26. Abang Iyan Tersayang✏️

120 49 2
                                    

"Gabut ga sih, Bang?" tanya ku pada bang Iyan yang tengah sibuk memainkan laptop di depanya.

"Ayo jalan-jalan, tapi entar sore deh. Abang nyelesain kerjaan dulu ni." ucapnya yang matanya tidak berpindah menatap layar laptop di depannya.

"Boleh-boleh tu, bawa kak Tari?" Tanya ku lagi.

"Boleh?"

"Emang ada yang ngelarang?"

"Ga sih, kan nanya doang."

"Eleh... bawa aja. Udah lama juga ga jumpa kak Tari."

"Dokter muda yang sibuk," Katanya.

"Iya... sampai ga main kerumah. Lo sering di anggurin ga, Bang?" tanya ku penasaran.

Bang Iyan masih sangat fokus menyelesaikan tugasnya, "Mayan sih, kadang chat gue kaga di balas seharian."

Aku membulat bibir ku seperti huruf O.
"Terus Bang, lo ga bosen gitu kalau chat lo ga di bales? telpon lo kadang ga diangkat? Atau ga, pas nelpon cuma bentar doang?" tanya ku beruntutan.

"Cinta itu bukan hanya soal dia kasih kabar engganya sama kita. Saling memahami dan saling mengerti itu yang di perlukan." Jawabnya.

Aku hanya mengangguk-angguk paham dengan kalimatnya itu. Bang Iyan kembali fokus dengan kerjaanya, sedangkan aku menerawang entah kemana.

Ku tatap deretan foto di ruang keluarga, satu dari puluhan foto itu menarik atensi ku.

"Kok mama segitu bencinya ya sama gue, Bang. Sedangkan ke lo dia sayang banget. Gimana sih rasanya dapat kasih sayang seorang Ibu?" Entah kenapa pertanyaan itu terlontar.

Adrian dia langsung menutup laptopnya meninggalkan tugasnya yang belum selesai, ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Kezia yang sibuk memainkan ponselnya. Entah kenapa adek perempuannya itu bisa tiba-tiba bertanya seperti itu. Padahal topik yang di bahas tadi tidak ada sangkut pautnya.

Adrian mengelus lembut rambut adek bungsunya itu, "Mama ga sebenci itu sama lo. Buktinya dia berjuang dulu buat lahirin lo kedunia."

Kezia menatap mata abangnya dengan berkaca-kaca, "Dunia yang kejam, dunia yang selalu ngasih gue luka, dunia yang selalu ga adil buat gue, dunia yang menyakitkan sampai-sampai gue ga tau apa itu kebahagian." ucapnya dengan nada yang bergetar.

Adrian mendekap erat si bungsu yang kini sudah terisak pilu, "Maafin mama ya, dek. Maafin kalau dia selalu jahat sama kamu."

Kezia dia tidak pernah iri dengan orang-orang yang selalu bisa membeli barang-barang mahal, tas branded dengan persedian terbatas, baju yang di buatkan khusus, makan di di resto mahal yang harganya selangit, perhiasan berlian yang harganya bisa membuat orang terporongo. Kezia tidak pernah iri dengan itu, justru dia iri dengan orang-orang yang bisa merasakan rumah yang sesungguhnya. Kasih sayang seorang ibu, keluarga yang utuh sampai maut yang memisahkan. Itu yang dia mau, itu yang bisa buat dia menjadi iri seiri nya.

***

Langit sore yang masih amat cantik dengan awan tipis-tipis itu terbentang indah di angakasa. Gerombolan burung pipit itu berterbangan di bawah langit yang indah ini. Sesuai janji sang abang kepadanya, sore ini mereka mengunjungi taman terbuka hijau yang selalu ramai di kunjungi orang-orang di saat sore hari.

Hujan Dan Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang