O13

46 13 0
                                    

"Cie, yang habis ditraktir Mantannya temanku, gimana rasanya nte?"

Madya hanya mendelik mendengarkan perkataan ponakan laknatnya. Ia langsung masuk ke kamarnya Aleta, setelah menyapa Kakak sepupunya yang sedang asyik menasehati Haneul.

"Mamalo kenapa ngomel sama Hans? Biasanya ngomelnya ke elo?" Tanya Madya sambil merebahkan dirinya ke kasur.

"Lah? Ngga denger dia ngomelin apa?"

Madya menggeleng. Pas dia masuk Kakak sepupunya itu tiba-tiba diam dan beramah tamah dengannya. Pas masuk ke kamar Aleta cuma dengar bagian 'jadi anak itu harus berbakti loh yaa! Jangan jadi anak durhaka, nurut kata mama'. Kalo Mama Madya dengar pasti dibilang gila.

"Dia lagi iri sama tetangga, anjingnya bisa diajak jalan-jalan naik motor. Nah makanya sekarang dia marah-marah ke Haneul."

Madya tersenyum miris. Ya tuhan, begini amat punya Kakak sepupu. Sampai anak bulunya saja dibandingkan dengan milik tetangga.

"Aneh. Ibu anak sama aja ternyata." Kata Madya pelan, ia takut kedengaran sampai keluar.

"Cih Cemen, ngomongnya bisik-bisik."
"Terserah ya Let."

Aleta hanya menggumankan kata 'ya' lalu dia ikut bergabung dengan Tantenya yang sekarang memainkan ponsel pintarnya.

"Jadi, tadi kenapa bisa bareng?"

"Rahasia."

Aleta langsung berteriak kecewa yang langsung mendapatkan pukulan bantal guling gratis dari Madya. Berisik.

"Serius, kalian kenapa bisa bareng tadi nteu?"

"Dia salah nyolong LKS. Makanya gue cari dia. Habis itu ngajakin pulang bareng, karena motornya dipake kakaknya, sekalian di traktir gitu."

"Dih, ngga asik!"

"Ngomong sekali lagi, gue tampol."

"Ampuun Tante!"

Madya mendelik, dia tidak pernah percaya Aleta akan menuruti perkataannya. Yang ada nantinya pasti lebih banyak bertengkarnya. Namanya juga Aleta, no menistakan Tantenya no life.

"Terus, ada yang kalian obrolin ga?"

"Ada, cuman ngga penting aja. Dia nanyain tugas, itu aja."

Aleta langsung berdecak tidak puas. "Dih, beneran ngga asik."

"Ya terus? Lo ngarepin apa sih? Sumpah aneh."

Madya langsung menatap aneh keponakannya itu. Pasalnya sekarang ia memasang ekspresi licik, dengan ujung bibirnya salah satu tertarik kesamping. Mengerikan.

"Ya siapa tahu kan barengan gitu punya pacarnya."

Kepala Aleta kembali mendapatkan pukulan bantal guling dari Madya untuk kedua kalinya. Madya langsung berdecak.

"Kepala Lo rusak keknya. Masa lo suruh Tante Lo  pacaran sama orang yang notabene baru putus sehari yang lalu."

Aleta hanya membalas omongan tantenya dengan cibiran. "Lagi pula nih, Malini itu temen Lo, katanya ngefans sama Malini? Mana tanda respek Lo ke dia sebagai fans?"

"Dia putusnya juga aneh sih, bikin kita sekelas tuh curiga. Masa cuma gara-gara lihat Kak Julian chat dengan temannya langsung ngancam putus? Mampus kan diputusin beneran. Dikira dunia itu berpusat pada dia kali ya?"

Madya melongo. Benar-benar ya, dunia ini aneh. Atau cuma generasi sesudah dirinya yang aneh? Masa karena chat orang lain putus? Terus, sekarang, keponakannya yang memuja-muja salah satu temannya, tiba-tiba kayak menjelek-jelekkannya? Hell? Semudah itu?

Anonymous✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang