LOST| 9 kemarahan penghuni gunung

282 40 0
                                    


Devano duduk termenung sambil memangku kepala Ajun. Tangan pemuda itu mengelus lembut wajah sepupunya yang telah pucat pasi tanpa aliran darah. Perasaan tak percaya masih hinggap di hatinya kala ia tak lagi melihat tarikan nafas dari tubuh Ajun.

Tak jarang Devano menepuk pipi Ajun hanya untuk membangunkan pemuda itu.

Cukup lama mereka duduk terdiam, memandangi dua tubuh yang tidak lagi bernyawa. Meyakinkan diri bahwa ini semua hanya mimpi dan pasti akan segera berakhir ketika mereka bangun. Namun semesta tak mengizinkan skenario itu berjalan dengan mudahnya

Ketika pipi di tepuk dan sakit menjalar, mereka yakin kalau ini semua bukan lah mimpi.

"Sekarang kita harus kemana?" Haris bertanya pelan, tersirat nada putus asa dalam setiap lontaran kata yang ia keluar kan

Tidak ada yang tau mereka harus kemana, harus apa, dan harus bagaimana sekarang.

"Kita harus cepat keluar dari sini" Wisnu angkat bicara, namun ucapannya barusan di sambut oleh decakan kesal dari Devano

"Lo tau jalan keluar nya?" Tanya Devano dengan dingin "Lo liat sekitar deh, tempat ini isinya cuma pohon sama mahkluk-mahkluk aneh yang seenaknya ngehukum kita"

Entah keberanian dari mana, namun Devano benar-benar mengucapkan kalimat itu tanpa takut sedikitpun

"Puncak gak berhasil kita pijaki, kita di buat nyasar, dua temen kita mati dan kita semua terancam ikut mati karna ulah satu orang"

"Lo gak bisa asal ngomong gitu, Dev" Rizky menanggapi dengan tenang "kata-kata lo barusan bisa buat kita mati sekarang juga, lo inget tata krama di sini"

Devano terkekeh remeh "Lo liat" tangannya ia arahkan pada tubuh Ajun yang telah kaku "dia mati karna ulah Sean!"

"Ajun hipotermia, dia meninggal karna hipotermia" Bagas membantah, membuat Devano semakin naik pitam

"Lo masih nyangkal juga? Bisa aja habis ini lo mati, karna satu nyawa gak bisa nebus satu kesalahan, kan?"

Wisnu memberikan gesture diam pada Bagas ketika pemuda itu ingin kembali angkat bicara. Keributan ini akan semakin besar ketika segala ucapan Devano di tanggapi dengan sangkalan

Rizky berdecak kesal, Devano dan emosinya adalah masalah besar yang sebenarnya. Pemuda itu sulit sekali mengendalikan emosi, mulut pedas nya bisa saja mengundang bahaya yang lebih besar

"Gue saranin, mending lo jaga omongan deh. Kita gak tau apa yang bakal terjadi karna satu kata yang keluar dari mulut lo itu" Aiden berucap dengan nada kesal "Lo gak bisa seenaknya nyalahin orang"

"Kenapa? Orangnya juga udah mati, masalahnya dimana?" Devano menjawab denga remeh

"Lo gak belajar dari apa yang udah terjadi ya? Gue rasa masalah utama yang buat kita kaya gini tuh mulut lo deh"

Mendengar jawaban Aiden, Devano jelas semakin naik pitam. Pemuda itu berdiri dan menunjuk wajah Aiden dengan penuh emosi "maksud lo apa?!!"

"Woi bajingan!" Jefran yang tersulut emosinya berdiri tepat di hadapan Devano "masih bisa buat ribut lo sekarang? Temen lo baru aja mati, mulut lo gak bisa di anggurin dulu?!!"

"Ajun mati karna temen lo!"

"SEAN JUGA TEMEN LO!!"

"LO BERDUA BISA DIEM GAK?!!" Yuda berteriak keras, matanya menatap tajam pada Devano dan Jefran yang sama-sama mendengus emosi "fikirin cara kita pulang, bukan salah-salahan gini!"

Dava menarik tangan Devano, memaksa pemuda itu untuk kembali duduk "kita tinggalin mayat Ajun di sini kalau lo masih nyari ribut" ancamnya tak main-main

LOST  In The Mountain  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang