Bound 3 (epilog)

2.3K 203 42
                                    

Di sebuah gedung berlangit-langit tinggi, dekorasi cantik beserta bunga-bunga memenuhi. Para tamu undangan duduk rapih dengan senyum haru di wajah mereka. Termasuk Tobio, dengan stelan jas berwarna hitam, senyumnya tersungging cantik.

Dia ada di sana, di hadapanku.
Tampan, cinta pertamaku, aku tak mampu berhenti tersenyum hanya dengan memandang bagaimana rambutnya kini disibak ke belakang, rahang tegasnya yang begitu tajam, dan bahu kokohnya yang sigap.

Aku ingat saat-saat terbaik dalam hidupku, semua tak lagi sama antara aku dan dia sejak ciuman pertama pada malam itu.

Berkencan? Itukah yang biasa disebut orang-orang. Tooru mengajakku ke tempat-tempat yang sebelumnya tak pernah ku tahu kalau tempat indah itu sungguhan ada.

Karena bagiku, segalanya terasa indah saat aku di dekatnya. Entah itu rumah, di sekolah, di lapangan, asalkan bersama dengan dia, segala sudut dunia ini menjadi indah di mataku.

Tapi hari itu berbeda, dia mengajakku ke tempat yang benar-benar indah. Padang bunga lavender terbentang sejauh mata memandang. Genggaman tangannya, pelukan hangatnya, dan kecupan sayangnya masih membekas manis di hatiku sampai sekarang.

Lucu sekali aku sempat mengira kisah cintaku akan berakhir layaknya Cinderella. Oh Tuhan, aku ingin menangis dengan bagaimana besar rasa cintaku harus berhenti hari ini. Dari mana pula datangnya rasa sesak dan sakit ini secara tiba-tiba? dan kenapa air mata ini mengalir deras tanpa seizinku?

Para tamu, termasuk nyonya dan tuan Oikawa, juga ibu Tobio memandang sumringah kala memepelai wanita mengucap janji dan berkata sedia. Kini giliran si pria untuk melakukan yang sebaliknya.

Napas berat keluar dari bibir Tooru. Mungkihkah ini adalah akhir dari semuanya?

Bagaimana aku menjelaskannya, Kiyoko adalah wanita yang cantik. Dia adalah wanita pilihan ibuku dan aku mengenalnya sebagai wanita yang baik. Kami bertemu saat aku kuliah di Argentina dan mulai berteman sejak saat itu. Sungguh, tidak ada yang salah darinya atau apapun.

Satu-satunya yang harus disalahkan disini adalah aku. Aku yang tidak bisa jatuh cinta padanya karena hatiku sudah dimiliki oleh orang lain. Dimiliki lelaki bodoh tidak peka yang sukanya berpura-pura.

Orang itu bahkan sedang berpura-pura tersenyum dan bertepuk tangan sekarang. Kenapa kamu begitu Tobio? Kenapa kamu tidak berterus terang kalau ini menyakitimu? Kenapa kamu membohongi dirimu sendiri? Sama sepertiku dulu yang membohingi rasaku sendiri.

Saat Oikawa berusaha mengucap janji suci, bibirnua lelaki itu terbata dan tak mampu melanjutkannya sampai akhir. Hanya helaan napaslah yang lagi-lagi keluar dari bibir tipisnya. "Maaf.." Ia menatap pada Kiyoko yang mengerjap bingung.

Hadirin dan orang tua Tooru juga dipenuhi tanda tanya pada wajah mereka. Pria itu tiba-tiba saja melangkah turun dari altar dan semua mata tertuju padanya.

Saat aku mulai menyadari yang kurasakan padamu adalah cinta. Aku berhenti menyembunyikan kepedulianku dan memilih menunjukannya secara terang-terangan. Aku berhenti membohonhi diriku sendiri.

Kali ini, biarlah bukan hanya kamu saja tapi semua orang juga mengetahui bahwa aku mencintaimu.

"

"Otousan, Okaasan, aku tahu aku banyak membuat kalian kecewa di masa mudaku dan maafkan aku kalau yang sedang kulakukan sekarang membuat kalian lagi-lagi kecewa.."

Nyonya dan Tuan Oikawa menatap putranya kebingungan. Tooru membalikkan badan untuk menatap Kiyoko, si pria membungkuk pelan, memohon permintaan maaf sedalam-dalamnya karena tak mampu melanjutkan apa yang sudah ditetapkan untuk mereka berdua.

Tooru yang sekarang berbeda dengan dirinya 7 tahun lalu, dia dewasa dan pemikirannya terbuka. Menikah, menjalani kehidupan rumah tangga bersama teman hidup satu untuk selamanya tanpa ada kata cerai, hal luar biasa berat itu hanya ingin dia jalani dengan orang yang benar-benar dia cintai.

Dari seberang sana Kiyoko tersenyum dan balik menunduk tipis. Si perempuan mengetahui siapa sosok yang diidam-idamkan sahabatnya. Tooru seringkali bercerita tentang orang itu. Dia senang kalau akhirnya Tooru memiliki cukup keberanian untuk mengakhiri perjodohan dan memutuskan untuk memilih cintanya. Walaupun sudah di detik-detik terakhir. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.

Tobio yang sedari tadi sibuk mengusap air mata terus menunduk hingga sepasang tangan menangkup jemari manisnya dan melingkarkan sebuah cincin berlian disana.

"Tooru.."

Mata pria coklat itu berair, saling menatap dengan netra biru laut milik Tobio. Tooru pun menjatuhkan dagunya pada pundak yang lebih muda seraya merengkuhnya. "Aku mencintaimu bodoh.. Menikahlah denganku."

Terkejut memang semua orang yang ada di sana. Namun pada akhirnya tuan dan nyonya Oikawa tetap merestui pernikahan kedua anak mereka.

Mungkin salah mereka juga diawal yang terlalu gelap mata menjodohkan Tooru tanpa menanyakan siapa yang diingankan pria itu. Nasi sudah menjadi bubur, pernikahan mereka telah terjadi.

"Kau jahat Oikawa-san.." Tobio menunduk. Netra birunya sedikir baik membuat kesan lugu pada wajah manisnya.

Tooru tersenyum tipis, tangan kanannya merengkuh dagu Tobio sedang tangan kirinya mengangkat dagu pria itu. "Doushita?"

"Kau tidak memberi pilihan tidak buatku.."

Yang lebih tua terkekeh, kali ini menempelkan keningnya pada kening si blueberry. "Hanya ada satu tidak yang boleh kau lakukan Tobio-chan.."

Tobio mengerjapkan mata. "Apa itu?"

"Tidak pernah meninggalkanku.. Sampai maut memisahkan.."

Pendek karena aku cuman kangen Oikage😞☝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pendek karena aku cuman kangen Oikage😞☝

Vote dungs💔

Mini Book Series (Kageyama Bottom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang