special part

1K 43 0
                                    

Langit pada pukul 23:42 hari ini dipenuhi jutaan bintang. Sedang disudut cakrawala bulan sabit tampak malu-malu menyapa. Bias cahayanya menyinari kegelapan malam yang sunyi.

Disudut kota Jakarta jauh dari keramaian ibu kota, sebuah perayaan kejutan sedang dipersiapkan. Diantara gemerisik dedaunan yang ditiup angin malam. Diantara riuhnya orang-orang melakukan tugas mereka. Reynan menepi disudut paling sepi di halaman markas geng motor Alaska.

Remaja berusia 18 tahun itu tampak memandang pada kegelapan dengan pandangan kosong. Berulang kali dia pun menghela napas panjang. Mengusir sepi dengan hembusan napasnya yang terdengar kasar.

"Ngapain?" Alaska tiba-tiba duduk disampingnya, dengan sebuah balon karakter huruf yang sedang dipompa.

Yang lebih muda pun menoleh sekilas, tersenyum tipis pada kakak satu-satunya itu. "Mas?" Panggilnya alih-alih menjawab.

Alaska yang sedang sibuk memompa balon hanya berdeham pelan sebagai jawaban. Perhatiannya tertuju pada beberapa balon yang saat ini menunggu giliran untuk diisi angin.

"Mas Aka gak mau pulang?" Katanya.

Sedang pegangan tangan Alaska pada alat pompa balon tiba-tiba mengendur. Membiarkan alat itu terlantar disamping kakinya setelah ia lepaskan begitu saja. Kini perhatian Alaska tertuju pada bulan sabit yang mencuri pandang disela dedaunan.

"Kenapa? Lo mau pulang?"

Reynan tersenyum sumir, kemudian menarik napas dalam sebelum berkata, "Buat apa? Lagian disana juga gak ada siapa-siapa."

"Iya, juga sih." Timpal Alaska diiringi kekehan pelan.

Kedua kakak beradik itu lantas terdiam bersama hembusan angin yang mulai terasa menusuk. Dingin perlahan merayu kulit tubuh mereka yang tidak sepenuhnya terbungkus pakaian.

"Mas Aka harus pulang, deh. Bilang sama mami papi kalau bukan bisnis yang mas minati. Dan urusan perusahaan papi.." Alaska dan Reynan saling memandang, kemudian yang lebih muda melanjutkan, "Biar aku yang urus. Mas cukup hidup sesuai kemauan Mas aja. Kejar cita-cita Mas dan buktiin kalau mas bisa jadi penulis hebat."

"Emangnya lo pikir gue belum pernah nyoba bilang apa sama mereka?" Tanya Alaska, kembali mengalihkan perhatiannya pada langit malam.

"Mereka ngelarang?"

Alaska menggelengkan kepala, "Mereka emang gak secara langsung ngelarang, tapi mereka jatuhin harapan gue sampai gue ngerasa sebuah tali kekang baru aja nyekik leher gue."

Reynan terdiam memandangi wajah Alaska yang tampak chubby. Pipinya yang putih bersih terlihat lucu saat dia berbicara. Tapi, hatinya tiba-tiba terasa penuh dan berat. Seolah paras tampan sang kakak menjelma menjadi batu yang menekan kuat dadanya.

"Mereka bilang mimpi gue konyol. Makanya mereka nyuruh gue buat lupain itu. Padahal mereka juga tau secinta apa gue sama buku dan dunia sastra."

Alaska menyempatkan diri untuk melirik Reynan melalui ekor matanya. Melihat adiknya yang masih setia menatapnya membuat dia tersenyum tipis. Reynan masih sama seperti dulu. Binar matanya selalu sama saat menatap dirinya.

"Lo tau? Gue pergi dari rumah bukan karena mereka ngelarang gue buat jadi penulis, loh." Ujar Alaska dengan nada jenaka.

"Hah?" Beo Reynan dengan mulut dan mata yang membulat sempurna.

Alaska tertawa kencang melihat ekspresi wajah Reynan yang tampak konyol. "Lo masih aja jelek." Kelakarnya.

Dan sukses mendapat pukulan keras dari tangan sang adik. "Ampun, sakit, Ogeb!"

"Lagian lo ngatain gue!" Ucap Reynan kesal. Remaja itu mencebik dengan bibir yang mengerucut.

Semakin tergelak saja Alaska dibuatnya. Sejak dulu, dia selalu senang menggoda Reynan. Selain wajahnya yang lucu dan manis, Reynan selalu ekspresif. Anak itu selalu mengekspresikan apapun dengan cara yang menggemaskan. Membuat Alaska tidak tahan untuk tidak mencubit kedua pipinya.

The Twins ~ Jaemin x JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang