25

2.3K 372 11
                                    

Orang bilang, inner child yang terluka di akibatkan oleh pengabaian rasa sakit dan trauma yang terjadi pada masa lalu. Tentu saja itu adalah sebuah kebenaran bagi Naruto karena bukti nyatanya adalah kekacauan yang terjadi pada hidupnya saat ini.

Tak sekalipun dalam hidupnya, dia merasakan sebuah kelegaan sebab ada rasa bersalah yang berkecamuk jauh dalam batinnya soal masa lalu.

Bersalah karena tetap hidup di dunia, bersalah karena sampai saat ini dia masih bisa bernapas, bersalah karena bisa menikmati kehidupannya. Setiap berkat yang dia dapati dalam hidup justru terasa seperti beban baginya akibat rasa bersalah itu.

Tak ada orang lain yang mengenali Naruto seperti dia mengenali dirinya sendiri. Sebenarnya dia tahu benar bahwa ada yang salah dalam dirinya, namun alih-alih memulihkan diri, dia justru mengubur luka itu dalam-dalam dan menyembunyikannya untuk melindungi dirinya dari rasa sakit lain kala seseorang mencoba membuka luka lama itu.

"Kuharap aku mati." Naruto kini bergumam pada dirinya sendiri dengan suara berat.

Ya, pelarian satu-satunya dari rasa sakit yang Naruto alami selama ini adalah alkohol dan pil tidur. Selama di Berlin, dia dilarikan ke rumah sakit dua kali, yang pertama sebab terlalu banyak minum dan yang ke dua karena overdosis ringan.

Rasanya seperti setiap malam dia bicara pada dirinya sendiri di masa lalu, memaksakan diri untuk sembuh agar bisa menemui putranya tanpa rasa takut dan khawatir tapi yang terputar di alam bawah sadarnya malah kejadian menyakitkan di masa lalu.

•Flash Back•

Tengah malam itu, kota Praha terasa begitu hening, musim dingin baru saja berakhir tapi semaraknya belum menghilang, begitupula sisa ranting kayu yang membeku serta hamparan salju tipis di atas tanah.

Seorang pria muda berambut priang turun dari mobil pick up truck milik sahabatnya.

"Sampai bertemu, Naruto." Ujar pria muda lain dari kursi pengemudi.

Naruto menarik sudut bibirnya lalu melambaikan tangan sekilas. Sebuah backpack besar ada di punggungnya, sisa dari perjalanan ke Berlin selama empat minggu penuh.

Langkahnya sempat terhenti di depan pintu. Samar-samar dia lihat lampu di ruang tengah menyala karena curtain di depan tidak tertutup dengan benar. Apa ayahnya kembali dari Jepang?

Pria itu mengeluarkan anak kunci dari saku jaketnya dan membuka pintu.

Diam-diam Naruto memejamkan mata sambil menghela napas saat masuk ke rumah, hawa hangat di dalam menyambutnya, tanda mesin penghangat ruangan menyala, yang artinya memang benar ayahnya kembali.

Minato tengah duduk di ruang tengah, memeriksa berkas pekerjaannya yang menumpuk saat putranya pulang ke rumah. "Kau sudah pulang?"

Naruto menelan ludahnya dengan kasar saat mendapati ayahnya duduk di ruang tengah, bertanya padanya dengan nada dingin yang dia sudah terbiasa mendengarnya.

"Bagaimana liburan musim dinginmu?" Minato kini mengangkat kepalanya yang sejak tadi sibuk menatap berkas di pangkuannya.

Naruto tidak menjawab, dia hanya berdiri di sana, tepat di bawah tangga sambil menatap ayahnya dengan perasaan yang sulit dijelaskan karena dia tidak menyangka kalau ayahnya akan datang ke Praha, sebab sejak lama mereka tinggal terpisah, dirinya di sini dan ayahnya di Jepang.

Biasanya ayahnya hanya datang beberapa kali ke Praha saat akhir tahun untuk mengunjungi makam Ibu lalu membawanya ikut serta kembali ke Jepang untuk menemui rekan kerjanya di sana. Kemudian dia akan dibiarkan kembali ke Praha sendiri hingga akhir tahun berikutnya, mereka akan bertemu lagi.

PlatonicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang