8

121 24 12
                                    

.
.
.

Tersadar dengan tugas dan kewajibannya untuk mendapatkan tanaman untuk beban ramuannya Severus memutuskan untuk pergi sendiri, ia memilih untuk pergi keluar kota sendirian seperti awal kedatangannya ke Indonesia. Ia masih ingat dimana letak tanaman langka itu.

Setelah lama perjalanan ia tempuh. Severus berhasil sampai di sana dengan selamat. Ia memilih untuk beristirahat di sebuah penginapan kecil di daerah itu. Keesokan harinya ia menuju tempat penjualan bunga dan tanaman, ia mencari tanaman yang ia tuju, tapi tak ada seorang pun yang berani menjualnya, kata mereka tanaman tersebut disakralkan.

Tanaman itupun tak ada di sana, mereka bilang bunga anggrek hitam itu hanya ada di pedalaman hutan yang masih asri. Severus binggung harus bagaimana, ia membutuhkan bantuan, tetapi ia tak memiliki siapapun di sana. Hanya Rany orang yang ia ingat dan dapat membantunya.

Severus memutuskan untuk mengirimkan surat kepada Lucius, mungkin ia dapat membantu nya, terlebih sebelum ia pergi ke negeri tersebut ia sempat berkonsultasi dengannya. Ia mengirimkan surat itu menggunakan penemuan baru di dunia sihir bedasarkan perkembangan zaman. Sebuah kantong yang apabila di masukkan selembar kertas, kertas tersebut dapat langsung terhubung dengan alamat seseorang yang dituju.

Sebab kementerian sihir memikirkan apabila burung hantu sudah tidak lagi menguntungkan bila terus di gunakan jasanya.

***

"Asu.. bajingan koe!" Rany merasa kesal mengingat kejadian kemarin, pria tengil itu berlagak merendahkannya. Kini ia berjalan menendang batu di tengah perjalanannya. Ia melihat beberapa laki laki berjalan mendekatinya. Mereka mulai menggodanya. Kini Rany tidak lagi merasa takut bahkan khawatir dengan gangguan itu. Justru ia bisa mengambil kesempatan karenanya.

"Mau kemana nih neng, kok keluar malem malem gini.. ga baik loh sendirian, mau abang anter?" ucap salah satu lelaki mendekatinya. "Iya bang, boleh"

Gadis itu berlagak genit, lelaki bajingan memang menyukai perempuan murahan. Keduanya berjalan berdampingan, dan pria satunya berada di belakang mereka. Rany masih terus menjawab perkataan yang terus pria itu lontarkan. "Loh kenapa berhenti neng?"

Rany berusaha berlagak seperti gadis yang ketakutan dan merasa terancam. Ia sengaja menarik perhatian pria itu untuk mendekatinya. Kedua lelaki itu mendekatinya. Mereka memeluk tubuhnya. Rany berpura pura berteriak, menendang dan berusaha melepaskan jeratan pria itu. "Diem dong cantik, jangan berisik dah malem."

"Cantik banget si, jadi pengen cium" pria yang semulanya berjalan di sampingnya mencium bibirnya, Rany tak tinggal diam. Ia mengambil kesempatan berharga itu. Ia menggigit bibir pria itu dengan keras dan menghisap sedikit darahnya. Lalu ia menendang bagian inti di antara selangkangannya. Pria itu menjerit kesakitan. Pria yang satunya lagi merasa ketakutan ketika melihat wajah gadis  berubah menjadi lebih pucat, bertaring dan bermata merah. Ia lari kocar-kacir.

Tersisa satu pria yang memohon ampun kepadanya untuk di lepaskan. Seperti masuk ke sarang singa, kau tidak akan di lepaskan dan ke luar hidup hidup. Rany mendengar suara pria itu memohon layaknya suara kicauan burung berkicau di pagi hari, sangat merdu. Ia tersenyum riang. Pria itu justru semakin ketakutan.

Rany mendekatinya perlahan. Ia duduk berhadapan dengan pria yang berniat menyakitinya. "Gimana rasanya di sakitin bang? Enak ga?"

"Ampun neng, tolong.. sakit" Rany tertawa renyah, "Ngapain saya harus nolongin abang, bukankah abang mau memperkosa saya tadi?"

"Engga neng, engga" pria itu menyangkal, Rany mengusap wajahnya dengan lembut. "Kalau di liat liat, abang ganteng juga ya.."

"Neng, tolong jangan sakitin saya" pria itu merintih, Rany tersenyum kembali kepadanya. "Ga bakalan saya sakitin kok bang"

Amor AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang