❝Pada akhirnya, lo cuma bisa milih satu orang, Ra. Haikal atau Jevan?❞
Dalam hidup Kinara, Haikal dan Jevan adalah bagian yang tak akan pernah bisa tergantikan oleh siapapun. Mereka memiliki porsi masing-masing di hatinya. Haikal si tetangga rese ya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sejak awal Kinara memang tidak menggunakan perasaannya dalam mengikuti permainan yang Jevan buat. Kinara tahu betul risiko seperti apa yang akan dia alami jika sampai berani membuka hati.
Bersyukur karena Kinara sudah terbiasa mendapatkan perhatian manis yang agak clingy dari orang-orang disekitarnya. Sehingga, gombalan Jevan selama ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang selama ini dia dapatkan.
Tapi, jika boleh jujur, Kinara sedikit merasa kecewa. Bukan kecewa pada Jevan yang mempermainkan perasaannya, namun pada dirinya sendiri yang tidak pantas dicintai. Seharusnya sejak awal Kinara berusaha merubah diri, memperbaiki apa yang bisa diperbaiki dan tampil lebih percaya diri.
Namun sesuatu berteriak keras dalam benak Kinara. Semua perubahan yang nantinya memunculkan diri baru pada dirinya, haruslah dilandaskan pada keinginan hatinya. Bukan karena ingin menggaet lawan jenis seperti apa yang dipikirkannya saat ini.
"Heh! Ayo cepet dipake helmnya, mau ditilang? Gue nggak mau, ya, SIM berharga yang gue dapetin dari hasil nembak ini ditahan Polisi!"
Kinara mendengus kesal saat Haikal tiba-tiba saja menginterupsi lamunannya yang entah sejak kapan melayang entah kemana. Padahal dirinya sedang berdiri di depan teras rumah Haikal, dengan si pemilik rumah sibuk memanasi motornya.
"Bacot amat, tinggal nembak lagi apa susahnya? Orang dalem bertebaran kali, Kal. Nggak usah khawatir, kalo ada uang, semua urusan gampang," balasnya seraya dengan cepat mengenakan helm lalu menyusul Haikal yang sudah siap di atas motornya.
Kinara melingkarkan tangannya pada perut Haikal, membiarkan tubuh bagian depannya menempel pada punggung tegap itu, lalu kemudian menyamankan dagunya pada pundak Sang sabahat.
Posisi ini selalu membuat Kinara mengingat kejadian di saat keduanya masih bocah ingusan. Dimana saat itu Kinara kecil untuk pertama kalinya dibonceng Haikal menggunakan sepeda. Hal tidak menyenangkan terjadi, Kinara terjatuh saat jalan yang mereka lalui tidak rata dan pegangannya pada ujung baju Haikal tidak terlalu kuat.
Kinara kecil menangis, meraung kesakitan karena lututnya mengeluarkan darah setelah bergesekan dengan aspal. Haikal yang saat itu merasa bersalah segera memeluk Kinara, menggumamkan kata maaf seraya berseru.
"Ndut, kamupelukakuajabiarnggakjatuh. Kan, kalaukalaukamupelukaku, pas jatuh, akujugajatuh, sakitnyadibagi dua biarkamunggaknangis"
Sejak saat itu, Kinara selalu memeluk Haikal ketika dibonceng. Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang.
Setelah dirasa Kinara nyaman pada posisinya, Haikal pun melajukan motornya membelah jalanan Ibukota yang tak pernah sepi.