43 - nama malaikat itu ....

62 6 0
                                    

"Dunia ini penuh dengan hal-hal ajaib, sabar menunggu indera kita untuk tumbuh lebih tajam."

(W. B. Yeats)

   𓆰.

Ternyata Ibu pergi sehari setelah hari natal. Ayah bilang urusan mereka sudah selesai, jadi Ibu boleh pergi ke mana pun yang ia suka (tentunya Ghia boleh menemui Ibu kapan-kapan), tapi Ghia masih belum tahu kapan-kapan itu kapan? Ghia jadi agak sedih— dia terlampau sedih karena ia kira ia telah berhasil merebut hati Ibu semenjak percakapan mereka pada pagi yang berhujan itu, namun rupanya hati Ibu sama sekali tidak tergerak untuk membatalkan keputusannya tentang berpisah dengan Ayah.

Ayah bilang enggak apa-apa.

Tiga hari lagi tahun baru. Ghia masih belum merencanakan sesuatu untuk merayakannya. Lagipula, bagaimana bisa ia bersenang-senang disaat Ibu pergi dan Sirius belum kembali?

Ya, bocah itu belum kunjung kembali. Pagi tadi, kala bunga-bunga salju berguguran dari atas langit, Ghia melewati rumah Sirius. Bahkan Ghia mengetuk pintunya, tapi tidak ada yang menjawab. Ghia putuskan untuk tidak kembali pulang dan berjalan kaki menuju tebing.

Ayah mungkin akan marah kalau tahu bahwa sekarang Ghia sedang duduk di atas ranting pohon besar yang menghadap ke arah lautan. Selain karena ini bahaya, juga karena salju berjatuhan semakin banyak. Ghia tidak apa-apa sebetulnya karena ia sudah memakai pakaian sebanyak delapan lapis, lengkap dengan topi, syal, dan sepatu boots sampai dia kelihatan bulat dan gendut.

Sepasang mata Ghia menatap ke arah lautan yang membeku, tapi pikirannya malah melanglang jauh. Dia mengingat waktu pertama kali surat-surat itu datang dan menyapanya, "Halo, Ghia." Lalu hal itu mengantarkan Ghia pada pertemuannya dengan Sirius. Sirius yang ia katai sinting (walau sebetulnya dia benar-benar sinting), tapi anak itu selalu punya cerita-cerita menarik dan unik. Jadi, Ghia simpulkan bahwa Sirius adalah anak yang sinting dan menarik. Ghia mulai berpikir mengapa Sirius selalu ada di dekatnya, maksudnya ... memangnya Sirius tidak punya teman lain? Oh ya, Ghia lupa, Sirius kan tidak sekolah.

Sebentar, bagaimana anak yang tak sekolah bisa sepintar itu?

Sirius tahu banyak hal tentang bintang, malaikat, bahkan Tuhan, seolah dia telah hidup selama beratus-ratus abad lamanya di samping mereka. Suara Sirius sangat bagus— tidak menyeramkan seperti anak berambut merah itu. Ghia tiba-tiba teringat lagu yang Sirius nyanyikan waktu ia tidak bisa tidur.

Ia ingat nadanya, tapi tidak dengan liriknya. Ghia putuskan dua puluh menit setelahnya digunakan untuk mengingat lirik lagu.

"Hmmm ... hmmm—"

"Aku bisa habiskan selamanya .... melihat bintang?"

"Aku bisa habiskan, selamanya ... 'tuk kagumi bintang." Ghia menyengir lebar. Ya, itu sesuai.

"Hanya aku— hanya aku? Punya ... selamanya ...." Enggak, itu salah.

"Aku bisa habiskan, selamanya ... 'tuk kagumi bintang."

"Andai aku ... punya selamanya ...."

Duh, lirik selanjutnya apa ya .... batin Ghia. Ia memejamkan matanya dengan kening berkerut, berusaha mengingat-ingat. Namun, tiba-tiba terdengar suara di belakangnya.

"Lama sudah kunanti, hari 'tuk istirahat kan bumi ...."

Orang itu segera muncul di depannya dan 0,005 detik kemudian Ghia menjerit.

"Sirius!" Ghia memekik dan tanpa ragu melompat dari ranting pohon. Sirius melotot terkejut dan langsung meraih tubuh Ghia. Karena keseimbangannya goyah, mereka jadi terjatuh di atas salju bersama.

IstirahatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang