Raina mengatur nafasnya yang sedikit memburu. Tatapannya terfokus kepada seorang laki-laki yang sedang duduk di kursi taman sambil menikmati suasana malam yang begitu sunyi.
"Raindra"
Raina berjalan perlahan mendekati laki-laki itu yang ia yakini adalah sahabatnya.
"Raina? Lo ngapain ke sini malam-malam?"
"Seharusnya gue yang nanya kaya gitu. Lo ngapain disini?"
"Gue cuma jalan-jalan aja. Lagian ya, gue cowok. Jadi wajar aja keluar malam"
"Tapi lo keluar malam di waktu yang tidak tepat!"
"Maksud lo?"
"Gue lagi enggak bercanda, raindra. Jujur sama gue...."
Raindra menyuruh Raina duduk disebelahnya. Ia berusaha tenang menghadapi Raina yang terlihat berbeda dari biasanya. Bahkan ia tidak mengerti, mengapa suara Raina terdengar begitu lirih?
"Lo sakit apa?"
Raindra mengangkat sebelah alisnya. Kini banyak pertanyaan yang terlintas dipikirannya.
"Lo ngapain kabur dari rumah sakit? Lo jangan bikin orang lain cemas. Dari tadi dokter andy nyariin lo"
Raina menggenggam tangan Raindra yang begitu hangat, "Sekarang lo jujur sama gue. Lo sakit apa?"
"Na... Gu–"
"Jujur sama gue, raindra!" tegas Raina. Tanpa disadari olehnya, air mata jatuh membasahi pipinya.
"Gue udah tau semuanya, dari dokter andy. Sebenarnya gue udah tau kalau lo sakit. Gue tau karena ngeliat ekspresi lo yang kadang terlihat kesakitan. Lo kenapa gak mau jujur sama gue? Padahal gue ingin tau semua ini dari lo, bukan dari orang lain. Gue masih sahabat lo kan?"
"Gue enggak mau buat lo khawatir...."
"Dengan cara nyembunyiin semua ini, lo pikir gue enggak khawatir? Lo salah raindra. Lo enggak ngasih tau semua ini ke bokap nyokap lo kan? Lo pikir mereka enggak khawatir? Mereka akan sangat terkejut saat mereka tau, anak mereka satu-satunya mengidap penyakit kanker otak stadium akhir"
Raindra menghapus air mata Raina, lalu mengecup keningnya. Sesekali ia tersenyum melihat Raina yang terlihat sangat mengkhawatirkannya.
"Gue takut, lo menghindar dari gue. Kalau gue cerita semuanya dari awal, akan membutuhkan waktu yang lama. Gue yakin, lo akan bosen dengar cerita gue"
"Enggak akan!"
Raindra terkekeh geli melihat respon Raina. "Oke-oke, gue akan cerita. Mungkin gue akan cerita sisanya aja kali ya? Dokter andy udah cerita kan sama lo?" tanya Raindra yang langsung diangguki oleh Raina.
"Alasan gue enggak mau operasi saat masih SMP, ya karena gue takut. Saat itu gue masih labil, belum ngerti yang namanya serius. Gue enggak mau ngasih tau penyakit gue ke bokap nyokap, karena gue enggak mau buat mereka khawatir. Saat itu, gue yakin banget. Gue akan sembuh. Kalaupun berakibat fatal, gue akan nerima resikonya...."
"....Saat gue masuk SMA. Gue ketemu lo. Gue ngerasain hal yang berbeda, gue ingin cepat sembuh. Tapi, gue ngerasa ada hal aneh di dalam tubuh gue. Gue sering ngerasain sakit, tapi itu masih awal, enggak sesakit kaya sekarang. Gue baru sadar, ternyata ucapan dokter andy benar. Penyakit kalau sudah parah, akan susah untuk di sembuhkan"
Raindra membawa tubuh Raina ke dalam pelukannya. Saat ia mendengar suara isak tangis, Raindra mengusap punggung Raina yang sedikit gemetar.
"Na, jangan nangis. Gue tambah sakit kalau dengar suara tangisan lo"

KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Teen FictionRaina Putri Aurelia, wanita yang jarang sekali berkomunikasi dengan orang lain kecuali dengan sahabat laki-lakinya. Ia sering sekali dilibatkan oleh berbagai masalah karena sahabatnya itu. Tanpa ia sadari, teman laki-lakinya dimasa lalu hadir dengan...