Menjadi fresh graduate¹ yang mencari pekerjaan di era pandemi ternyata sesulit mencari jarum di tumpukan jerami— errr, yah, aku belum tahu sih rasanya mencari jarum di tumpukan jerami tapi pasti sulit, kan?— sebab lapangan pekerjaan yang tersedia sangat sedikit sementara yang butuh pekerjaan banyak sekali. Boro-boro membuka lowongan pekerjaan, banyak perusahaan yang justru harus memberhentikan karyawannya karena terpaksa harus gulung tikar sebagai imbas pandemi yang entah kapan berakhirnya. Aku telah melakukan berbagai cara demi bisa segera bekerja; menanyakan informasi soal lowongan pekerjaan pada teman sekolah dan kuliah, mencari lowongan pekerjaan via internet, membuat akun LinkedIn dan Jobstreet, hingga berusaha pedekate dengan saudara agar aku bisa dititipkan di tempat ia bekerja. Aku bahkan sudah bergabung dengan sebuah kanal Telegram bernama Lowongan Pekerjaan yang berisi tentang info terkini soal lowongan pekerjaan. Aku pun sudah memasukkan banyak lamaran pekerjaan hingga aku lupa berapa perusahaan yang sudah kulamar. Rasanya semua hal sudah kulakukan tapi sayangnya dewi fortuna belum berpihak padaku. Aku ditolak dengan berbagai alasan; tinggi yang tidak memenuhi persyaratan minimal (tinggi badanku hanya 150cm, omong-omong), domisili yang jauh, hingga dianggap kurang menarik karena memakai kacamata dan berhijab. Lucunya, ada juga yang menolakku karena aku tidak punya pengalaman bekerja karena aku fresh graduate padahal perusahaan itu membolehkan fresh graduate untuk melamar dalam salah satu syarat yang diajukan. Entahlah. Aku kadang merasa sangat sial sehingga alasanku ditolak terkesan mengada-ada. Aku bahkan pernah ingin menyerah dan menikah saja tapi kemudian aku sadar bahwa selama dua puluh dua tahun hidup di dunia aku belum pernah pacaran.
Aku masih saja menganggur sampai di bulan keenam pasca kelulusanku. Mulut ibu sudah seperti mesin motor 2 tak setiap kali melihatku tidak melakukan apa-apa di rumah— yang sebenarnya harus kukoreksi karena "tidak melakukan apa-apa" versi ibuku sangat berbeda dengan "tidak melakukan apa-apa" versiku.
"Kamu tuh mbok ya kalau nggak ada kerjaan nyapu-nyapu kek, cuci piring kek, cuci baju kek. Dari tadi Ibu liat kamu cuma ngejogrok aja di depan TV," repet ibu seraya menghampiriku yang tengah bergelung di depan TV sembari mengempit bantal di kaki.
"Ya Allah, Bu, itu tadi yang abis subuhan nggak tidur lagi terus langsung nyapu, ngepel, nyuci baju, nyuci piring, bersihin sawang² di langit-langit rumah, bersihin kandang ayam punya bapak siapa?" sahutku yang kini sudah duduk tegak di sofa.
"Siapa, siapa. Ya Ibu lah. Emangnya siapa?" hardik ibu.
"Oh, iya deng." Aku nyengir sambil menggaruk-garuk rambutku yang berantakan dan bau karena sudah lama tidak dikeramas, mungkin sudah dua minggu ini. Gairah hidupku sudah nyaris hilang gara-gara terlalu lama menganggur dan terlalu lama mendengar repetan ibu. Aku butuh healing agar tidak cutting— halah!
"Kamu itu!" Ibu menoyor kepalaku sambil duduk di sofa di sebelahku. "Bangun tidur bukannya langsung bantuin Ibu atau olahraga kek eh malah pindah tempat tidur doang di depan TV. Seenggaknya mandi lah terus pergi kirim-kirim lamaran."
Aku mendengus. "Ya elah, Bu, kirim lamaran sekarang tuh udah pake email atau Google form. Udah nggak jaman pake kertas yang isinya CV, transkrip nilai, ijazah, terus diamplopin. Udah kuno itu."
"Emil apaan? Gugel fom apaan?" tanya ibu.
Aku melirik ke arah ibu, kesal. "Aku jelasin juga Ibu nggak bakal ngerti. Ngomongnya aja belepotan. Pronunciation³-nya masih salah."
Ibu menoyor kepalaku lagi. "Pinter ngomong ya kamu. Bersyukur kamu bisa ngerti apaan itu emil sama Gugel fom. Itu semua gara-gara Ibu sama bapak yang sekolahin kamu. Coba kalau Ibu sama bapak kawinin kamu dari dulu sama anaknya Lek Damir, si juragan sapi di kampungnya simbah, pasti kamu sekarang nggak bisa main hp. Tahunya cara masak di pawon⁴ sambil ngurusin lima anak yang jaraknya deketan karena nggak tahu apa itu KB."
KAMU SEDANG MEMBACA
KADREDA | Tamat
RomansPengangguran sempat menjadi nama tengah Ganis selama enam bulan lamanya sampai akhirnya ia diterima bekerja di sebuah sekolah swasta bernama Republik Ganesha di bawah naungan yayasan yang sama. Di sanalah Ganis melihat sosok yang mirip aktor drama K...