"Jadi.. Kamu hamil.."
Shinsuke yang memergoki sang kekasih muntah di tempat sampah di gang samping sekolah membeli tes pack untuk mengecek. Hasilnya positif. Baik Tobio maupun Shinsuke terdiam tak percaya.
Mereka masih sangat muda. Jalan menuju masa depan yang gemilang seolah mulai rubuh di depan mata. Tobio berjongkok memeluk lututnya sedang Shinsuke bersandar lemas pada tembok.
"Apa sebaiknya aku gugurkan saja.." Gumam Tobio. Mulutnya gemetaran saat mengucap kalimat itu.
Netra Shinsuke menunduk pada si blueberry perlahan. Bibirnya masih bungkam.
"Orang tuaku akan membunuhku.. Dan kamu.. Masa depanmu.. Masa depanmu bisa hancur karena ini.." Tetes air mata mulai jatuh ke aspal. Ia takut, bimbang, gelisah. Shinsuke yang tak kunjung memberi keputusan membuat mentalnya semakin tertekan. "Kamu tidak perlu mengakui ini anakmu.. Aku tidak akan bilang pada siapapun tentang ayah anak ini.. Dengan begitu kamu tetap bisa melanjutkan hidup.. Bagaimana menurutmu, Shinsuke?" Ia sudah pasrah, mungkin itu pilihan terbaik.
Grep
Shinsuke mencengkram pundak Tobio, menyentaknya agar bangkit berdiri kemudian mengukungnya di tembok. "Kamu gila mengatakan itu?! Kamu pikir aku akan meninggalkanmu sendirian menghadapi ini semua? Kamu pikir aku akan membiarkanmu menggugurkan anak kita dan membuatmu menjadi pembunuh?"
Tangis Tobio keluar banyak tapi tanpa suara. Dia sangat takut. Bukan pada Shinsuke tapi pada kenyataan. "Lalu apa yang harus kulakukan?! Aku masih kelas 1! Katakan apa yang harus ku lakukan??!!" Isakannya semakin deras dan kencang.
Cengkraman Shinsuke melembut dan berganti dekapan. Ia mengusap punggung kekasihnya yang sesenggukan. "Aku akan bertanggung jawab Tobio.. Aku akan menemui keluargamu.."
"Kalau kamu melakukan itu masa depanmu hancur Suke.." Yang lebih muda menatap nanar. Mereka berdua sama-sama mengutamakan pasangan dari pada diri sendiri.
Shinsuke menangkup pipi Tobio. "Masa depanku itu kamu.." Jempolnya mengusap halus pipi Tobio yang tangisnya makin deras. Pemuda blueberry itu mengalungkan lehernya pada Shinsuke seraya menyatukan bibir mereka.
.
.
.Shinsuke mengetuk pintu rumah kediaman Kageyama. Yang lebih muda mengeratkan pegangan tangannya takut. Ayahnya adalah orang sangat disiplin dan keras.
Cklek
"Cari siapa? Tobio? Jam berapa sekarang, kenapa sudah pulang?" Pria paruh baya berkacamata membuka pintu dengan ekspresi merengut. Belum apa-apa kaki Tobio sudah lemas.
"Otousan.. A-a" Bibirnya menjadi gagu. Ia tidak sanggup mengucap apapun dan justru air mata yang keluar dari dirinya.
Nyonya Kageyama juga ikut keluar untuk melihat siapa tamunya. "Tobio? Kenapa menangis?" Wanita itu mendekat dan memeluk putra bungsunya. Si raven lagi-lagi hanya menangis.
"Maaf.. Sudah lancang.. Sebenarnya saya ingin memperkenalkan diri sebagai kekasih Tobio saat sudah mapan nanti.. Tapi, saya sudah menghamilinya sekarang.."
Tuan Kageyama yang mendengar kalimat itu dari seoranh bocah mengeraskan rahangnya. "Lelucon apa yang sedang kau katakan barusan."
"Anata.." Nyonya Kageyama juga terkejut mendengar kalimat Shinsuke. Ia memegang pengan suaminya, berusaha menahan amarah pria itu, walau tidak ada efeknya.
"Saya tidak sedang bercanda. Saya juga tidak bangga telah melakukan hal ini sebelum menikah, tapi Tobio telah mengandung anak saya karena itu saya meminta res—"
BUGH
Bogeman mendarat tepat di wajahnya. Shinsuke limbung jatuh ke belakang seketika dengan darah yang mengalir keluar dari hidungnya.
"Otousan!!" Tobio yang sesenggukan menatap sedih pada ayahnya. Ia hendak berlari membantu Shinsuke tapi tangannya dicekal oleh si pria dewasa. "Apa yang dia katakan benar Tobio?!"
"Itu benar.. Aku sedang hamil.. Maaf.. Maaf otousan.. Aku merusak kepercayaan kalian.. Okaasan.."
Nyonya Kageyama hanya terdiam dengan air matanya. Ia berjalan mendekat kemudian menampar keras pipi sang putra. "Apa ibu dan ayah membesarkanmu untuk menjadi seperti ini, Tobio? Kau merusak kepercayaan kami! Apa kau tidak mengingat kami saat kau melakukan hal menjijikan diluar pernikahan dengan laki-laki itu?!! Kau tega dengan orang tuamu sendiri?!!"
"Okaasan.." Napas Tobio tersendat dan hanya bisa menangis.
"Itu bukan salah Tobio.. Saya.. Saya yang mengajaknya dan membuat dia sampai begini—"
"Diam brengsek!!" Tuan Kageyama kembali melayangkan pukulan, kali ini ke perut Shinsuke.
Pria itu lanjut mencengkram kerah seragam putranya dan memaksanya berdiri. "Katakan. Kau masih mau menjadi bagian keluarga ini dan menggugurkan bayi itu atau memilih dengan laki-laki brengsek itu?"
"Meskipun ibu kecewa.. Masih ada kesempatan untukmu Tobio.. Gugurkan bayi itu untuk membersihkan nama keluarga.."
"Tobio jangan.." Shinsuke yang sudah kualahan diinjak berulang kali, menatap pada kekasihnya dari bawah dengan muka penuh lebam.
"Diam laki-laki sialan!!" Tuan Kageyama menginjaknya lagi.
"Otousan berhenti!!" Ia bersimpuh untuk menghentikan kaki sang ayah menginjak-injak Shinsuke. "Aku menyayangi kalian.. Tapi aku tidak bisa menggugurkan bayi ini.."
"Jadi kau memilih meninggalkan keluargamu dan menukarnya dengan masa depan yang suram? Bodoh! Kau itu memang bodoh! Aku menyesal membesarkan anak bodoh sepertimu!! Kalau kau mau pergi, pergi sekarang anak sialan!!" Tuan Kageyama yang sudah habis sabar menampar pipi Tobio dan mendorong-dorongnya agar pergi.
Shinsuke berusaha membalas mendorong sampai Tuan Kageyama mundur beberapa langkah. "Jangan menyakitinya!!" Si rambut perak berjongkok untuk menggendong kekasihnya, membawanya pergi.
Di sepanjang trotoar mereka berdua menjadi tontonan orang-orang. Tobio yang tidak berhenti menangis, pakaian mereka yang kusut, dan Shinsuke yang babak belur.
"Selanjutnya apa.. Shinsuke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Book Series (Kageyama Bottom)
Short Storykumpulan mini book (1-3 part per series) pair: Kageyama bottom x everyone top disclaimer: this book will contain mature thing, fluff, angst, incest, agegaps, nsfw, bxb, mpreg, etc pair & tag berbeda setiap series. 18+, harap bijak memilih bacaan. ...