My Luna 2

1.4K 156 12
                                    

"Hinata-san! I-itu Hinata-san!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hinata-san! I-itu Hinata-san!"

Beberapa anak kecil yang berada di pantai Sokodo, Tokyo, terperangah ketika melihat anggota timnas voli berdiri menghadap laut.

Mendengar pekikan kecil dari anak-anak yang mengidolakannya, Hinata pun menengok dengan dua alis terangkat.

Dalam tiga tahun, banyak perubahan yang terjadi. Rahangnya terpahat tegas, matanya menyorot tajam, otot-otot menyelimuti tubuh, dan badannya tinggi menjulang.

Berterima kasihlah pada genetik alpha yang telah membuat dia memiliki tubuh proporsional nan kokoh seperti sekarang. Namun, hal-hal tersebut tak mengubah kebiasaannya yang selalu ceria dan ramah pada semua orang.

Hinata tersenyum lebar serta melambaikan tangan pada anak-anak tadi. Membuat para bocah itu terpekik kesenangan dan segera menghampiri.

Pemandangan hangat di mana Hinata bermain bersama anak-anak membuat omega yang ada di sana jadi mendamba. Sudah tampan, tinggi, kuat, ramah, suka dengan anak-anak lagi, omega mana yang tidak mau memiliki sosok alpha seperti itu.

"Ja Shoyo-kun, cepatlah kemari!" teriak setter club voli di kampus mereka, Miya Atsumu.

"Sou sou!" Hinata melambaikan tangan sebelum berlari menuju bibir pantai, di sana ada anggota tim voli kampus yang lain, katakanlah mereka sedang refreshing.

"Jadi, apa kau sudah memikirkannya?" tanya Bokuto.

"Hm? Soal apa Bokuto-san?"

"Omega.. Anak seumuranmu biasanya sudah memiliki Luna(soulmate). Jangan menunda-nunda terus nanti keburu tua tidak ada yang mau loh." Bokuto serasa memberi petuah seolah-olah umurnya sudah sepuh.

Hinata hanya tertawa, pria yang sekarang tingginya hampir setara dengan Sakusa Kiyoomi itu menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, Bokuto-san.. Bukan karena aku tidak ingin memiliki Luna, hanya saja.. Aku memiliki seseorang di hatiku.."

"Woahh.. Siapa itu, kau tidak pernah cerita!!" Atsumu datang-datang mencipak air.

Hinata mengelap percikan air di wajahnya dengan masih senantiasa tersenyum. Senyum yang berbeda dan sangat lembut jika itu tentang dia.

"Dia orang yang keras kepala dan suka marah-marah, menendang bokongku setiap waktu, dan selalu terlihat kesal.. Aku hanya berharap dia lebih sering tersenyum.."

Bokuto dan Atsumu saling menatap.

"Lalu, di mana dia sekarang?"

"Aku tidak tahu.."

"Huh? Kau mau menunggu sampai kalian bertemu lagi? Bagaimana kalau dia sudah memiliki alpha lain?"

Hinata hanya bisa terdiam.

.
.
.

Kelas pagi adalah cobaan terberat. Hinata harus terus menguap karena menahan kantuk. Pria itu masuk ke lift dan menekan lantai 8. Semua lancar sampai tiba di lantai 5 pintu lift terbuka.

Seseorang dengan setumpuk alat praktikum menutupi wajah masuk. Hinata yang lagi-lagi menguap dengan cepat menutup mulut.

"Mau ku bantu?" kepalanya miring ke samping, berusaha melihat muka lelaki pendek yang kesusahan itu.

"Tidak, tidak perlu."

Hinata hanya mengangguk. Sejenak tercium harum yang sangat lembut dan manis. Lift mulai naik, Hinata menggosok hidungnya karena jarang-jarang ada scent omega yang membuatnya gagal fokus begini.

Ting

Tepat di lantai 7 lift berhenti dan pintunya terbuka. Pemuda kecil dengan setumpuk alat praktikum pun keluar. Dari dalam lift, Hinata hanya melihat punggung lelaki tadi dihampiri seseorang untuk kemudian membantu membawakan alat-alat praktikum.

Setelah lega dengan barang bawaannya, pemuda tadi menoleh ke arah lift dengan wajah datar. Seketika netra sang matahari melebar dan jantungnya seolah menendang dari dalam.

"Kageyama.."

Pintu lift tertutup. "Ee tidak!" Terlambat lift lebih dulu naik ke atas. Hinata ingin mengejar turun melewati tangga, namun mengurungkan niat karena nyalinya yang tiba-tiba berubah macam jelly.

.
.
.

"Jadi, selama ini kalian berada di kampus yang sama tapi kau tidak tahu?" tanya Atsumu

Hinata mengangguk lemas. Di dalam gimnasium, ia, Bokuto, dan Atsumu tengah pemanasan.

Bokuto menengok ke kanan dan kiri. "Di mana Omi-Omi, dari tadi belum kelihatan??"

Panjang umur, sesaat setelah Bokuto menanyakan outside hitter mereka, Sakusa Kiyoomi melangkah masuk ke dalam gimnasium. Namun, dia tidak sendiri. Hinata menoleh saat mencium scent manis seperti pagi tadi.

"Aa Tobio-kun sangat cantik dan maniss~" Atsumu tersenyum lebar dengan mata terpejam.

"Hah?!" Hinata segera menengok ke arah Atsumu. "Atsumu-san, kau tahu Kageyama??"

"Tentu saja! siapa yang tidak tahu omega kembang jurusan kedokteran itu."

Sebelah mata Hinata jadi berkedut. "Kenapa tidak memberitahuku?!"

Atsumu mengerjapkan mata. "Huh? Memangnya kenapa harus kuberi tahu- aa jangan-jangan orang yang kau maksud itu Tobio-kun?? Ya mana aku tahu."

Hinata mendengus, ia melihat ke arah Sakusa yang tampak mengobrol dengan Tobio. Sesaat, yang lebih pendek menengok, ekspresinya masih datar tidak berubah sebelum akhirnya keluar dari gimnasium.

Sakusa berjalan menuju tepi lapangan, meletakkan tas kecilnya ke atas kursi panjang sebelum memulai pemanasan.

Hinata tidak bisa diam lebih lama, rasa penasaran dan rindu mendorongnya untuk meninggalkan gimnasium dan mengejar si blueberry.

"Kageyama!"

Yang dipanggil tidak merespon, ia terus berjalan maju, memasuki lorong untuk kembali ke gedung fakultasnya secepat mungkin. Namun, perbedaan ukuran langkah kaki dan kecepatan membuat Shoyo dengan mudah menyusul.

Di lorong yang lampunya mati, si surai jingga menahan pergelangan tangan Tobio. "Kageyama!"

"Apa?!" Tobio balik menyalak dengan kedua alis menukik. Raut di kening Hinata memudar ketika menatap netra biru yang sudah lama tak ia jumpai. Pupilnya membesar karena begitu terpana dengan penampilan sang omega.

"Aku merindukanmu.."

Bibir Tobio mengerucut, kepalanya melengos sedang matanya melirik ke bawah.

"Kau tahu kalau aku berkuliah di sini, kenapa tidak pernah menyapaku? Apa aku melakukan kesalahan? Aku minta maaf.."

"Tidak penting."

Kedua alis Hinata terangkat. "Huh? Apanya yang tidak penting?"

"Kau pasti hanya akan mengejekku karena aku omega pendek! Lihat dirimu, kau sangat tinggi, badanmu besar, kau timnas, jago main voli. Kau hanya akan meledekku yang bukan apa-apa.."

Grep

Hinata memeluk erat tubuh Tobio. Mendesakkan kepalanya pada pundak yang lebih pendek dengan mata terpejam.

"Aku tidak akan begitu.. Kalau bukan karenamu, kalau bukan karena masa SMA kita, aku tidak akan mungkin jadi seperti sekarang.. Jangan bilang kau bukan apa-apa, bagiku kau itu segalanya.."

Mata si biru melebar dan bibirnya terbuka. "B-boke.. Kau itu bilang apa.."

Mini Book Series (Kageyama Bottom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang