bab 18

22 5 0
                                    

Sepuluh tahun yang lalu ....

Dua gadis kecil berumur delapan tahun tengah berlarian membawa boneka barbie kesayangan mereka. Keduanya tampak begitu asik mencari tempat persembunyian, karena saat itu mereka tengah bermain petak umpet, dan kurang berapa hitungan lagi yang jaga akan segeta melakukan pencarian. Gadis kecil berkepang dua yang berada di depan itu langkahnya tiba-tiba tak seimbang. Ia pun hampir terjatuh ke lantai, jika bukan karena gadis bermata biru di belakangnya yang dengan sigap menarik tangannya.

"Kamu seharusnya hati-hati Anna, kalau tidak, kamu bisa sakit nanti seperti bonekaku. Sini, aku pegang tanganmu biar lebih hati-hati!" pintanya dengan memegang tangan gadis kecil yang hendak menangis itu.

"Makasih Ayla, kau baik sekali terhadapku," ucap gadis kecil yang hampir terjatuh itu.

"Ayo! Kita sebaiknya segera sembunyi, sebelum teman-teman menemukan kita!" ajaknya dengan menarik tangan gadis di hadapannya itu.

"Oyah, karena kamu sudah menolongku tadi, aku akan berbagi tempat persembunyian denganmu."

"Iya, aku mau, kamu 'kan katanya paling jago kalo sembunyi. Di mana tempatnya?"

"Di sini!" Anna kecil menunjuk ke sebuah dinding, yang nyatanya itu adalah pintu dari sebuah ruangan yang disamarkan.

"Ini apa?" tanyanya bingung sebab hanya melihat dinding tembok biasa dengan gambar dedaunan di sana.

"Itu pintu! Sini aku tunjukin!" Anna kecil meminta agar Ayla menggerakkan sebuah gagang pintu di hadapannya dengan sakali hentakan. Saat itu juga, secara otomatis pintu pun terbuka.

Mata Ayla melebar menyaksinyannya. Ia terkagum-kagum melihat hal itu.

"Woah ajaib!"

"Yaudah, yuk, kita masuk!" Ajak Anna ketika mendengar suara temannya yang jaga sudah memberikan aba-aba bahwa ia mulai melakukan pencarian.

Napas kedua gadis kecil itu memburu ketika bergegas untuk bersembunyi di dalam sana.

"Anna, kenapa gelap seperti ini tempatnya?"

"Kamu takut?"

"Emmm, enggak!"

"Udah gak usah takut, 'kan ada aku!"

Mereka tampak diam sejenak, ketika mendengar suara temannya yang tengah memanggil nama mereka berdua.

"Liat, itu Bella bukan? Hihi, kayaknya dia bakal kebingungan nyari kita di mana,"

"Iya, apa aku bilang. Di sini itu tempat persembunyian terbaik"

"Makasih ya Anna, udah mau berbagi tempat ini denganku,"

"Iya sama-sama, kamu 'kan tadi udah bantu aku."

Wajah Ayla tiba-tiba berubah, membuat Anna bertanya, "Kamu kenapa kok sedih gitu?"

"Dulu, aku sangat iri dengan teman-temanku di kota, karena mereka bisa bermain masak-masakan, rumah-rumahan sama sepupu mereka, hampir setiap hari. Di kota, aku kesepian. Tapi, waktu mama bilang kalo aku punya saudara di kampung, aku senang sekali. Makanya aku sedih kalo nanti sore aku akan balik ke kota lagi." Ia merengut sambil menyisir rambut boneka yang ia pegang dengan jari-jari mungilnya.

"Kamu 'kan punya Junior."

"Junior 'kan masih kecil, apalagi, mainan Dedek Juna mobil-mobilan, bukan boneka Barbie."

"Iya, sih, hehe," ia tampak berpikir sejenak, lalu melanjutkan perkataannya lagi, "ohya, kenapa kamu tidak tinggal di sini aja?" tanya Anna spontan.

"Kata mamah gak boleh, soalnya aku 'kan sekolah. Ini aku cuma izin tiga hari aja ke Bu Guru."

"Sekolah itu apa, sih?"

"Kamu gak sekolah?"

Anna kecil masih terdiam, karena tidak mengerti dengan ucapan gadis di hadapannya itu.

"Sekolah itu, tempat kita menemukan banyak teman. Ada Bu Guru, ada taman bermain, ada banyak deh pokonya. Memangnya, kamu gak sekolah?"

Anna menggeleng pelan.

"Oyah, gimana kalo kamu ikut aku aja ke kota? Kita bisa sekolah bareng di sana!"

Anna mengangguk mantap, ia tampak berbinar mendengar ajakan itu.

"Yey!! Nanti aku akan berbagi banyak mainan denganmu! Tidur bareng, main setiap hari. Uhhh seneng banget!"

Keduanya pun berpelukan. Namun saat itu, mereka tiba-tiba mendengar suara tangisan dari ruangan di sebelahnya.

"Anna, kamu dengar gak suara apa itu?"

"Iya, aku dengar."

Ayla berdiri, lalu ia melihat sebuah pintu berwarna merah menayala di pojok ruangan, "Itu ruangan apa Anna? Kok pintunya berwarna merah?"

"Oh, itu, kita gak boleh ke sana."

"Kenapa?"

"Dulu, aku pernah ketahuan buka pintu itu, eh ternyata ada eyang hantu di sana!"

"Eyang hantu?" tanyanya bingung.

"Iya eyang hantu!" tegasnya.

"Kata mamah, hantu itu gak ada, Anna."

"Tapi beneran ada, kok, di sana!"

Ayla yang penasaran pun berjalan ke arah tempat pintu merah itu berada, tanpa mendengarkan larangan dari Anna saudara sepupunya yang baru beberapa hari yang lalu.

Dengan perlahan, ia membuka pintu itu, dan terlihatlah seorang bayi yang terlentang di atas altar, sebuah batu besar berwarna hitam yang biasa disebut dengan misa hitam. Di sana, juga ada banyak orang dengan membentuk sebuah lingkaran. Dan ada satu orang yang tengah memegang sebuah pedang yang diarahkan ke seorang bayi telanjang  dan berlumuran darah di seluruh tubuhnya.

Ayla terkejut, ketika menyadari, bahwa bayi tersebut adalah adik laki-lakinya.

"Junior!" teriak Ayla, membuat semua orang di sana menoleh. Termasuk seseorang yang hendak mengarahkan pedangnya ke tubuh bayi yang tidak bersalah itu pun seketika berhenti.

Dua orang yang berjubah di antara mereka itu, mendekat kepada Ayla dan Anna dan menggendong paksa mereka berdua untuk keluar dari sana.

"Lepasin! Kalian apakan Junior!" teriak Ayla ketika ia dibawa dengan paksa oleh seorang berjubah itu.

Tiba-tiba orang yang menggendong Ayla pun membuka tudung kepalanya, dan berkata, "Kakak, kenapa ada di sini?"

"Mamah?" Ayla terkejut ketika melihat wajah orang tuanya yang penuh dengan darah di tangannya.

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang