Part 14

2.6K 130 0
                                    

Happy Reading

Revan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, mengusap kepalanya yang terasa pening dengan kedua tangannya. Matanya yang sedikit membengkak menatap kosong langit-langit kamarnya.

Membayangkan bagaimana malam sebelumnya ia lalui bersama wanita yang kini memenuhi seluruh ruang pikirannya. Tidak ada lagi senyum manis wanita itu, tidak ada lagi wajah cantik yang bisa ia pandangi dengan sepuas hatinya. Semuanya hancur ketika wanita itu telah kembali dalam pengawasan orang tuanya. Sekali lagi tetesan air mata itu mengalir begitu saja dari pelupuk matanya teringat bagaimana wanita itu diseret paksa oleh ayahnya. Apakah itu adalah terakhir kalinya untuk ia bisa melihat wanita itu? Dan jangan lupakan calon bayinya yang mulai ia sayangi.

"Auryn," Gumaman itu hampir tak terdengar keluar dari mulut Revan, perasaannya begitu frustasi melawan rindu yang sangat dalam pada wanita itu.

"Revan," Terdengar suara lembut ibu Eva memanggil namanya disertai ketukan dari pintu kamarnya membuyarkan lamunan Revan.

"Iya mah." Sahut Revan, suaranya terdengar serak.

"Boleh mama masuk?" Revan segera menghapus air matanya lalu beranjak membukakan pintu kamarnya untuk ibunya.

"Kamu baik-baik aja?" Tanya ibu Eva menatap khawatir wajah Revan yang tidak tampak seperti biasanya.

Bukannya menjawab Revan justru langsung memeluk tubuh ibunya itu, ia tidak cukup kuat untuk menyembunyikan perasaannya. Terisak dibalik bahu wanita paruh baya itu, ibu Eva dapat merasakan perasaan rapuh dari putranya itu.

"Apa yang membuatmu menangis?" tanya ibu Eva dengan lembut, mengusap penuh kasih sayang punggung Revan.

"Aku bukan laki-laki yang baik buat Auryn mah,"

"Apa yang terjadi? ceritakan sama mama." Ibu Eva beralih membelai kepala putranya itu membuat Revan merasakan ketenangan tersendiri.

"Apa yang udah aku lakukan pada Auryn, kesalahan yang udah ku perbuat sudah begitu menyakiti hati keluarga Auryn. Mereka nggak bisa memaafkan kesalahanku."

Revan semakin terisak, tidak peduli lagi dengan status pria yang disandangnya. Hanya karena Auryn ia bisa begitu rapuh.

"Setiap orang pernah berbuat salah. Kamu sudah cukup hebat berani mengakui kesalahanmu dan ingin bertanggung jawab. Keluarga kita juga pernah merasakan berada di posisi keluarga Auryn saat Reyna mengalami hal yang sama. Setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, tidak peduli siapapun laki-laki yang menghamilinya, laki-laki itu harus tetap bertanggung jawab. Bersabarlah dan tetap berusaha. Mama yakin mereka hanya butuh waktu untuk merenungkan semuanya. Ini juga untuk masa depan kalian dan kebahagiaan kalian. Mama akan tetap mendukungmu."

Mendengar penjelasan ibunya itu membuat Revan merasa lebih tenang, Revan mengangguk mengerti. Perlahan wajah suramnya itu berubah menjadi sebuah senyuman kecil yang terbentuk di bibirnya. Ibu Eva melepaskan pelukannya dan tatapan damainya bertemu dengan mata Revan yang basah.

"Ya ampun, matamu sampai bengkak. Kamu boleh menangis tapi jangan jadi laki-laki yang cengeng. Mama bisa mengerti saat ini kamu sedih tapi kamu harus tetap kuat untuk menyelesaikan masalahmu. Jangan pernah menganggap semuanya telah berakhir seolah kamu tidak bisa meraih apa yang kau inginkan." Ibu Eva merangkum wajah Revan memberinya sebuah senyuman damai membuat putranya itu kembali mengangguk mengerti.

"Lebih baik sekarang kamu istirahat, mama tau kamu pasti lelah bukan?" sekali lagi Revan mengangguk, kali ini ia sedikit mengangguk manja menanggapi kalimat ibunya.

Revan menutup kembali pintu kamarnya saat ibunya telah beranjak meninggalkannya, ia menarik nafas sedalam-dalamnya dan mengusap rambutnya mencoba menetralkan kembali pikirannya yang sejak tadi terasa begitu kacau balau.

(NOT) FAKE LOVE [END] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang