bab 4

45 9 0
                                    

Si gadis menghampiri lima pelajar yang tengah kelelahan itu dengan tenang, sambil membawa beberapa gelas air putih di atas nampan. Lalu, ia membagikannya satu persatu, dan tentu saja mereka terima dengan senang hati menerima.

"Namaku, Anna," ucap si gadis,  dengan mengulurkan tanganya ke River. Dan River pun menyambut tangan lembut milik gadis yang baru ia kenal beberapa waktu lalu itu dengan sopan.

"River," balasnya.

Setelah itu, Anna beralih ke yang lain untuk melakukan hal yang sama. Mereka pun juga memperkenalkan diri masing-masing.

Anna duduk di sebelah Ailee. Lalu berkata, "Tanyakan saja, apa yang ingin kalian kerahui."

Arvin yang tak sabar langsung to the point menanyakan hal yang memang mengusiknya dari tadi, "Tadi itu Zombie?"

"Kami menyebutnya, mereka penduduk di sini, karena memang mereka masih hidup," jawabnya tenang.

"Maksud kata kami itu, kamu tidak sendirian di sini? Maksudku ... yang tidak seperti mereka?" cecar Arvin mencoba untuk mencerna ucapan gadis di hadapannya.

"Iya, aku di sini bersama Ibu," jawabnya singkat.

"Sekarang Ibumu ada di—"

Pertanyaan Helsa terpotong oleh Eve yang tiba-tiba bertanya, "Kalo boleh tahu, apa yang sebenarnya terjadi di desa ini?"

"Desa ini ... sudah dikutuk oleh seorang dukun, yang dulunya menempati gubuk di sana," ujar Anna, sambil menunjuk ke tempat gubuk yang sama. Di mana mereka bertemu dengan Anna pertama kali.

"Dikutuk bagaimana?" tanya Ailee penasaran.

"Dulu, setahuku, Dukun itu sangatlah berpengaruh di desa kami. Waktu itu, aku masih kecil. Jadi, tidak ingat pasti kejadiannya. Yang jelas, Dukun tersebut dibakar hidup-hidup oleh penduduk setempat. Lalu, saat itu juga, si dukun mengucapkan mantra yang membuat tempat ini tak kasat mata oleh orang luar. Begitu pun sebaliknya. Kalian adalah orang pertama yang masuk ke desa ini, setelah bertahun-tahun lamanya."

"Lalu, bagaimana mereka menjadi seperti itu?" Arvin penasaran.

"Mayat hidup itu, termasuk kutukan dari si dukun. Kata ibu aku, hal itu dilakukan, agar penduduk di sini tidak bisa merasakan kematian dengan mudah."

"Kalo boleh tahu, bagaimana mereka mati?" tanya Eve tiba-tiba.

"Kutukan itu mengakibatkan mereka mati dengan cara bunuh diri."

Perkataan Anna, membuat mereka tertegun. Antara percaya dan tidak, tetapi setelah melihat kenyataannya, mereka hanya bisa terdiam saja sambil mengangguk-ngangguk kecil.

"Lalu, bagaimana denganmu? Kenapa hanya kamu dan ibumu yang tersisa di desa ini?" tanya River, karena sedari tadi hal itulah yang memang mengganggunya.

"Ibu ... juga dukun di desa ini. Beliau berhasil menyelamatkan aku dari sihir tersebut. Akan tetapi, hal itu malah, membuat kami berdua menjalani siksaan yang lebih parah daripada mereka di luar sana." Anna mengatakan itu dengan perasaan sedih.

Hal itu tampak jelas, bayangan kesedihan di mata Anna. Bagaimana ia dan ibunya harus menanggung siksaan dari kutukan tersebut selama bertahun-tahun.

"Jadi, selama bertahun-tahun, kamu terjebak di sini? Seharusnya, jika kami bisa masuk. Pasti ada jalan keluar." Ailee mengatakan itu dengan penuh semangat. Sementara Anna diam saja. Ia hanya tidak ingin memiliki harapan. Sebab selama ini usahanya sia-sia saja. Sampai di mana, ia mendengar penuturan Arvin yang membuatnya terkejut.

"Oyah, Gue tadi sempat liat, di dalam gubuk itu, banyak kucing mati, tapi, kenapa semuanya seperti masih baru dibunuh? Apakah ini ada sangkut pautnya dengan kutukan dukun itu?"

Anna terkejut akan perkataan Arvin. Ia reflek berdiri dan berkata, "Itu bukan baru dibunuh. Tetapi memang sudah seperti itu sejak lama. Dan satu lagi, bukankah aku sudah katakan, jangan mendekati gubuk itu?"

Anna terlihat cemas. Raut wajahnya yang tenang itu seketika berubah menjadi ketakutan.

"Kalian, sebaiknya naik ke atas! Nanti aku akan menyusul. Sebentar lagi, dia akan datang!" serunya tergesa-gesa, sambil mengambil kerudung hitam yang diselempangkan begitu saja di leher jenjangnya.

"Siapa yang datang? biar kami membantumu," tawar River ikut cemas.

"Sudah aku bilang, ke atas. Ini bukanlah hal yang bisa kalian hadapi!" teriak Anna mulai kesal.

"Setidaknya kami bisa membantu, bagaimana pun itu. Ini adalah kesalahan kami juga." River tetap bersikukuh untuk membantunya.

Tiba-tiba ... rumah bergetar hebat.

Hiasan-hiasan di dinding berjatuhan ....

Lampu-lampu, berkedip beberapa kali.

Anna menggumamkan mantra yang hanya dapat didengar olehnya saja. Ia cepat-cepat keluar dari rumah itu yang diikuti oleh River.

Sementara yang lain, juga mengikutinya, karena merasa, di dalam pun bukan hal yang baik untuk mereka, setelah beberapa benda hampir mengenai kepala Ailee.

Anna mengambil kembali obor yang ia letakkan di tengah-tengah halaman beberapa waktu lalu. Ia gegas mengidupkan obor yang mati di sampingnya tanpa berhenti melafalkan mantra.

Angin bertiup kencang ....

Kelelawar bertebaran.

Suara mayat hidup yang sempat sunyi itu sekarang mulai meraung-raung memekakkan telinga.

Ada teriakan minta tolong dari segala penjuru.

Beberapa ranting pohon tumbang.

Membuat Anna makin panik. Ia pun sampai mengeluarkan darah dari mulutnya,karena tidak kuat membacakan mantra penghalang.

Akan tetapi ... hal itu tidak membuatnya berhenti melafalkan mantra, sambil berusaha mengimbangkan diri untuk menyalakan setiap obor-obor yang mulai mati karena tertiup angin kencang.

River yang menyaksikan hal itu pun ikut membantu Anna untuk menghidupkan setiap obor-obor di hadapannya. Termasuk yang lain pun juga melakukan hal sama. Sebab masih perlu banyak lagi obor yang harus dinyalakan, di seluruh pagar yang penuh dengan tempat obor itu, mengelilingi rumah besar ini.

Tak lama kemudian, angin kencang itu mendadak mulai menghilang dengan perlahan.

Kawanan kelelawar yang sedari tadi berkeliaran di atas mereka sudah mulai berkurang.

River dan yang lainnya bernapas lega, padahal obor-obor itu, belum dihidupkan semuanya. Akan tetapi, berbeda dengan Anna. Ia malah makin bergumam sendiri dan ketakutan, "Seharusnya bukan seperti ini, bukan seperti ini, ini salah! Ini salah!"

Ailee menyadari hal itu, ia gegas bertanya, "Ada apa?"

"Dia belum pergi! Kalian apakan gubuk itu?" teriak Anna panik.

Hal itu membuat semuanya menatap Arvin.

"Gue cuma membuka pintunya, dan masuk sebentar ke dalam sana," bela Arvin percaya diri.

"Kita telat, sebaikanya kita ke dalam. Aku gagal mencegahnya masuk." Anna mengatakan itu sambil berbalik, kembali ke dalam rumah, meninggalkan mereka dengan segudang tanda tanya.

Desa Terkutuk|| SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang