bab 5

38 8 0
                                    

Semua orang mengikuti Anna untuk masuk kembali ke rumah. Akan tetapi, hawanya tampak berbeda. Walaupun kejadian sebelumnya lebih mencekam, tetapi kali ini suasananya lebih menyeramkan. Bulu kuduk mereka tiba-tiba berdiri. Seakan-akan, merasakan kehadiran seseorang. Namun, apa boleh buat, mereka hanya bisa menahan rasa takut, sambil memerhatikan keadaan di sekelilingnya yang mulai berubah.

Tembok-tembok yang tampak indah beberapa waktu lalu itu, saat ini terlihat angker. Dinding-dindingnya berubah menjadi lebih usang dari sebelumnya.

Cairan hitam ... berjatuhan dari awang-awang.

Sangatlah berbeda jauh dari sebelumnya. Penuh lumut, serta retakan tembok di mana-mana.

Anna menaruh kembali benda-benda yang berjatuhan itu.

Pecahan beling di berserakan di mana-mana. Sehingga, ia menyuruh mereka semua untuk lebih berhati-hati.

Ailee mendekat ke sebuah lukisan keluarga yang tergeletak di lantai, dan terpotong sebagian di ujung kanan.

Tiba-tiba ... ia merasa sedikit pening di kepalanya. Ada beberapa ingatan aneh di sana.

Akan tetapi, hal itu terhenti ketika Anna menyentuh pundaknya.

Melihat ekspresi Ailee yang tiba-tiba aneh, Anna pun bertanya, "Kamu baik-baik saja?"

Ailee mengangguk, sambil memegangi kepala bagian belakangnya.

"Kalian naik saja ke atas, ada dua kamar kosong di sebelah sana. Gunakanlah untuk istirahat. Kalau butuh apa-apa, tanyakan saja," ujar Anna, sambil membereskan benda-benda yang berserakan.

"Biarkan kami membantumu membereskan ini dulu," tawar River.

Hal itu membuat Anna berkata, "Setidaknya antarkan saja dulu temanmu itu ke atas, sepertinya dia sedang tidak baik-baik saja." Anna menunjuk ke Ailee yang tengah meringis kesakitan terduduk di sofa.

"Gue aja yang antar dia ke atas," ucap Helsa menawarkan diri, lalu gegas memapah tubuh Ailee yang lemas, serta wajahnya mulai pucat itu.

"Gue ngerasa, gak asing dengan rumah ini," gumam Ailee yang membuat Helsa kebingungan dengan apa yang baru didengar. Akan tetapi, ia tidak menanggapinya. Sebab ia merasa bahwa sahabatnya itu tengah mengigau.

Eve terduduk lesu di sofa. Ia bernapas panjang beberapa kali, hingga membuat Arvin tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Lo buang-buang napas kek gitu, gak bakal bikin kita keluar dari sini, Ev."

Eve mendengar itu, lantas menyahutinya, "Auhhh, gak usah sok baik-baik aja, deh, lo! Seharusnya kita udah nyelametin orang yang terisolasi, bukannya malah sebaliknya."

"Gue yakin pasti ada jalan keluarnya. Tapi sebelum itu, kita harus tahu dulu, bagaiamana kita bisa masuk ke desa ini." River bersuara, mampu membuat helaan napas dari Eve berhenti sejenak.

Eve menghampiri Anna yang tengah sibuk menata kembali benda-benda yang berserakan di sekitarnya, lalu berkata, "An, lo bilang, kita orang pertama yang masuk ke desa ini setelah kejadian beberapa tahun silam itu 'kan?"

Anna menghentikan aktivitasnya lalu berkata, "Kalian kira, hal ini sesederhana yang kalian pikirkan?"

Mendengar itu, membuat River mendekat ke Anna lalu berkata, "Gue tahu, kalo lo selama ini, sudah berusaha keras untuk mencari jalan keluar dari tempat ini. Tetapi, seharusnya kehadiran kami ini menjadi pertanda, bahwa yang selama ini lo kira tidak mungkin, akan menjadi mungkin. Percayalah pada kami, kita bakalan keluar sama-sama dari desa terkutuk ini."

Perkataan River, membuat Anna terdiam sejenak lalu berkata, "Baiklah, aku mempercayai kalian. Aku akan melakukan apapun, agar kalian bisa keluar dari desa ini."

River bernapas lega, ia melirik Arvin yang juga terlihat sepemikiran dengannya.

"Oke, jadi kita harus cari tahu. Kenapa kita bisa masuk ke desa ini." Eve tampak berpikir sejenak. Gadis yang memakai hoddie hitam itu terlihat fokus, sambil memain-mainkan ponselnya.

Anna melihat benda di genggaman Eve itu menarik perhatiannya. Lalu mendekat dan bertanya, "Benda apa di genggaman kamu itu?"

"Ah, ini namanya smartphone." Eve memberikan ponselnya kepada Anna yang terlihat penasaran.

Anna menerima benda berbentuk persegi panjang pipih itu, sambil memperhatikannya dengan saksama. Ia membolak-balikkannya, dengan penuh penasaran.

Eve yang melihat gelagat Anna itu pun berkata, "Lo tahu itu apa?"

Anna mengangguk lalu menjawab, "Tapi, dulu seingatku, bentuknya tidak seperti ini. Ada tombol-tombol di sekitarnya. Apakah ini sejenis itu?"

"Oooh, itu dulu. Sekarang, semua orang sudah pake yang ini. Meskipun ada, sih, beberapa yang memakai ponsel seperti itu. Tapi jarang." Eve menjelaskannya sambil memperlihatkan isi menu layar ponselnya yang menggunakan wallpaper monocrom itu.

Lalu, ia menekan sebuah icon dengan gambar  kamera di sana. Dan muncullah wajah mereka berdua di layar ponsel.

Hal itu, membuat Anna tertegun, matanya melebar, karena ia takjub melihat di layar ponsel itu ada kumis kelinci berwarna merah muda tepat di pipinya. Sementara kepalanya ada dua telinga kelinci yang bergerak-gerak mengikuti gerakan tubuhnya.

Eve terkekeh melihat reaksi Anna yang lucu. Rasa penasaran di matanya membuat Eve tidak tahan menahan tawa. Saat itu juga, Eve menangkap satu gambar dengan wajah polos Anna yang kebingungan di sana.

"Woah ... itu seperti kamera gitu, ya? Terus kok bisa ada gambar-gambar di wajahku?" Anna mengatakan itu dengan menggebu-gebu sambil memegang pipinya yang putih bersih tanpa ada apapun di sana.

"Ah ... itu namanya filter." Eve menjawabnya sambil menggeser beberapa gambar pilihan di bagian paling bawah layar yang berbentuk lingkaran.

Eve mengubah filter di sana dengan berbagai bentuk, membuat Anna terkagum-kagum. Sampai di mana, Eve berhenti di filter dengan gambar mengerikan, penuh darah dan luka-luka di sekitar wajahnya.

Hal itu, membuat wajah Anna seketika berubah. Lalu menghidar dari Eve.

"Kalo kalian sudah membereskannya, kalian istirahatlah di atas. Aku mau ke dapur sebentar," ujar Anna tanpa melihat ke orang yang ia ajak bicara.

Eve yang menyaksikan gelagat Anna itu pun merasa bersalah. Sementara River dan Arvin yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua saling bercanda pun tampak bertanya-tanya, dengan sikap Anna yang tiba-tiba berubah.

"Lo apain dia?" tanya Arvin ketika Anna sudah menghilang dari pandangannya.

Eve hanya diam saja, lalu gegas menghampiri Anna.

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang