17 - namanya emmy

107 20 1
                                    

"Hidup selalu merupakan suatu aksi."

(Matt Haig)

𓆰.

Ghia melewati rumah batu bata merah milik anak lelaki itu setelah ia pulang sekolah. Niatnya Ghia adalah ingin menemui nyonya kemarin untuk bertanya apakah nyonya itu butuh sesuatu atau tidak. Karena yang Ghia lihat, nyonya itu tidak tampak bahagia. Kemarin, Nyonya memberi tahu bahwa rumahnya tidak jauh dari rumah Ghia. Makanya Ghia ingin berkunjung ke sana, tapi ketika melihat rumah Si Tanpa Nama, langkah Ghia terhenti.

"Haruskah aku mengetuk pintu dan bertanya 'Hei, kamu belum kasih tau namamu. Ayo cepet kasih tau namamu!'" Ghia meringis. "Itu bukan pertanyaan."

"Lain kali aja, deh," ucap Ghia. Dia baru saja hendak mengangkat kakinya ketika garasi rumah itu terbuka. Ghia menoleh dan mendapati Si Tanpa Nama keluar dengan sepedanya.

Dia terkejut melihat Ghia, namun melambaikan tangan setelahnya. "Eh, Ghia! Aku baru aja mau menemuimu."

Ghia mengerutkan kening. "Buat apa?"

"Jalan-jalan. Naik sepeda keliling pulau."

Ghia terkekeh. Lucu sekali anak ini. Bagaimana mungkin dia bilang ingin mengelilingi pulau sebesar ini (sebenarnya tidak terlalu besar) dengan sepeda itu?

Si Tanpa Nama tahu-tahu sudah ada di depan Ghia dengan sepeda di sampingnya. "Jangan remehin aku. Aku punya sepasang kaki citah, bukan mustahil buat bersepeda mengelilingi pulau."

"Kamu kira pulau ini sekecil tubuhmu?" sindir Ghia.

"Hei, itu menyakitkan. Tubuhku enggak kecil tau, aku lebih besar dan tinggi dibanding kamu!" sahutnya.

"Tetap aja, kamu cuma anak kecil!"

"Kamu jauh lebih kecil," potongnya. "Sekecil ... ah sekecil semut itu dan aku batunya." Dia lalu terkekeh yang mengundang dengusan pelan dari Ghia sebelum anak perempuan itu melengos pergi.

"Jadi gimana? Mau bersepeda mengelilingi pulau?" Anak itu berusaha menggapai Ghia dengan cara mengayuh sepedanya.

"Beritahu namamu dulu," sahut Ghia tanpa menoleh.

"Ah iya, aku lupa. Maafkan aku," ringis Si Tanpa Nama. "Kamu benar-benar ingin tau namaku, ya?"

"Enggak terlalu, sih. Iseng aja." Ghia mengedikkan bahu seraya mempercepat langkahnya karena Si Tanpa Nama telah berhasil menempatkan dirinya beserta sepedanya di samping Ghia.

"Kalau begitu aku enggak harus ngasih tau namaku."

Ghia menoleh. "Bukan begitu!"

Si Tanpa Nama terkekeh.

"Masalahnya, kalau aku enggak tau namamu. Lantas gimana caranya aku bisa memanggilmu? Dengan sebutan Si Tanpa Nama atau Anak Lelaki Menyebalkan, begitu?"

"Sungguh? Kamu menyebutku begitu? Anak Lelaki Menyebalkan?" serunya dengan mata membulat.

"Kupikir-pikir kamu memang menyebalkan," seloroh Ghia. Dia melanjutkan langkahnya.

IstirahatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang