bab 15

22 6 0
                                    

Ailee sudah sampai di depan pintu studio lukis di sana. Ia mulai membukanya, dan memang pintu tersebut yang tidak terkunci. Sehingga membuatbya dengan mudah masuk ke sana. Helsa juga mengikutinya. Kecuali River, ia memilih untuk berjaga di luar agar bisa mengantisipasi bahwa tidak akan ada hal-hal yang mengakibatkan mereka celaka lagi.

"Sejak kapan lo jadi keras kepala seperti ini, Ai?"

Ailee hanya diam saja, sambil terus menyapu pandangannya ke sekitar untuk mencari lukisan yang dimaksud Arvin itu. Sampai di mana, ia melihat lukisan seorang wanita paruh baya dengan memegang pundak gadis kecil di pojok ruangan. Gegas ia mendekat dan meraih kanvas yang hanya separuh  dengan latar warna biru tua persis seperti lukisan di ruang utama. Dapat dipastikan bahwa lukisan ini memanglah pasangannya. Sebab sebelumnya, Ailee sempat memegang lukisan itu.

Ailee terus memerhatikan lukisannya dengan saksama. Senyum dari seorang wanita paruh baya itu begitu mengusiknya, gambaran masalalu tiba-tiba datang.

Beberapa potongan kecil berputar di kepalanya, memberikan sebuah petunjuk dan alur cerita acak tercipta di sana. Ailee meringis kesakitan, ketika lagi-lagi melihat gadis kecil yang sebelumnya ia lihat itu di kepalanya.

Ailee tidak salah lagi, gadis itu adalah gadis sama dengan yang ia lihat sebelumnya. Tampak di belakangnya ada wanita paruh baya yang tersenyum ke arahnya dengan membelai lembut rambutnya.

Ailee merasa kehangatan dan ketakutan secara bersamaan di sana. Suara tangisan dan teriakan menyerukan nama seseorang yang tidak ia ketahui siapa itu. Ia juga melihat bayangan hitam yang beekelebat cepat, dengan percikan darah yang mengenai wajahnya.

Helsa mendekati Ailee yang meringis kesakitan di sana dengan panik, lalu bertanya, "Ai, lo kenapa?"

Tiba-tiba, Ailee terdiam. Pungggunya yang sedari tadi terlihat menggelinjang menahan rasa sakit itu, secara ajaib membeku. Helsa hendak memegang pundak gadis ringkih itu perlahan, dan bertanya, "Lo gak papa?"

Ailee menoleh kepadanya dengan tatapan kosong. Urat-urat berwarna hitam dan merah di wajah putih milik Ailee pun jelas terlihat menonjol di sana, sehingga membuatnya tampak mengerikan.

Ailee berteriak sambil mengibaskan tangannya yang sedari tadi di pegang Helsa dengan kasar. Sehingga membuat tubuh Helsa terlempar dengan keras ke dinding, dan membuatnya menjatuhkan beberapa lukisan yang menimpanya di sana. Darah keluar dari mulut Helsa hingga terbatuk-batuk. River terkejut ketika menyaksikan itu, sehingga membuatnya masuk dan mendekat ke arah Ailee perlahan.

"Ai! tenang, Ai!" pintanya, dengan mendekat ke punggung Ailee yang membungkuk itu.

Tiba-tiba, Ailee menoleh dengan wajah yang mengerikan seperti sebelumnya. Matanya hanya tertinggal bagian putihnya saja, sedangkan yang hitam entah hilang ke mana. Urat di wajahnya menghitam dan timbul di kulit putihnya yang berubah jadi memerah.

Mulut Ailee menganga begitu besar hingga seukuran piring makan. Ada darah merah pekat yang mengalir dari sana. Lalu berteriak begitu nyaring, membuat River terpental ke belakang, entah ada kekuatan apa, ia jadi terdorong ke belakang, seperti ada angin kencang yang menipanya.

Saat itu juga, pintu tertutup dengan keras, sedangkan River berusaha menahan dadanya yang kesakitan untuk bangkit kembali, dan mencegah Ailee melakukan hal mengerikan terhadap Helsa.

River menggedor-gedor pintu di hadapannya dengan sekuat tenaga. Dan berteriak, memanggil nama Ailee berharap agar bisa menyadarkannya. Alan tetapi, hal itu hanyalah sia-sia. Dilihat bagaimana, yang berada di dalam sana bukanlah Ailee melainkan makhluk lain.

"Woy! Keluar dari tubuh temen gue!" teriaknya sambil berusaha mendobrak pintu. Tak sampai di situ, ia terus menendang permukaan pintu itu dengan keras, berharap bisa terbuka, dan tidak bergenti untuk berkata, "Ai, lo denger gue 'kan? Lo harus lawan, Ai! Janagn biarin tubuhlu diambil alih oleh monster itu!"

******

Di tempat lain, Eve masih bungkam. Ragu-ragu dalam dirinya untuk menjawab pertanyaan Arvin. Sampai di mana, ia hendak mengatakan tentang apa yang ia ketahui itu tiba-tiba, tidak ada angin ataupun hujan, seluruh lilin dalam lorong mati seketika itu juga. Keduanya tampak bingung dan bergegas untuk saling berpegangan dalam keadaan gelap gulita itu.

"Kita pergi dari sini!" perintahnya dengan menarik tangan Eve, entah ke mana, yang penting mereka pergi dari sana.

Dengan berbekal cahaya dari ponsel, mereka berdua dapat melihat walaupun tampak samar-samar.

Terdengar suara langkah kaki dari kejauhan. Membuat keduanya tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Lalu mengambil jalan memutar.

"Kenapa harus putar balik, sih?" tanya Eve,  mulau kesal, karena sedari tadi tanganya ditarik ke sana ke mari oleh lelaki yang tiba-tiba jadi sangat protektif itu.

"Perasaan gue gak enak! Kita lewat sini aja!" ajaknya lagi, masuk ke lorong di sebelah kanannya.

Mereka berdua cepat-cepat bersembunyi, dan mematikan cahaya dari ponselnya ketika sebuah bayangan terlihat mendekat di dinding lorong tersebut. Suara langkah kaki makin terdengar lebih jelas dan begitu dekat. Hanya dalam hitungan beberapa detik, sosok itu mulai terlihat dan Arvin menahan tubuh Eve untuk terus menempel ke tembok, agar tidak ketahuan.

Sampai pada akhirnya, muncullah seorang gadis sebaya mengenakan gaun merah selutut dengan membawa lampu petromaks di tangannya. Gadis itu ternyata Anna, membuat Eve hendak menemuninya, tetapi ditahan oleh Arvin dengan membekap mulutnya ketika akan memanggil nama Anna.

Eve terus meronta-ronta karena tangan Arvin yang begitu kuat menutup mulutnya, sampai ia tidak segan-segan menginjak kaki Arvin dengan keras, sehingga membuatnya terpaksa melepaskannya dan memekik kesakitan di sana. Untung saja saat itu, sudah tidak terdengar suara langkah kaki Anna, dan Eve berspekulasi bahwa gadis itu sudah jauh dari jangkauan mereka.

Eve pun melangkahkan kakinya untuk mengikuti Anna, dan hal itu membuat Arvin berkata, "Ev, tungguin!"

"Cepetan! nyusahin banget, lo!" perintahnya, sambil melihat sekitar.

"Sakit tahu!" pekiknya sambil meringis kesakitan memegang kakinya yang berdenyut-denyut di sana.

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang