44 - sang bintang jatuh

111 9 8
                                    

"Ghia adalah seorang pemimpi dan Sirius merupakan mimpinya."

𓆰.

Ghia pernah membaca buku dongeng tentang bintang jatuh. Biasanya kisah itu diceritakan pada anak-anak agar cepat tidur. Banyak anak-anak yang mempercayainya karena bagi mereka, bintang jatuh itu sangat keren. Ia tetap bersinar meskipun dalam keadaan terjatuh, ia adalah perwujudan dari kasih sayang Tuhan sebab bintang jatuh mengabulkan permintaan setiap umat manusia yang berharap. Bintang jatuh membawa keajaiban yang dikirim Tuhan. Bintang jatuh adalah kurir-kurir alam semesta. Namun, Ghia belum pernah membaca atau mendengar cerita yang mengatakan bahwa bintang jatuh bisa berubah jadi manusia. Ghia tak pernah tahu itu dan meskipun ia tahu, ia akan berpikir bahwa itu khayalan semata sebab sebuah bintang tidak mungkin bisa mengubah wujudnya menjadi manusia.

Tapi sekarang Ghia harus percaya bahwa itu nyata. Bahwa, bukan suatu hal yang mustahil bagi bintang jatuh untuk berubah wujud menjadi manusia, dia kan berteman dengan malaikat, juga ciptaan yang Tuhan cintai. Hanya saja ... Ghia masih tidak mengerti, kenapa Tuhan mengirim bintang jatuh yang berwujud manusia itu untuk turun ke bumi? Kenapa Sirius sampai rela meninggalkan luar angkasa yang indah demi memijak tanah bumi ini yang kotor dan penuh penderitaan? Kenapa?

"Jadi ..  kamu benar-benar Bintang Sirius B?"

Sirius menoleh dan menerbitkan senyum tipis sembari terus melangkah bersama Ghia. "Menurutmu?"

"Ta-tapi kenapa?" Ghia masih tak percaya. "Kenapa kamu turun ke bumi?"

"Karena kamu," balas Sirius.

Ghia tidak mengerti. Ini semua terasa amat janggal. Semua ucapan Sirius terasa seperti mimpi dan cerita-cerita dongeng untuk anak-anak.

"Kamu sangat suka bintang," ucap Sirius. Dia menatap ke depan sewaktu Ghia meliriknya. "Kamu berbicara dengan bintang hampir setiap hari, bahkan meskipun awan-awan kelabu menutupinya."

Sirius menaruh tatapannya pada Ghia. "Aku mendengar semuanya ... dari atas sana."

"Kamu selalu berharap kalau ada bintang jatuh ...."

Ghia tertegun. Kerongkongannya sekejap terasa tersekat dan tubuhnya seperti disengat. Ingatannya lantas berkelana jauh sebelum Ghia bertemu Sirius, sangat jauh, jauh, jauh, hingga ia melihat ada anak perempuan berumur lima tahun yang tengah berdiri di depan jendela yang terbuka dengan mata sembab. Anak perempuan itu mendongak ke atas langit, memperhatikan bintang-bintang dan mulai menangis tersedu-sedu.

"Aku mau punya teman ...." lirihnya sambil terisak, bertepatan dengan cahaya berekor yang muncul dari langit malam. Bintang jatuh.

"Kamu minta seorang teman," ujar Sirius. "Kamu selalu minta seorang teman kalau ada bintang jatuh. Jadi ...."

"... kamu pun datang." Ghia masih tidak mempercayai ini. Harapannya dikabulkan. Benar-benar terwujud.

˖ ࣪ ‹ 𖥔 ࣪ ˖

Namun, Ghia justru merasa sedih. Ia tidak pernah membayangkan bahwa teman yang dikirim Tuhan adalah perwujudan dari bintang jatuh itu sendiri. Ia mengira bahwa, setidaknya, ada kejaiaban yang memengaruhi isi kepala segelintir anak dan menjadikan mereka mau berteman dengan Ghia. Maksudnya, benar-benar anak manusia. Bukan sesuatu yang ... kekal.

Ghia berhenti berjalan, padahal sebentar lagi ia sampai di rumahnya. Mendadak Ghia merasa napasnya terasa sesak dan dalam sekejap warna putih salju itu berubah menjadi kelabu dan hitam. Sepasang mata Ghia yang berkaca-kaca terjatuh pada Sirius yang juga berhenti di sampingnya.

Ghia masih mempertanyakan banyak hal. Dia masih sulit menerima fakta bahwa Sirius bukan manusia sepertinya.

"Maafkan aku." Sirius tampak merasa sangat bersalah. "Maafkan keegoisanku—" Dia juga terlihat ingin menangis seperti Ghia.

IstirahatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang