13

2K 391 22
                                    

Naruto meraih arloji di atas meja dan mengenakannya. Dia mendapati istrinya masih duduk di atas ranjang, sedang termenung. "Bersiaplah, kita ke rumah sakit."

Hinata masih bergeming, tak ingin beranjak dari tempat dia duduk saat ini.

"Hinata." Naruto memanggil istrinya yang masih termenung mengabaikannya.

"Kenapa?" Hinata bertanya tanpa menoleh ke arah suaminya. Dia tidak bisa menerima sebuah penolakan tanpa alasan. Pria itu tak menginginkan anak darinya, pasti karena suatu alasan dan dia harus tahu itu.

"Sejak awal, aku tak ingin memiliki anak, keberadaan anak akan merepotkan bagiku, kita hanya perlu menikah dan menjalaninya." Naruto masih berdiri menghadap wanita itu.

Hinata kini menoleh pada pria itu "aku bersumpah, keberadaan anak itu tak akan pernah merepotkanmu. Aku yang akan merawatnya, bahkan jika kau tidak mau, aku yang akan membesarkannya." Dia yakin suaminya akan luluh jika nanti anak itu sudah lahir. Seperti sikap pria itu padanya.

"Hentikan ucapan konyolmu itu, jika tidak ingin anak itu merepotkanku, kita hanya perlu mencegahnya ada." Naruto tak ingin semua berlarut-larut tapi istrinya memulai bersikap keras kepala lagi.

"Kenapa kau begini hm?" Hinata sebetulnya tidak bisa menerima alasan 'merepotkan' itu karena itu tidak masuk akal baginya.

"Hinata, jangan membuatku marah dan menyakitimu. Tak bisakah kau ikuti apa yang aku inginkan saja?" Naruto tak ingin kehilangan kendali dirinya saat ini.

"Tak bisakah sekali saja kau memberikan apa yang aku inginkan? Aku ini istrimu." Hinata menundukan wajahnya saat mengatakan itu dengan suara pelan, dia tak pernah dan tak ingin menuntut pria itu melakukan apapun untuknya, hanya sekali ini saja dia ingin pria itu mengerti bahwa dirinya kesepian.

"Aku akan memberikan waktu untukmu beberapa hari sebelum kita pergi menemui Dokter." Naruto tak mengindahkan apa yang istrinya ucapkan, dia hanya memberi sedikit waktu untuk wanita itu tenang.

Hinata meraih tangan pria itu untuk digenggam erat-erat dan mendongak menatap mata biru suaminya. "aku mohon, jangan."

"Aku tidak akan membujukmu dua kali." Naruto menepis tangan istrinya dengan kasar lalu meninggalkan wanita itu di kamar.

...

Hinata meletakan kepalanya di atas meja makan sambil menatap kosong ke arah ruang tengah. Suasana rumah ini masih sama seperti dulu, begitu sepi dan hening seperti tak ada kehidupan di dalamnya.

Bibi pelayan menghampiri istri tuannya di meja makan, dia khawatir karena melihat wanita muda itu sempat menangis saat Tuan berangkat bekerja. "Nyonya apa butuh sesuatu?"

Hinata menghela napas berat dan menggeleng "tidak, terima kasih." Dia mengangkat kepalanya dari meja makan lalu menghapus jejak air matanya menggunakan sapu tangan yang sejak tadi ada di pangkuannya.

"Kenapa sangat bersedih hari ini?" Bibi Pelayan mengusap bahu wanita muda itu sambil berujar khawatir. Mungkin dirinya tak pantas untuk menanyakan apa yang terjadi antara tuannya dan sang istri tapi dia ingin memberikan sedikit penghiburan untuk wanita muda itu.

Hinata kini duduk bersandar di kursi meja makan "tidak ada, hanya saja hari ini suamiku memiliki suasana hati yang sangat buruk." Dia enggan menjelaskan apa yang terjadi.

Bibi Pelayan masih mengusap bahu istri tuannya itu. "Jangan menangis lagi." Dia mencoba menenangkan wanita itu agar berhenti menangis.

Hinata mengangguk dan memaksakan senyum tipis di bibirnya. Lalu seekor kucing peliharaan yang sudah lama tak dia lihat melintas memasuki ruang makan. Dia terbelalak sejenak. "Hey, sejak kapan?"

PlatonicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang