~*****~~~~

"Bang Dika, aku pulang dulu."

Jaemin membungkuk kecil pada Dika yang saat ini tengah berbincang dengan seorang teman seprofesi mereka. Keduanya tampak begitu serius seakan tengah membahas tentang permasalahan dunia.

Remaja seperti Jaemin mungkin tidak akan tertarik dengan pembahasan yang sedang mereka bicarakan. Karena itu, alih-alih bergabung, dan ikut berdebat disana, saat hari menjelang sore Jaemin memilih undur diri.

Melangkahkan kaki-kaki lelahnya dipinggiran jalanan kota yang cukup ramai. Setelah melewati beberapa blok pertokoan, Jaemin berbelok disebuah gang yang membawanya pada sebuah perkampungan kecil dibelakang deretan bangunan pencakar langit.

Diiringi suara adzan yang berkumandang dari berbagai sudut kota, remaja itu menyeret tubuh lelahnya. Sembari mendengar lantunan kalimat yang menyejukkan hati dan pikiran, Jaemin mendongak menatap langit sore.

Meskipun bukan seorang penganut-Nya, Jaemin selalu merasa tentram mendengar lantunan ayat yang bahkan tidak bisa ia pahami tersebut. Hatinya yang gersang, seakan tersiram air bah secara tiba-tiba, membuat emosinya luluh lantah dan pertahanan dirinya hampir saja runtuh.

Duka yang selama ini dia pendam, luka yang selama ini Jaemin coba tutup rapat seolah memberontak. Ingin dia mengadu, pada siapapun yang bersedia mendengar jeritan pilu hatinya. Menyandarkan tubuh lelahnya pada seseorang yang siap meminjamkan bahu dan kenyamanan.

Namun, sayang seribu sayang, tidak ada seorang pun di hidupnya yang mau menjalankan peran itu. Bahkan sebenarnya memang tidak ada siapapun.

Jaemin hanya hidup berdua dengan Ayah. Tinggal jauh dari kampung halaman dan sanak saudara. Karena itulah, sejak kecil Jaemin selalu bergantung pada Ayah. Mencurahkan seluruh keluh kesahnya pada sang Ayah.

Awalnya memang seperti itu, namun seiring bertambah usia, Jaemin yang dituntut dewasa karena keadaan tiba-tiba menyadari satu hal.

Bukan hanya dirinya yang terluka dan berjuang mati-matian melawan penderitaan, ada sosok lain yang mungkin merasakan semua penderitaan itu jauh lebih dalam dibandingkan dirinya.

Ayah, beliau selalu menunjukan sisi terbaiknya dihadapan Jaemin. Berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan Jaemin. Dan bersembunyi dibalik tawa yang selalu menghangatkan relung hati Jaemin.

Namun, tidak jarang pula Jaemin memergoki Ayah yang menangis diam-diam. Salah satunya ditengah malam saat semua insan terlelap. Ayah yang terbangun ditengah malam, sering kali menangis seorang diri. Beliau terisak dalam diam, meredam tangisnya diantara bekapan mulutnya sendiri.

Jaemin yang juga terbangun kala itu hanya diam membisu. Ia tidak sanggup mendengar tangis Ayah, tapi ia juga tidak cukup kuat untuk menopang duka keduanya sekaligus. Maka dia hanya berpura-pura terlelap dengan dada yang terasa penuh dan sesak.

Jaemin sadar, jika mereka sama-sama runtuh, maka tidak ada lagi tempat mereka untuk berpegangan. Sama seperti Ayah yang selalu menunjukan sisi tegarnya dihadapan Jaemin, ia pun ingin melakukan hal yang sama. Jaemin ingin tumbuh semakin kuat dan menjadi sandaran yang kokoh untuk Ayah.

The Twins ~ Jaemin x JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang