30. Besok gue ajarin!

875 70 0
                                    

Happy Reading 💚

********


Kesempatan adalah hal yang luar biasa. Entah bagi dia yang memberi kesempatan itu sendiri atau pun bagi dia yang menerimanya. Bagi yang memberi, kesempatan adalah hal yang memerlukan banyak keberanian dan keteguhan hati. Banyak orang terkadang tidak tahu diri menyia-nyiakan hal itu hanya karena sekedar menerima.

Kesempatan memang terkadang dipandang sebelah mata. Banyak orang yang tidak percaya adanya kesempatan. Karena jika sesuatu telah hancur, tidak peduli berapa puluh kesempatan yang diberikan, hal itu tidak akan pernah kembali seperti semula. Banyak orang yang tidak ingin kecewa kedua kali karena harap dari sebuah kesempatan.

Lantas apa yang Jaemin harapkan dengan memberi hubungannya dengan Jeno kesempatan?

Karena nyatanya entah bagaimana kemarahan Jaemin selama ini mendadak sirna. Fakta bahwa Jeno tidak ikut andil dalam keadaan yang terjadi dengan keluarga mereka membuat Jaemin merasa saudaranya itu memang tidak pantas disalahkan.

Bukan salah Jeno pula Mama pergi meninggalkan Jaemin. Bukan salah Jeno juga jika para penagih utang merampas uang milik Ayah tiap bulan. Lalu, bukan salah Jeno juga Jaemin dan Ayah harus hidup nomaden layaknya jaman purba. Dan, bukan salah Jeno juga hingga Jaemin tidak memiliki kehidupan normal seperti teman seusia Jaemin yang lain.

Maka, remaja 17 tahun itu mencoba menerima semua dengan lapang dada. Setidaknya untuk Jeno. Kebencian pada Mama biarlah tertanam dihati Jaemin selamanya. Sebab ketika usianya menginjak dewasa nanti, Jaemin pun akan meninggalkan rumah. Hidup mandiri dari jerih payahnya sendiri, seolah-olah ia Sebatang kara-atau mungkin sekarang Jaemin telah memiliki Jeno. Karena sejak lama Jaemin sudah menganggap Mama nya itu tiada.

"Mau langsung pulang?" suara Jeno menyapa ketika gelas terakhir yang Jaemin cuci di bak cucian cafe selesai.

Remaja itu lantas menoleh dengan wajah lesu. Dimalam Minggu ketika pasangan muda-mudi berbondong-bondong memadu kasih, mendatangi tempat-tempat cantik untuk melepas rindu, disanalah seorang Na Jaemin tersiksa.

Cafe dipenuhi pelanggan sejak sore ketika shif kerjanya bahkan baru dimulai. Pelanggan silih berganti berdatangan memenuhi setiap meja. Membuat Jaemin serta Laras dan Arhan sibuk bukan main. Bahkan hingga jam menunjukan pukul 12 malam dan cafe hendak ditutup, masih saja ada kawula muda yang hendak bertandang. Lantas buru-buru Jaemin membalik papan didepan pintu hingga tulisan Close menjadi kata sambutan. Sebelum akhirnya ia bercumbu dengan puluhan piring dan gelas kotor dibelakang.

"Malah bengong!" Jeno mengibaskan tangan didepan wajah Jaemin, lantas terkekeh melihat kakaknya itu merengut kesal. "Kenapa?" tanya Jeno, jauh lebih lembut dibanding beberapa saat sebelumnya.

Sudah seminggu sejak Jaemin dan Jeno menangis didepan markas. Sejak saat ini hubungan keduanya berangsur membaik. Setidaknya tidak ada lagi yang menghindar ketika mereka saling berpapasan. Atau tidak ada lagi pertengkaran ketika keduanya duduk saling berhadapan.

Yang ada hanya Jaemin yang jauh lebih tenang, tapi kabar baiknya dia tidak lagi menatap Jeno dengan sorot mata tajam. Atau Jaemin yang tidak lagi memilih pergi ketika melihat batang hidung Jeno.

Sekarang biarlah Jeno yang merangkak mendekat. Biar Jeno yang berusaha membangun kembali hubungan persaudaraannya yang terlanjur berjarak. Asalkan Jaemin disana. Menunggu Jeno dalam diam, lalu menyambut kehadirannya dengan peluk yang hangat.

"Lo sampai kapan sih mau ngintilin gue kemana-mana?" tanya Jaemin. Tidak ada ruginya dia memberi hubungan mereka kesempatan. Hanya saja Jaemin kesal dengan sikap Jeno yang satu ini.

The Twins ~ Jaemin x JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang