27 ] jiwa yang lemah tanpa penopang

245 26 1
                                    


Belom tamat 😭😭😭

Satu bulan berselang...

Pemuda itu terus termenung, tidak ada ekspresi apapun yang di perlihatkan nya. Semua terasa berhenti, ketika ia memilih untuk terus meratap tanpa henti.

Jiwanya seakan telah pergi, meninggalkan raga yang lemah tanpa penopang, hidup nya seakan telah berakhir sejak hari itu

"Ky..." Prasetio, pemuda lain yang sama terluka nya datang menghampiri Rizky yang diam membeku tanpa gairah hidup "jangan begini, mereka gak bakal seneng liat nya"

Tidak ada jawaban yang di dapat Tio, ia hanya mendapati raut wajah Rizky yang sama seperti sebelum-sebelumnya, datar seakan tidak ada kehidupan di dalam tubuhnya.

Tio mengikuti arah pandang Rizky yang sama sekali tidak berubah sejak ia memasuki kamar temannya itu, dadanya sesak seakan di timpa puluhan batu besar kala melihat bingkai foto yang terletak di sebuah meja putih dengan beberapa gelang di sekitarnya. Di foto itu, berdiri tiga belas pemuda dengan senyum cerah yang terpancar begitu indah, seindah sunrise yang muncul di langit Surabaya pagi itu.

"Gue gak nyangka, itu foto terakhir kita" suara serak Rizky memenuhi keheningan di antara mereka berdua, Tio sontak menatap Rizky, meminta penjelasan dari apa yang baru saja ia katakan

"Itu foto terakhir kita semua sebelum pergi ninggalin dunia ini, mereka udah, tinggal lo dan gue"

Tio tentu sangsi saat lontaran kalimat Rizky itu masuk dengan bebas ke telinganya "maksud lo?"

Rizky menatap wajah Tio, ia tersenyum kecil sambil menunjuk dan menatap kembali foto mereka "Ayo kita susul Bagas dan yang lain"

"Lo gila?" Tio memegang bahu Rizky, menariknya hingga mereka saling bertatapan "gue tau lo sedih, tapi gue gak tau kalau kesedihan itu bisa bikin lo berfikir tolol kaya gini!"

Dengan pelan Rizky melepaskan cengkraman tangan Tio "Kita susul mereka, kita udah janji buat sama-sama lo lupa itu?" Rizky tau ini ide gila, tapi akan lebih gila lagi jika ia tidak melakukan ide itu "kalau lo gak mau, biar gue aja"

ia mulai berdiri dan akan melakukan apa yang ia pikirkan sekarang. Sadar akan apa yang terjadi, Tio segera menarik Rizky kembali

"RIZKY!" Teriakan itu akhirnya keluar, Tio kalap dan memukul rahang temannya itu keras

Bugh!

Karna pukulan itu, tubuh Rizky jatuh kelantai, namun dengan cepat Tio tarik kerah baju Rizky memaksa nya untuk bangun dan menatap matanya yang penuh dengan amarah

"LO MAU IKUT NINGGALIN GUE, HUH?! LO MAU NYUSUL MEREKA DAN NINGGALIN GUE SENDIRIAN?!"

Rizky tersenyum kecil, sumpah demi tuhan Tio tidak dapat lagi melihat kehidupan di kedua netra itu

"lo gak bakal sendirian kalau lo ikut"

"Gue pastiin, kalau lo ngelakuin hal itu mereka gak bakal sudi ketemu lo. Mereka bakal nyesel karna udah bersahabat sama orang lemah dan pecundang kaya lo!"

Cengkraman nya ia lepaskan dari kerah baju Rizky, menatap mata temannya itu dengan berani "gue nyesel nemuin lo sekarang, Gue nyesel kenal sama lo, Gue nyesel ikut turun tangan nyari kalian di tempat kejam itu, Gue nyesel kenal kalian semua, Gue benci semua hal yang gue lewatin bareng kalian!"

Tangis Prasetio tumpah, ia melontarkan kalimat yang selama satu bulan ini memenuhi kepalanya. Hatinya sakit karna kehilangan, kini tambah sakit melihat kondisi Rizky yang jauh dari kata baik. Ia datang bermaksud untuk menenangkan diri dengan berbicara bersama Rizky, tapi keputusan itu salah, bukannya tenang ia malah mendapat luka baru dari Rizky.

Rizky menatap Tio yang menangis di depannya, rasanya ikut sakit saat tangisan Tio tumpah begitu saja di hadapannya sendiri. Ia salah, Rizky tau itu tapi bukan salah nya jika ia ingin berakhir dan menyusul teman-temannya

Mungkin Rizky terlalu banyak meratap, terlalu berlarut-larut dan merasa sendirian, hingga ia tak sadar ada Tio yang sama terluka nya dengan dirinya. Bahkan mungkin lebih terluka, mengingat janji terakhir yang mereka ucapkan pada pemuda itu

Rizky ingin mengucapkan ribuan maaf dan penyesalan tapi itu semua tertahan di tenggorokan nya. Yang ia lakukan hanya terus melihat Tio yang masih menangis dan kembali menatap nya dengan tajam

"Lo terlalu berlebihan, ngerasa seakan lo yang paling kehilangan disini. Lo gak liat gimana orang tua mereka yang mati-matian nahan tangis di depan jasad anaknya? Lo gak liat kondisi mama Bagas yang kritis karena Bagas pulang tinggal nama!" Tio memukul dadanya yang terasa sesak, mata nya masih menatap tajam Rizky yang diam mematung

"Lo gak tau kan gimana kondisi keluarga mereka? Gimana hancur nya hati orang tua mereka. Lo gak tau itu karena ngerasa cuma lo yang paling sakit, lo yang paling kehilangan"

Rizky seakan tersedak ludah nya sendiri, perkataan Tio cukup untuk menyadarkan dirinya yang tengah kalut "gue minta maaf, tapi buat ikhlasin kepergian mereka gue gak bisa"

"Lo bodoh, makanya lo gak bisa!"

Setelah kalimat itu di lontarkan, Tio pergi meninggalkan Rizky yang masih tenggelam dalam fikiran nya yang masih cukup kacau. Rizky memang sadar akan apa yang ia lakukan, tapi untuk mencegah dan menahan diri ia tidak sanggup lagi.

Tio meninggal kan kamar Rizky dengan mata yang masih berair, wajahnya kacau dan memerah karena emosi. Dalam hatinya terus memaki dirinya sendiri, kalimat-kalimat bodoh yang ia ucapkan bisa saja membuat Rizky sadar namun juga bisa membuat Rizky semakin kacau

"Tio"

langkanya terhenti kala mendengar ibu dari sang teman memanggil namanya, tampak jelas guratan khawatir dari wajah wanita paruh baya itu

"Rizky udah baik-baik aja, kan?"

Dengan cepat ia raih tangan yang mulai keriput itu, mencium nya dengan tangis yang semakin kencang "Tio minta maaf tante, Tio belum bisa bikin Rizky balik kaya semula. Tio malah memperkeruh keadaan, kita berantem di dalem tadi, Tio pukul Rizky. Tio minta maaf tante"

"Ngga apa-apa, kamu sekarang pulang dan tenangin diri, tante minta doa buat Rizky, ya"

Tio merasa tubuhnya begitu ringan ketika wanita paruh baya itu memeluk dirinya, menepuk sayang pundak nya, terasa begitu menenangkan. Dalam hati, Tio memaki Rizky dengan berbagai sumpah serapah, bagaimana bisa ia berfikir untuk berakhir dan meninggalkan seorang wanita kuat yang cukup menyayangi nya

Pelukan itu terlepas, dan Tio akan mengucapkan salam jika saja tidak terdengar suara hantaman yang cukup keras dari sebuah kamar yang sudah terkunci rapat

"gue bakar semua gelang itu kalau lo  beneran nekat, keparat" desis Tio di sela langkah nya yang laju

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Gak jadi tamat, karna kurang puas sama ending sebelumnya

LOST  In The Mountain  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang