bab 23

23 5 0
                                    

Helsa tak sengaja melihat Raya ketika terburu-buru menuruni tangga, lalu membuka pintu rahasia dan masuk ke dalamnya, "Kenapa Bibi itu masuk ke dalam, ya? Pasti ada sesuatu di sana," gumam Helsa, sambil mengikuti Raya.

Eve ikut berdiri mengikuti Helsa yang penasaran, "Lo tahu tempat ini, Hel?"

"Iya, kemarin Ailee yang bawa gue sama River ke sini, sebelum menemukan kalian di studio lukisan itu," terangnya santai, sambil membuka pintu di depannya dengan begitu mudah.

"Kalo boleh tahu, anda sedang mencari apa?" tanya River mendekat ke tempat Raya, yang kelimpungan mencari sesuatu.

Raya masih bungkam, ia sibuk membuka setiap laci yang berda di sana. Mengeluarkan setiap carikan kertas dan membuatnya berantakan.

"Anda bisa katakan, biar kami bantu." River meyakinkannya, sambil meraih sobekan kertas yang bertebaran dan sudah lapuk itu.

Ada gambar kambing jantan besar di sana. Dengan tulisan berwarna merah yang tidak mereka mengerti di setiap permukaannya.

"Carilah, buku tebal, kertasnya terbuat dari kulit hewan," terang Raya.

"Di sini terlalu banyak kertas yang terbuat dari kulit hewan," sahut Arvin sambil meraih buku-buku yang berserakan di lantai.

"Yang bersampul hitam." singkatnya. Lalu kembali membongkar lemari dan beberapa laci di sekitar tempat itu.

"Sebentar, aku kayaknya pernah lihat." Helsa teringat tentang buku yang ia lihat waktu itu. Gegas ia berjalan ke arah Altar bermisa hitam tepat di tengah-tengah ruangan.

Helsa dengan cepat menggeser keramik yang berada di atas altar tersebut. Sebab, memang tampak di permukaannya sebuah gambar buku bersampul hitam di sana. Ia melihat sebuah peti di dalamnya, Gegas ia mengangkatnya. Walaupun sudah sangatlah berdebu.

"Bukunya itu, apakah seperti ini?" tanya Helsa dengan menunjuk sebuah peti yang ia temukan, penuh debu di sekitarnya. Sehingga ia sedikit mengusap-ngusap permukaan di setiap jengkal peti, agar terlihat lebih jelas.

Raya menghampiri gadis yang tengah terbatuk-batuk karena debu halus yang mengganggu pernapasannya. Lalu, ia membukanya, dan terlihatlah sebuah buku berukuran besar, dengan lambang api di sana. Serta tulisan Anala yang ditulis dengan huruf sansekerta.

Eve menghampiri Raya dan tanpa ragu untuk bertanya, "Itu buku apa?"

"Ini adalah buku turun temurun dari klan Anala," jawab Raya pelan. Ada raut kesedihan di sana.

"Oh, berarti anda juga? Tapi kenapa anda sendiri tidak tahu tempatnya?" tanya Eve lagi.

"Dulu, yang hanya bisa memegang, dan menyimpannya adalah keturunan murni. Yaitu Mbak Ratih."

"Murni dalam artian?" River bingung.

"Tidak menikah dengan orang luar, yang bukan termasuk dari keturunan Anala ataupun Anila."

Helsa ber-oh ria setelah mendengar jawaban dari Raya. Lalu River bertanya, "Lalu, apakah anda bisa menggunakannya walaupun sudah bukan keturunan murni?"

"Masih bisa, walaupun gak sehebat saudara saya," ucapnya, sambil membuka lembar demi lembar kertas itu, untuk mencari sesuatu yang mungkin saja akan memberinya jawaban.

Tak lama kemudian, ia melihat sebuah mantra yang menerangkan tentang adanya menerobos pintu yang sudah terkunci. Ia pun terkejut bahwa kedatangan anak muda di hadapannya ini bukanlah hal kebetulan setelah membacanya. Melainkan, memang rencana yang dibuat oleh Anna dan Ratih bertahun-tahun lamanya. Dan berarti arwah Ratih memang sudah dari dulu bersemayam di tubuh Ailee.

"Ada apa?" tanya Helsa. Menyadari ekspresi Raya yang keheranan.

"Teman kalian itu, sebenarnya siapa?" tanya Raya, yang membuat empat anak muda di hadapannya itu kebingungan dengan pertanyaannya.

Tiba-tiba, kertas-kertas di sekeliling mereka bertebaran memenuhi ruangan. Segerombol mayat hidup yang sudah memakai jubah hitam menghampiri mereka berlima. Dan di antara mayat hidup tersebut, ada Anna dan Ailee yang memakai jubah berwarna merah darah. Angin disertai asap hitam mengudara bagaikan pusaran angin puting beliung. Membawa tubuh empat anak muda di sana melayang di udara. Terpental begitu keras ke dinding ruangan, mengikuti pusaran angin yang begitu kuat membawa tubuh mereka.

Lilin-lilin tiba-tiba hidup satu persatu dengan sendirinya, mengitari setiap tembok di ruangan tersebut. Kertas-kertas yang beterbangan itu pun ikut berhenti seketika.

Tubuh River dan teman-temannya yang terpental ke tembok pun sudah berjatuhan ke lantai. Kecuali Raya yang masih berdiri kokoh di sebelah altar sambil merangkul buku hitam sambil membacakan mantra untuk membentengi dirinya.

"Ternyata, kemampuanmu meningkat pesat selama berada di sini." Ailee bersuara.

"Karena memang, aku lebih baik darimu dari dulu. Jika bukan karena aku jatuh cinta dengan orang luar, pasti akulah yang terpilih menjadi ketua klan Anala," jawab Raya mendekat ke tubuh Ailee yang dikuasai arwah saudarinya.

"Apakah kau sudah menyesalinya?" tanya Ratih, lebih dekat lagi kepada Raya.

"Tidak, karena tanpa menjadi ketua pun, aku lebih kuat daripada kamu." Raya mengatakan itu, sambil merogoh sesuatu yang berada di belakang punggungnya dengan perlahan.

"Berhentilah berpura-pura baik-baik saja, kau sudah begitu jelas terlihat sangat menyedihkan." Ratih mekin mendekat dengan tatapan menantang.

"Bukankah kau yang lebih menyedihkan. Hanya sebatas arwah penasaran yang berkelana di bumi manusia. Padahal tempat sebenarnya yang pantas kau tinggali adalah neraka!" teriaknya. Lalu melemparkan keris keramat yang sama dengan waktu itu ke tubuh Ailee. Dengan cepat Ailee menghidarinya. Akan tetapi,  keris itu bukan keris biasa, Raya sudah menambahkan mantra yang lebih kuat di dalamnya. Sehingga membuat keris tersebut seperti bumerang yang kembali lagi ke arah Ailee dari belakang.

Ailee yang begitu cepat menghidari serangan itu, berkali-kali juga keris tersebut mengikutinya. Mulai dari melakukan salto, menempel di tembok seperti hewan rayap, bahkan sangat cepat untuk berjalan di atas awang-awang, layaknya seekor cicak yang memiliki perekat di telapak kakinya. Sehingga dapat menempel begitu mudah di atas sana.

Sampai di mana, Anna bersuara, setelah menyaksikan sang ibu dikejar-kejar oleh keris keramat peninggalan klan Anala itu, "Jika aku jadi kau, tidak akan pernah melakukan itu. Karena tubuh gadis muda tersebut adalah ... Ayla anak kandungmu."

Keris tersebut berhenti saat itu juga. Pikiran Raya mulai berkecamuk, ingin mengelak, dan berharap ia salah mendengar. Akan tetapi, ketika melihat mata gadis dengan tatapan kosong di hadapannya, sangat jelas terlihat bahwa ia adalah Ayla. Darah dangingnya yang sudah lama tak ia jumpa.

"Bohong," gumam Raya. Tubuhnya mulai lemas menyadari kenyataan itu.

"Mamah," ucap Ailee pelan. Bibirnya yang tipis itu bergerak menyebut nama orang yang sudah melahirkannya.

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang