4O - memutuskan berpisah

78 8 0
                                    

"Dan aku bermimpi terlalu banyak dan aku tak cukup menuliskannya dan aku mencoba untuk mencari Tuhan di mana-mana."

(Anis Mojgai)

𓆰.

Ghia turun dari tangga dengan menggunakan celana panjang dan sweater kebesaran milik Sirius. Tak perlu waktu lama untuk menemukan anak lelaki itu, sorot mata Ghia langsung bisa menemukan Sirius yang tengah duduk di meja makan dengan wajah bengong.

Ghia menghampiri Sirius yang masih belum sadar akan kehadirannya dan memperhatikan rambut anak lelaki itu yang masih basah.

Ketika Ghia menarik kursi hingga menimbulkan suara berderit pelan, lamunan Sirius buyar.

"Makanlah," ucapnya sembari menggeser semangkuk berisi sup ke hadapan Ghia.

Ghia memakannya tanpa banyak bicara. Bermenit-menit kemudian hanya ada hening di antara mereka. Baik Ghia maupun Sirius, tak ada yang mengeluarkan suara lagi. Ghia sibuk mengisi perutnya dengan makanan dan minuman, sementara Sirius terus mengamatinya dalam diam.

"Kamu marah ya?" tanya Ghia setelah selesai makan.

"Seharusnya sih begitu," ucap Sirius. "Tapi aku enggak bisa marah padamu."

Ghia menunduk, memperhatikan jari jemarinya yang saling bertaut.

"Jangan melakukan ini lagi, oke? Jangan kabur dari masalah," kata Sirius.

Ghia mendongak. "Sulit buat enggak kabur di saat orang tuaku enggak mau jadi suami-istri lagi, Sirius."

"Saat aku pulang, mereka pasti akan bertanya soal aku ingin ikut siapa. Tentu saja aku ingin ikut Ayah, hanya Ayah yang paling aku kenal— tapi Ibu ... aku juga ingin mengenal Ibu. Dan kesempatan itu akan hilang kalau aku lebih memilih Ayah," lanjut Ghia. Sepasang matanya berkaca-kaca. "Aku bingung. Aku enggak mau memilih."

"Dengan memilih Ayahmu, bukan berarti kamu bakal benar-benar kehilangan Ibumu."

"Kamu enggak kenal orangtuaku. Ibuku enggak suka aku. Ibu pasti malu kalau aku nunjukin diri di depannya."

"Enggak gitu ...."

Sirius mungkin lelah. Ghia tahu, kalau seandainya dia berada di posisi Sirius, dia pasti akan langsung membalikkan meja sebab terlampau kesal dengan sikap Ghia yang kekanak-kanakan. Ghia juga pasti akan langsung menyerah, padahal sudah beberapa kali Sirius bilang bahwa Ghia itu istimewa, bahwa Ghia harus mulai mencintai dirinya sendiri. Tapi, sungguh, berucap tidak semudah melakukan. Ghia tidak mengerti mengapa dia terus melakukan ini seolah kalau Ghia tidak merendahkan dirinya sendiri, ia akan lenyap dari bumi. Memang sulit rasanya untuk menerima diri sendiri disaat kekurangan Ghia menjadi salah satu, atau bahkan satu-satunya, alasan Ibu dan Ayah berpisah. Ghia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Minta maaflah pada mereka."

"Salahku apa?" tanya Ghia.

"Kamu kabur dari rumah. Itu bikin Ayahmu sangat khawatir."

"Maafkanlah mereka," ucap Sirius lagi. "Ibumu ...."

Ghia tidak menjawab. Memangnya selama ini Ghia tidak berusaha untuk memaafkan mereka? Terutama Ibu? Dia selalu berusaha. Namun, seringkali usaha itu selalu gagal setiap Ibu pulang ke rumah. Ghia selalu tak bisa menyembunyikan rasa sakit di hatinya ketika melihat ekspresi Ibu yang acuh tak acuh seolah Ghia adalah barang di etalasi toko yang tak menarik di matanya, seolah dari awal, Ibu memang tidak punya hubungan apa pun pada Ghia. Ghia penasaran kenapa Ibu sampai melakukan itu.

IstirahatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang