Menginjak tahun ajaran baru, biasanya para siswa-siswi mulai kembali disibukkan dengan berbagai kegiatan diluar jam pelajaran yang melibatkan organisasi atau ekstrakurikuler masing-masing. Seperti sekarang ini, para anggota ekskul paduan suara sedang berkumpul untuk mengatur jadwal dan membahas mengenai perekrutan anggota baru. Mereka berkumpul di ruang padus, duduk melingkar dengan beralaskan karpet.
"Okay, mulai sekarang gue bakal lebih ngandelin anak kelas sebelas. Jangan ada yang nanya kenapa, karena gue yakin kalian semua pasti paham. Buat latihan, kita mulai minggu depan aja. Minggu ini kita fokus persiapan perekrutan, minggu depan baru mulai latihan. Gue harap semuanya bisa bekerjasama sesuai dengan tugasnya. Sampai sini ada yang mau ditanyain?"
Kinara menutup ucapannya dengan pertanyaan. Kendati begitu, dia berharap tak ada lagi yang bertanya sebab hari sudah mulai larut, Kinara harus segera pulang.
"Cukup, Kak."
Kinara menghela nafas lega. "Alhamdulillah, udah gue duga, sih, sebelumnya. Anak padus pasti pada pinter, nggak ada yang telmi."
Setelahnya, Kinara menutup forum lalu membiarkan anggotanya untuk mengobrol atau sekedar memainkan ponsel selama sepuluh menit. Sementara dirinya pergi ke ruang guru untuk memberikan laporan kepada pembina paduan suara mengenai apa-apa saja yang tadi dia dan yang lainnya bicarakan.
Namun tiba-tiba saja sesuatu menggelinding lalu berhenti setelah menabrak kakinya. Kinara sontak menghentikan langkahnya, menyapukan pandangan ke sekitar guna mencari si pemilik benda bulat berwarna oranye tersebut.
Pencariannya terhenti kala suara derap kaki terdengar mendekat, lengkap dengan desahan nafas lelah khas orang yang sedang berolahrga. Tanpa menunggu lama, Kinara segera meraih bola tadi lalu memberikannya kepada orang tersebut.
Sepuluh detik lamanya tangan Kinara tetap mengambang di udara sebab si pemilik bola seakan tak berniat untuk meraih benda bulat tersebut. Lelaki itu jutru menatap lurus ke arah Kinara.
"Mohon maaf, tangan gue pegel. Bisa diambil dulu nggak?"
Cowok itu mengangguk lalu meraih bola miliknya. Kinara kira cowok itu akan mengucapkan terimakasih lalu pergi, atau langsung pergi pun tak masalah. Namun yang dilakukan cowok itu justru membuat tubuh Kinara mematung.
"Gue suka sama lo,"
Untuk beberapa detik Kinara terdiam, atau bahasa gaul jaman sekarang, sih, ngebug namanya. Namun tak lama gadis itu memandang jenaka ke arah cowok yang dia ketahui adalah kapten basket sekolahnya.
"Bentar, gue mau ketawa tapi nggak tau konteks omongan lo apa. Ini lo lagi ngelawak? Ngebully gue? Atau lo mabok?" tanya Kinara serius.
Cowok bernama Jevan itu tak merubah raut wajahnya. Masih kalem, terkesan dingin dengan mata tajam yang terus tertuju ke arah manik Kinara. Bohong jika Kinara tidak merasa terintimidasi. Karena nyatanya, aura arogant Jevan begitu terasa seolah mencekik lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Longer
Jugendliteratur❝Pada akhirnya, lo cuma bisa milih satu orang, Ra. Haikal atau Jevan?❞ Dalam hidup Kinara, Haikal dan Jevan adalah bagian yang tak akan pernah bisa tergantikan oleh siapapun. Mereka memiliki porsi masing-masing di hatinya. Haikal si tetangga rese ya...