bab 6

43 7 0
                                    

Arvin mengerutkan keningnya. Ia hendak menyusul Eve untuk menemui Anna, tetapi dihentikan oleh River.

"Udahlah, itu urusan cewek. Lagian, tuh, di depan lo belum beres gitu." River mengatakannya sambil memberikan sapu lantai yang ia pegang ke Arvin. Lalu pergi meninggalkannya begitu saja, membuat Arvin yang lengah itu tak bisa berbuat apa-apa.

"Eh, lo mau ke mana?" tanya Arvin bingung melihat River yang menaiki tangga tanpa menoleh sedikitpun terhadapnya.

"Udah, gak usah banyak tanya. Beresin aja dulu itu!"

"Gue sendirian?" tanya Arvin, kebingungan.

"Lo takut?" River balik tanya, dengan memiringkan alisnya sebelah.

Arvin gelagapan mendengar pertanyaan River. Walaupun ia sedikit merasa bulu kuduknya kian berbaris tegak, tetapi gengsinya yang tinggi berhasil menutupinya.

"Udah, pergi aja sana!" serunya, pura-pura tegas.

Lelaki yang memakai denim serta sepatu putih itu melangkah menjauh dari pandangan Arvin. Seketika, Arvin merasa merinding, tetapi ia berusaha tidak peduli dan melanjutkan membereskan benda berserakan di lantai.

River melangkah masuk ke depan pintu yang di dalamnya ada Ailee dan Helsa. Ia mengetuk tiga kali, walaupun pintunya tidak tertutup. Tampak Helsa yang tengah menyelimuti badan Ailee dengan selimut. Mendengar ketukan pintu itu pun, Helsa menoleh, lalu menghampiri River yang sudah menunggunya dari tadi.

"Gimana keadaanya?" tanya River, dengan sedikit memiringkan kepalanya untuk memastikan keadaan Ailee yang tengah terlelap.

"Dia baik-baik aja, mungkin hanya kelelahan," ucapnya sambil menutup pintu perlahan, untuk membiarkan Ailee sendiri untuk sementara waktu.

Tak lama setelah itu, Arvin muncul secara tiba-tiba membuat keduanya terkejut seketika.

"Gue laper," ucap Arvin memasang muka memelas. Jelas saja membuat kedua temannya itu terheran-heran.

"Gue juga." Helsa menyahut, tak kalah gemasnya.

"Parah, ya. Kalian dalam hal ini emang selalu kompak." River geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya.

Arvin dan Helsa hanya cengengesan, lalu River bertanya, "Memangnya mau makan apa, huh?"

"Gak tahu, kita turun aja dulu. Kali aja Anna nyiapin makanan," ucap Arvin tidak tahu malu.

"Dasar Migi," gumam River yang didengar oleh Helsa. Sehingga membuatnya bertanya, "Migi itu apa? Jajan?"

Arvin tergelak ketika mendengar pertanyaan polos dari gadis berumur delapan belas tahun itu.

"Itu ... Migi di film Parasyte." Eve tiba-tiba muncul lalu melanjutkan lagi perkataannya, "kalian turun, sana! Anna nyiapin makanan buat kalian."

Arvin malah bertanya, "Dia udah gak marah sama, lo?"

"Dia gak marah, kok!" Eve menjawab dengan tenang.

Helsa yang penasaran pun langsung mengajukan pertanyaan, "Emang ada apa?"

"Lo gak usah dengerin Arvin, dia emang suka ngaco!" River menyahut.

Mendengar sahutan River membuat Arvin menjawab, "Tapi lo liat sendiri 'kan tadi?"

"Tahu deh, gue gak ngerasa, tuh," jawab singkat River membuat Eve terkekeh,  karena berhasil membuat Arvin sedikit kesal.

"Oke, yaudah kalo gitu kita turun aja!" seru Arvin tiba-tiba, ketika merasa dirinya tengah diserang dua orang sekaligus. Sementara Helsa makin kebingungan.

"Ailee gimana?" Eve bertanya, dengan sedikit mencondongkan pandangannya ke arah pintu yang berada tepat di belakang Helsa.

"Nanti aja, kalo udah sadar, biarin dia istirahat dulu," jawab Helsa santai.

"Oh, oke," ucap Eve, lalu menuruni anak tangga lagi.

Mereka bertiga pun turun mengikuti langkah Eve yang tampak terburu-buru. Terlihat di ruang makan, Anna tengah menyiapkan makanan. Eve yang melihat hal itu,  gegas membantunya.

Arvin tidak bisa mengkondisikan matanya, ia langsung duduk begitu melihat berbagai hidangan yang sudah tersaji. Berbeda dengan River, ia malah terlihat kebingungan. Begitu pula Helsa, ia yang memang tidak pernah menyaring omongannya itu pun bertanya, "Bagaiamana lo bisa dapet makanan sebanyak ini? Maksud gue, kapan lo buatnya?"

Eve tiba-tiba menjawab dengan tenang, "Ah, ini makanan dari pagi katanya, Anna cuma memanaskannya tadi. Kalo kalian tidak ingin memakannya, tidak masalah."

"Ah, enggak kok,  gak masalah!" seru Arvin sambil duduk dengan mantap di hadapan makanan yang tengah panas mengepulkan asap di sana. Serta aromanya yang begitu menggoda.

"Ck, dasar!" gumam Helsa menatap jengah ke wajah Arvin yang tidak tahu malu itu.

"Oyah, Bagaiamana dengan Ayla?" tanya Anna tiba-tiba, sambil mengingat-ngingat nama gadis yang ia maksud.

"Ailee," jawab Helsa singkat.

"Ah, iya, Ailee bagaimana?" tanya Anna lagi.

"Dia baik-baik saja, kok. Lo gak usah hawatir. Bentar lagi pasti udah pulih." Helsa menyahutinya dengan santai.

"Syukurlah, kalian makan aja, aku mau menemui Ibuku," ucap Anna, sambil membawa nampan berisi bubur dan air putih di sana.

Mendengar itu, membuat Eve berdiri, lalu berkata, "Gue ikut, dong. Pengen kenalan sama ibu kamu."

"Ah, udah. Kamu makan aja dulu. Lagipula, ibu belum tahu kalo ada kalian di sini. Jadi, nanti aja, setelah aku jelasin kedatangan kalian."

Eve menyerah, ia pun paham dengan maksud Anna, dan duduk kembali ke tempatnya. Lalu, memperhatikan langkah Anna yang mulai menjauh dari sana. Bunyi pintu yang tertutup pun terdengar sampai ke telinga. Ia hanya terdiam, pikirannya berkelana entah kemana.

River yang melihat tingkah Eve itu pun, bersuara, "Lo gak makan?"

Eve tampak gelagapan, dan menjawab dengan anggukan saja. Sementara pikirannya masih berkelana.

Lalu, ia gegas mengambil piring yang berada di sana, agar dapat mencegah pikiran aneh yang berkeliaran di kepalanya.

River yang menyaksikan itu tampak penasaran. Akan tetapi, ia berusaha tidak peduli dan diam saja. Lalu, ia melanjutkan aktivitasnya lagi untuk menyendokkan nasi ke piring yang berada di hadapannya.

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang