Bab 21

20 5 0
                                    

"Berterima kasihlah kepada teman-teman barumu ini! Sudah membebaskan Bibi dari kungkungan yang dengan susah payah kamu jaga selama ini."

"Diam! Kamu bukan Bibi aku!" teriaknya dengan cepat melemparkan sebuah figura yang berada di belakangnya. Lalu mengarahkan figura tersebut ke kepala Raya.

Namun, Raya berhasil menghindar, lalu berkata, "Menyerahlah Anna, sudah tidak ada ruang lagi buatmu terus bertahan seperti ini. Sekarang, pilihanmu hanyalah, menyerah dan membuka pintu desa ini!"

"Huh! Bermimpilah sepuasmu, karena hal itu tidak akan pernah terjadi. Terserah, akan kau apakan orang-orang itu. Aku tidak ada hubungannya dengan mereka." Anna pergi begitu saja, lalu membuka pintu depan dengan sekali hentakan tangan tanpa bersentuhan. Muncullah, satu persatu mayat hidup dari luar sana. Wajah penuh darah, kulit menghitam seperti gosong terbakar. Mengeluarkan suara kelaparan dan haus akan darah.

Raya melihat hal itu pun terkejut, dan ia tidak punya pilihan lain lagi kecuali melemparkan sebuah keris ke arah Anna. Akan tetapi, saat itu juga, muncullah seorang gadis memakai kebaya berwarna hijau tua, menyingkirkan keris itu dari hadapan Anna.

"Ratih?" Raya membelalakkan matanya, ketika melihat Ratih yang masuk ke tubuh gadis muda di hadapannya.

"Kamulah yang seharusnya berhenti!" teriaknya dengan mengangkat keris yang tergeletak di lantai tadi dengan menggunakan jari tanpa bersentuhan langsung. Sampai keris tersebut terlempar dengan keras ke awang-awang, tepat di atas para remaja yang saat ini tengah diikat dengan sihir yang tak kasat mata.

Saat itu juga, dengan bersamaan mereka berempat jatuh ke lantai, dan juga perlahan mulai sadarkan diri.

Gadis memakai kebaya itu menarik tangan Anna, membawanya keluar dari sana. Lalu membiarkan gerombolan mayat hidup itu melewatinya dan masuk dengan berbondong-bondong ke arah seorang wanita paruh baya yang memakai kebaya merah di atas sana.

"Ailee?" Eve terheran-heran setelah menyadari bahwa orang yang berpakaian kebaya hijau itu adalah seorang gadis yang bersama mereka masuk ke desa ini.

"Dia bukan teman kalian, melainkan seorang yang mengutuk tempat ini," ucap Raya penuh amarah.

"Tapi anda sediri lah yang sudah membuat kami pingsan seperti tadi!" teriak Eve mulai geram.

"Setidaknya, kalian lebih aman dengan manusia, daripada arwah penuh dendam seperti mereka," sahutnya dengan tegas.

Gerombolan mayat hidup itu, sudah mengelilingi mereka, dengan menggumamkan suara-suara mengerikan. Serta merta bersiap menyerang dalam satu gerakan.

Raya, merapalkan mantra, dan melemparkan sebuah beras merah yang memang telah ia persiapkan untuk keadaan tak terduga seperti saat ini. Dengan beras merah mengenai kulit mayat hidup itu, seketika membuat mereka terbakar seperti arang yang menyalakan percikan api dari dalam.

Jeritan kesakitan, keluar dari mulut gosong mereka, yang menganga mengeluarkan begitu banyak belatung dari sana.

Para remaja itu bersembunyi di balik punggung Raya. Yang saat ini, ia tengah bersusah payah untuk melindungi mereka semua dengan cara memberi aba-aba, agar mereka berempat dapat berjalan mundur perlahan-lahan, menjauhi kerumunan mayat hidup yang juga mulai ikut menjauh dari serangan Raya.

Setelah satu persatu mayat hidup itu menjauh dan keluar lewat pintu di mana mereka masuk tadi. Gegas, Raya menutup pintunya dan memberikan pembatas di depan sana, menggunakan sisa beras merah, yang sudah tidak seberapa.

"Ailee! Kita harus membawanya masuk!" teriak Helsa, mengingat sahabatnya yang berada di luar sana bersama dengan Anna. Ia bergegas untuk membuka pintu di depan sana, berharap dapat menemui Ailee sang sahabat.

Raya menghentikan Helsa, lalu berkata, "Berhentilah bersikap bodoh! Dia bukan temanmu!"

"Tapi tetap saja, itu tubuh Ailee," sahut River mendekat ke pintu.

"Saya tahu bahwa dia adalah teman kalian. Tapi hal yang seharusnya kalian lakukan saat ini adalah bersikap tenang dulu untuk sementara waktu. Saya tahu kelemahan dari orang yang masuk ke tubuh gadis itu."

"Bagaiamana kami bisa memercayai anda? Bahkan ketika saya dan Arvin menyelamatkan anda. Tapi balasannya adalah membuat kami pingsan dan tak sadarkan diri. Mungkin memang sedari awal anda hanya memanfaatkan kami semua."

"Yang memanfaatkan kalian bukan saya, melainkan Anna. Orang yang sempat kalian percayai. Padahal hari kedatangan kalian waktu itu, adalah hari di mana Anna akan ke neraka selamanya, tetapi kalian malah berteman dengannya. Sehingga waktu untuknua berada di sini semakin lama. Saya minta maaf atas sebelumnya. Tapi, hal itu demi kebaikan kita semua."

Helsa mendekat ke arah wanita paruh baya di hadapannya, lalu ia berkata, "Anda bilang demi kebaikan kita semua? Memangnya anda tahu apa tentang yang kami inginkan?"

"Keluar dari sini, bukan? Saya melakukan itu, hanya karena ingin membuat Anna membuka pintu desa terkutuk ini. Sebab hanya dia dan Ratih yang dapat melakukannya."

"Lalu apa rencana, anda?" tanya River.

"Ada satu cara, kita harus menyadarkan teman kalian dulu, sebelum tubuhnya dikuasai sepenuhnya oleh saudara saya. Setelah itu, kita akan menggunakan kelemahan dari ibu dan anak itu."

"Lalu bagaiaman cara untuk menyadarkannya? Kita bahkan dilarang untuk menemuinya." Eve menyahut.

"Siapa yang paling dekat dengannya?" tanya Raya lagi.

"Helsa. Terakhir, lo 'kan yang menyadarkannya?" Arvin menyahut dan menunjuk gadis bermata bulat yang berdiri di balik pintu.

"Tapi sebelum itu, boleh saya tahu, mengapa tubuh teman kalian bisa dirasuki arwah Ratih?" tanya Raya terhadap para remaja di hadapannya.

"Mungkin karena dia sering mengalami  sleepwalking? Menurut artikel yang pernah aku baca, penyakit itu bisa dengan mudah dirasuki oleh jin." Helsa menjawab seadanya.

"Sepertinya bukan itu. Bukankah, Ailee berubah menjadi mengerikan karena yang dikatakan Anna?" tanya Eve, mengingat kejadian tentang obor yang gagal dihidupkan untuk mengelilingi rumah ini pada waktu itu.

"Yang mana? Lo terlalu mempercayainya, Ev! Jangan bilang tentang lukisan itu." Eve bersuara, ketika curiga bahwa yang dibahas Eve adalah sangkut pautnya Ailee dengan rumah ini di masa lalu.

"Bukan, tapi waktu kita nyalain obor di luar sana. Lalu Anna bilang kalo kita terlambat, dan katanya juga orang itu sudah masuk. Ya, walaupun gue gak tahu, apa yang dimaksudnya dengan kata 'dia masuk'."

"Ah iya benar, sepertinya karena itu." Arvin setuju dengan ucapan Eve sambil mengangguk-ngangguk kecil.

Mendengar pernyataan Eve pun membuat River berkata, "Kalian terlalu naif. Bisa saja hal itu hanya akal-akalannya saja. Setelah apa yang terjadi, gue udah gak percaya lagi dengan apa yang sebelumnya dia katakan kepada kita."

Helsa bersuara dengan tegas, "Intinya. Jangan sampai ada yang menyangkut pautkan dengan lukisan di sana. Semuanya emang dari awal sudah omong kosong!"

"Sebentar, apa maksud dari kata lukisan yang dari tadi kamu bicarakan itu?" tanya Raya, ketika menangkap pembahasan Helsa yang tak sengaja menyinggung tentang lukisan anak kecil yang mirip dengan Ailee sewaktu kecil.

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang