17. Khawatir

500 107 15
                                    

"Retta pulang aja gak papa, apa mau menginap disini ?" Suara dari wanita berumur empat puluh tahunan itu sukses membuyarkan lamunan Retta.

Sekarang pukul dua dini hari, tetapi Retta masih berada dikediaman keluarga Haris. Retta khawatir dengan keadannya, dia lebih khawatri lagi dengan keadaan Ethan. Setelah Haris melukai Ethan pihak keamanan datang, Ethan langsung dilarikan kerumah sakit.

"Enggak tante. Aku masih mau disini, nungguin Haris"

"Retta, tenang aja ya ? Psikiater nya lagi meriksa Haris. Haris pasti lebih membaik kondisinya saat ini. Retta juga harus istirahat. Dan maafin anak tante ya Re, gara-gara Haris pestanya jadi gak karuan" Bianca, ibunda dari Haris itu sorot matanya begitu kecewa dan merasa bersalah. 

"Maafin saudara kembar Retta juga tante, karena kata-kata Ethan, anxiety Haris jadi kambuh"

"Enggak Retta, Ethan gak salah sama sekali. Kalau besok tante ada waktu, nanti tante sama ayahnya Haris bakal jengukin Ethan. Sekarang Retta pulang ya ? Harus istirahat. Nanti biar supir yang nganter kamu"

Wanita yang ada dihadapan Retta sekarang benar-benar baik berhati lembut. Retta semakin merasa bersalah jika harus memutus hubungan dengan Haris.

Retta mengangguk mengiyakan perintah dari Bianca. "Kalau begitu Retta pamit pulang ya tante. Retta pulang sama temen, kebetulan dia nunggu didepan. Oh iya tante kalau ada kabar terbaru tentang Hari, kabarin Retta ya ?"

Bianca mengangguk mengelus lembut kepala Retta. 

Retta berjalan keluar dari rumah Haris, diluar ada Saka yang masih setia menunggu. "Udah ?" Tanya Saka.

"Belum, tapi disuruh pulang sama bundanya Haris. Saka, maafin gue. Gue ngrepotin lo terus"

Pemuda itu tersenyum hangat "Lo kayak sama siapa aja si Re ?"

"Ethan dirawat di rumah sakit mana ya ?"

"Oh iya, tadi gue chat Gafian. Katanya Ethan gak mau dirawat, dia maksa pulang"

"Serius ? Yaudah ayo cepet pulang"

.

.

.

.

Tubuh Retta sangat lelah apalagi fikirannya, disepanjang perjalanan Retta hanya diam melamun. Saka perhatikan juga dari tadi gadis itu tidak menangis, tapi hal itu justru membuat Saka khawatir.

Retta melepaskan sealt bealtnya, "Retta, are you okay ?" Tanya Saka.

Retta hanya menyatukan ibu jari dengan jari telunjuknya, sebagai tanda kalau dia baik-baik saja. "Dari tadi gue gak nangis, itu artinya gue gak papa ka"

"Gak nangis bukan berati lo baik-baik aja" ujar Saka "Kalau mau nangis, nangis aja gak papa"

Gadis itu menggeleng "Jujur gue capek dan bosen nangis terus. Dan malam ini gue gak lagi pingin nangis."

"Do you need something like a hug ?" Kata Saka sambil sedikit membuka kedua tangannya. Retta tersenyum lalu menerima pelukan dari Saka "Semua orang bisa nemenin gue, tapi gak semua orang bisa memahami gue. Thanks Saka"

"It's my pleasure Retta"

"Udah ya ka ? Gue turun dulu. Makasih sekali lagi"

Saka hanya menatap kepergian Retta dari hadapannya, dengan rasa kasihan.

Retta mulai menekan sandi apartemnnya, bahunya sedikit terangkat ketika pintu terbuka menampilkan Ethan yang duduk disofa sambil menatap Retta datar. Ethan masih memakai setelan jas yang tadi, hanya saja jasnya tidak dipakai. Dia hanya mengenakan celana bahan hitamnya, dan kemeja hitam yang bagian lengannya tergulung sesiku, dan dua kancing teratas kemejanya terbuka. Wajah Ethan begitu pucat. Sampai Retta takut sebenarnya dia benar Ethan atau makhluk halus yang menyamar menjadi kembarannya.

RETHAN |  Heeseung X Ryujin [√ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang