"Bagaimana kabar Mas Dylan?" Tanya Elsa. Mereka sudah selesai menikmati malam mereka dan soal sup tadi berakhir dengan Elsa yang kembali mengelola sup menjadi sup yang lezat.
"Baik, dia kangen kamu. Dia sama sepertiku, sangat menyesal."
Elsa terdiam. Ia tidak marah hanya saja ia kecewa saat itu karena ternyata Dylan malah membela Jesi, mungkin karena Dylan sudah jatuh cinta dengan Jesi tapi Elsa tidak setuju karena Jesi sendiri masih menyukai Radika. "Aku tahu. Nanti aku telepon."
Radika menatap Elsa. "Maafin kita ya, terutama aku."
Elsa hanya berdehem sebagai jawaban. Ia tidak tahu dengan perasaannya saat ini apakah masih marah, kecewa atau sudah memaafkan. Ia bahkan masih bimbang dengan jawabannya. Ia takut meski Radika terus memberikan bukti, memperjuangkan kembali kepercayaannya.
"Sa nggak ada yang mau kamu omongin?" Tanya Radika hati-hati.
Elsa menggeleng. "Belum ada. Lagian aku belum tentu mau memaafkan Mas."
"Lalu makan malam tadi?"
"Hanya makan malam. Segitu saja perjuanganmu?" Elsa kembali menantang Radika.
"Bukan gitu maksudku. Aku pikir kamu sudah memaafkan. Kamu yakin nggak mau bicara sesuatu?" Radika kembali memancing obrolan.
"Bicara apa?"
Radika membenarkan posisinya, ia menjadikan paha Elsa menjadi bantal. "Apa saja. Semenjak kamu pergi komunikasi kita sangat terbatas." Radika memandangi kedua mata Elsa. Ternyata pipi Elsa lebih berisi, "Pipi kamu berisi. Aku suka." Kata Radika sembari mencubit pipi Elsa karena gemas.
"Berarti aku gendutan?"
"Bukan juga. Bagian pipinya lebih berisi."
Elsa menepis tangan Radika. Ia berisi karena sedang mengandung anak Radika, wajar saja ia sedikit berbeda. "Sama aja."
"Beda. Ngomong-ngomong kamu yakin nggak ada yang mau diomongin, atau mau buat kejutan?" Radika terus memancing.
"Nggak ada Mas."
Radika mengangguk-angguk. Ia tidak tahu mengapa Elsa belum membuka suara soal kehamilannya. Radika tahu soal kehamilan karena malam itu tidak sengaja melihat testpack terjatuh di kamar mandi, Radika tidak tahu apakah Elsa sengaja menjatuhkan benda tersebut atau Elsa lupa mengambilnya. Radika masih menyimpannya dan menunggu Elsa yang mengatakan sendiri.
"Oh iya, nomorku baru."
Elsa mengernyitkan dahi. "Kenapa ganti?"
"Biar nggak diganggu. Sebentar..." Radika mengambil ponselnya dari dalam saku lalu memberikan pada Elsa.
"Kamu ganti ponsel?" Tanya Elsa penasaran.
Radika mengangguk. "Baru beli tadi sore. Sebenarnya tadi sore dia menelepon lagi tapi kamu jangan khawatir, aku menolaknya. Aku sadar dia memang harus ditangani oleh orang yang tepat seperti dokter, obat-obatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cup Of Coffee(END)
RomanceBagi Radika melamar kekasih di kapal pesiar sebuah momen indah yang nanti ketika mereka menikah, lalu menua bersama akan terus teringat di kepala. Sayangnya malam di mana lamaran itu berlangsung tiba-tiba Jesi- kekasih Radika menolak lamaran di depa...