Bab 1

150 13 0
                                    

Sekelompok remaja tengah melintasi jejeran sawah dengan menaiki mobil van hitam. Mereka berlima memainkan musik like me Better-Lauv dari sound mobilnya. Mengikuti liriknya dengan suara pelan. Sambil mengangguk-ngangguk menikmati setiap nada dan irama yang begitu asik, ditemani pemandangan hijau lepas yang melambai-lambaikan dedaunannya berkilauan dibawah teriknya mentari.

"Akhirnya, bisa ngirup udara sesegar ini," gumam gadis berkulit putih yang bernama Ailee itu, melengkungkan senyum manis, dan membiarkan hembusan angin menerpa wajahnya.

"Rasanya pengen berhenti sebentar gitu, biar bisa foto-foto aesthetic di sana," sahut gadis berambut dora itu berlebihan dengan berdiri dan melebarkan kedua tangannya. Membiarkan rambutnya bergerak-gerak dibawa angin.

"Lo itu, emang semua tempat mau dibikin foto aestethic, Hel," sambung gadis tomboi yang duduk di samping Helsa. 

Tiba-tiba seorang lelaki dengan mengenakan kaos putih oblong yang duduk di kursi sebelah pengemudi menyahut,"Gimana, masih mau ngomel-ngomel lagi?"

"Iya, iya. Lagian siapa yang gak kesel coba. Giliran kelompok kita malah tempat volunteernya jauh banget," gerutu Helsa mulai cemberut lagi karena ucapan Arvin, lelaki yang terkekeh dibalik kaca spion itu menggodanya.

"Tapi emang tempat itu yang sangat membutuhkan lebih banyak relawannya, Hel. Dan ini juga bagus buat nilai kita nanti di akhir semester. Bisa jadi beasiswa juga buat Ailee," terang Eve pemilik nama lengkap Eve Brielle, keturunan darah campuran spanyol itu.

Helsa hanya mendungus panjang. Lalu ia duduk lagi dan bertanya ke Ailee, karena terlintas hal-hal yang mengganggu pikirannya, "Lo ngapain beasiswa Ai? Bukannya lo mampu kuliah di mana aja,"

Ailee hanya diam. Ia sibuk memerhatikan gelagat para petani yang sedari tadi memerhatikan mobil mereka dengan tatapan aneh.

Tiba-tiba Eve bersura, karena mulai bosan, "Ini masih jauh gak, sih,  tempatnya, Ver?"

"Emmm ... enggak, kok, tinggal beberapa meter lagi udah nyampek," sahut lelaki yang ditanyai Eve tengah sibuk mengemudi.

Eve memerhatikan tempat yang ada di ujung jalan sana seperti yang River katakan. Ada sebuah pos ronda yang mulai terlihat.

Jalanan yang asri, tampak sunyi. Hanya terdengar deruman mobilnya yang memang melaju dengan kecepatan standar. Sedangkan musik yang sedari tadi menemani perjalanan mereka sudah dimatikan.

Para petani yang diperhatikan oleh Ailee mulai menjauh. Tanpa berpikiran yang aneh-aneh, Ailee membalas chat yang masuk di ponselnya.

Tiba-tiba, beberapa menit kemudian, ada asap tebal menutupi pandangan mereka. River pun menginjak rem mobilnya cepat-cepat. Seluruh penumpang di sana terbatuk-batuk karena adanya asap itu. River hendak mencoba untuk memundurkan mobilnya, tetapi asapnya menghilang seketika.

"Kok tiba-tiba ada asap, sih," gerutu Helsa dengan menutupi hidung mancungnya menggunakan punggung tangan. Sambil bersin-bersin karena memang alergi asap. Wajahnya yang putih itu seketika memerah.

Ailee yang menyadari Helsa terlihat kesulitan pun, ia gegas memberikan syal yang ia kenakan untuk menutupi wajah Helsa.

Eve mengerutkan keningnya, ia merasa aneh, karena melihat sekeliling dipenuhi dengan pohon bambu, tampak berbeda dengan yang ia lihat sebelumnya. "Bentar, ini bener tempatnya? Perasaan gue lihat ada sebuah gubuk, seharusnya di sekitar sini."

River tampak terdiam mendengar penuturan Eve barusan. Seakan-akan ia mengiayakannya.

"Kalo di maps, sih, bener," sahut Arvin mengecek maps di ponselnya.

"Tapi kayaknya kita turun di sini deh, soalnya hanya ada jalan setapak di sana." River mununjuk sebuah jalan satu-satunya yang bisa mereka lalui.

"Terus mobilnya?"

"Yaudah taruh di sini aja dulu, nanti kita minta bantuan ke warga."

Mereka berlima pun turun dengan  membawa perlengkapannya masing-masing. Sedangkan Eve yang masih merasa aneh itu, sibuk menyapu pandangan sekitar. Ia pun mengecek ponselnya. Akan tetapi, tiba-tiba jaringan terputus. Eve mengangkat ponsel ke udara, berusaha mencari sinyal, tetapi hasilnya tetap sama.

"Gue pinjem hp, lo, Hel," ujarnya spontan.

"Buat apa?" tanyanya bingung.

"Ngecek maps!" tegas Helsa.

"Hp lo mana?" tanyanya lagi, sambil mengeluarkan ponsel di tas selempangannya.

"Gak ada sinyal," jawabnya, mulai tidak sabar.

"Ah, masak, sih. Tadi sinyal hp gue normal-normal aja." Helsa pun mengecek ponselnya, dan benar saja tanda "x" tertera di sana.

"Loh, punya gue juga!" teriak Helsa yang membuat Eve merampas ponselnya.

Eve cepat-cepat menghampiri kawan-kawannya dan merampas ponsel mereka. Benar saja, semua jaringan terputus.

"Kita balik aja!" seru Eve tiba-tiba. Jelas membuat teman-temannya kebingungan.

"Ngapain balik, sih?" tanya Arvin heran.

"Perasaan gue gak enak," jawab Eve mulai cemas.

"Kita udah sampek, loh, Ev," Ailee mendekatinya.

"Lo yakin gak nyasar, Ver?" tanya Eve lagi, terhadap lelaki yang sibuk mengeluarkan barang bawaan teman-temannya.

"Yakin, sih, karena emang jalanannya tadi emang lurus aja, ya 'kan?" jawabnya singkat.

"Gimana kalo kita tanya-tanya dulu gitu ke para petani di sawah tadi." Ailee menyahut, karena ingin memastikan perkataan Eve.

"Seriously?" tanya Arvin, sedikit terkejut.

"Oke, kita lakuin aja. Biar Eve lebih tenang," sahut River.

Mereka pun menaiki mobil kembali, termasuk mengembalikan barang bawaaannya ke tempat semula. River mulai memundurkan mobilnya lalu berbalik dengan perlahan. Ia menaikkan kecepatan mobilnya agar dapat segera sampai ke persawahan tadi.

Selama perjalanan, sepuluh menit sudah berlalu, mereka tidak menemukan sawah yang dilalui beberapa waktu yang lalu. River mulai kebingungan, sehingga ia menghentikan mobilnya dan turun dari sana. Ia berlari, mencoba memastikan dengan berharap bahwa dihadapannya akan ada persawahan. Akan tetapi, ia tidak melihat apapun.

"Ada apa, Ver?" tanya Arvin penasaran melihat wajah River yang serius.

River hanya diam dan ia kembali mengendarai mobilnya lagi. Kali ini ia  menurunkan kecepatannya agar bisa memerhatikan dengan saksama. Sehingga tidak ada yang tertinggal oleh pandangannya.

River mengerutkan keningnya, ketika melihat tempat yang sama di hadapannya.

Sebelumnya mohon maaf apabila banyak typo bertebaran. Sebagaim manusia yang penuh dg kesalahan yuk saling ingatkan dg tinggalkan jejak di kolom komentar :) terutama kesalahan dalam kepenulisan

Dan sebenarnya cerita ini da versi revisinya, jadi yang sudah di revisi agak berbeda dengan yang aku up di sini. Sebab, buku ini sudah cetak. Maka dari itu bagi yang penasaran dg versi revisi yuk kita bisik-bisik di pojokan. Hihi :)

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang