Elsa menghela napas panjang. Ia berhasil membawa Radika ke ruangan mama tapi sayangnya tidak ada pembicaraan diantara keduanya, memilih saling diam dan mungkin berbicara lewat hati masing-masing. Ada perasaan bersalah karena Elsa andil menutup identitas soal Dylan.
"Mas ma—"
"Saya mau minum."
Elsa mengangguk. Ia memberikan secangkir air hangat yang baru saja diambil. "Aku obatin ya,"
"Saya bisa sendiri." Sahut Radika
"Mas..." Panggil Elsa. Ia menahami perasaan Radika saat ini yang mungkin saja kecewa tapi Elsa bisa menjelaskan semuanya, "Mas jangan gini dong, aku bisa jelasin. Aku minta maaf..." Ucap Elsa. Meski Radika mengabaikan ia harus tetap menjelaskan.
Radika mengompres lukanya dengan air dingin. Bagaimana ia tidak marah setelah tahu siapa Dylan, selama ini ia mengira bahwa Dylan menyukai Elsa lalu ingin berebut darinya.
"Aku juga salah, harusnya nggak perlu mengiakan permintaan Mas Dylan."
"Kalau sudah tahu kenapa nggak sadar?" Radika menatap Elsa. Perempuan itu menunduk.
"Kalau aku jawab lupa mau kasih tahu kamu, nggak akan percaya kan?" Elsa memang ada niatan memberitahu tapi masalah akhir-akhir berhasil membuat Elsa tak memiliki waktu untuk berbicara.
"Kamu mikir nggak kalau menyembunyikan tentang Dylan itu menyakiti hati saya, kamu nggak anggap saya ada?" Tanya Radika
"Bukan gitu Mas, aku minta maaf... Sekarang aku jujur, awalnya aku nggak tahu dia kakak aku." Jawab Elsa. Elsa menceritakan dari awal pertemuannya dengan Dylan sejelas mungkin di hadapan Radika, dari awal dihubungi pamannya yang mengatakan tentang anak kandung papanya, sampai akhirnya Dylan mengetahui bahkan pria itu masih enggan untuk mendekai, "Papa memang pernah cerita soal memiliki anak, kami berusaha mencari dan tak menyangka bahwa anak laki-lakinya itu Mas Dylan. Mas, tolong jangan marah... Aku minta maaf."
"Apalagi yang kamu sembunyikan dari saya?"
"Nggak ada Mas. Aku berani bersumpah."
"Saya balik ke kantor." Radika bangkit dari tempat duduknya. Ia perlu menenangkan diri. Tapi baru satu langkah ia dikagetkan dengan Elsa yang tiba-tiba lari menuju arah toilet.
Radika segera mengikuti langkah Elsa. Ia merasa aneh karena Elsa tak mengatakan apa-apa padanya.
"Maaf Mas, ini toilet wanita." Ucap salah satu karyawan mamanya.
Radika mengerti. Ia mengurungkan niatnya, Radika memilih menunggu di luar sampai akhirnya Elsa keluar.
"Kamu kenapa?"
Elsa menggeleng. "Nggak tahu. Sudah dua kali muntah-muntah terus, kayaknya kecapekan."
"Kenapa nggak bilang?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cup Of Coffee(END)
RomanceBagi Radika melamar kekasih di kapal pesiar sebuah momen indah yang nanti ketika mereka menikah, lalu menua bersama akan terus teringat di kepala. Sayangnya malam di mana lamaran itu berlangsung tiba-tiba Jesi- kekasih Radika menolak lamaran di depa...