Naruto membawa istrinya masuk ke dalam rumah tua yang berlokasi di tengah kota Praha. Rumah dua lantai itu tidak memancarkan aura menyenangkan untuk ditinggali. Lantai marmer yang berdebu, barang-barang antik dan furniture mewah yang tertutup kain satin, serta berbagai hal yang tak nampak menyenangkan di pandang mata.
Wanita muda itu menatap sekeliling, rumah ini nampak megah namun begitu dingin dan gelap, mungkin karena telah lama tidak berpenghuni. "Kenapa kau membawaku pergi jauh dari Jepang?"
Naruto mengerutkan kening, dia melepaskan mantel yang melekat pada tubuhnya dan menyampirkannya di kursi dekat dia berdiri. "Kemari, Hinata." Dia meminta istrinya mendekat agar mereka bisa bicara.
Hinata melangkah ragu ke arah pria itu namun dia tak bisa mengelak dari panggilan itu.
Naruto bersandar di sebuah meja dan menatap istrinya yang kini telah berdiri di hadapannya. "Kau mau kembali ke Jepang hm?"
Hinata terdiam, dia hanya balas menatap suaminya yang nampak datar.
"Ayahmu yang memintaku untuk membawamu." Naruto menatap tepat ke amethyst indah istrinya. "Dan kau tahu itu."
"Kenapa tidak mengatakan kalau kita akan pindah ke Praha?" Hinata pikir mereka akan tinggal di Tokyo.
"Kupikir ayahmu sudah mengtakannya, jadi aku tak mengatakan apapun." Naruto mungkin salah karena di hari dia menjemput Hinata, dia tak pernah mengatakan soal tujuan mereka dan wanita itu juga nampak tenang saja seolah tahu.
"Apa kita akan kembali ke Tokyo nanti?" Hinata bertanya pelan. Dia tidak pernah pergi jauh dari Jepang dan tinggal terpisah dari keluarganya maka dia sangat terkejut sekarang.
"Beradaptasilah mulai hari ini, kita mungkin akan tinggal di sini selamanya." Naruto melepaskan tangan istrinya dan bangkit berdiri, dia melangkah ke lantai dua untuk memindahkan koper-koper ke kamar. "Kita akan memiliki satu orang Pelayan yang akan mulai bekerja kembali besok."
Hinata hanya bisa menghela napas pelan, mungkin menikah dengan sosok cinta pertama akan jadi mimpi indah bagi semua wanita di luar sana, tapi tidak bagi Hinata.
Pria itu adalah sosok yang dikaguminya sejak lama. Sosok pria yang selalu dia idamkan untuk jadi suaminya namun begitu semua jadi kenyataan, rasanya justru seperti terbangun dari mimpi karena semuanya terasa berbeda.
...
Pagi itu Hinata bergegas memanggang roti dan menyiapkan secangkir susu untuk suaminya makan. Semalam, sebelum tidur, Hinata dengar suaminya bicara di telepon bahwa dia akan berangkat pagi-pagi sekali ke pacuan kuda miliknya.
"Selamat pagi." Naruto datang ke dapur dan mendapati istrinya ada di sana sedang menyiapkan sarapan.
"Selamat pagi." Hinata menoleh dan mendapati suaminya sudah ada di meja makan.
"Kau bangun pagi sekali." Naruto tak menyangka kalau wanita itu akan terbangun di pagi hari begini.
"Kudengar kau akan pergi ke pacuan kuda." Hinata menyiapkan sarapan suaminya dengan cepat karena tak ingin membuat pria itu menunggu.
"Ya." Naruto menyesap susu di gelasnya lalu menggigit sepotong roti gandum yang istrinya buat.
"Apa pacuan kudanya, jauh dari sini?" Hinata bertanya penasaran, dia duduk di hadapan suaminya.
Naruto menatap perempuan itu dari kaki hingga kepala "tidak juga."
"Boleh aku ikut bersamamu?" Hinata sangat ingin mengetahui soal daerah ini. Sepertinya akan menyenangkan kalau bisa pergi berjalan-jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Platonic
FanficHidup mereka seperti sebuah diorama, mainan milik Tuhan. Berada dalam sebuah hubungan yang kaku dan membingungkan, tapi Tuhan sepertinya senang kalau melihat mereka bersama.