Kinara merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mengabaikan kerusuhan yang dibuat oleh teman-teman kakaknya yang kian bertambah. Malam kali ini kembali terasa sepi sebab kedua orangtua serta adiknya belum juga kembali dari Bandung—rumah neneknya. Padahal biasanya Kinara tak pernah berjauhan dengan sang ibu, kecuali saat sekolah dan bimbingan belajar.Terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya diantara empat anak laki-laki membuat Kinara begitu dijaga dengan ketat. Apapun yang dia lakukan harus berada dalam pengawasan. Segala perintah dan larangan orangtua serta ketiga kakaknya bersifat mutlak, pantang bagi Kinara melanggar.
Saking dikekangnya, Kinara bahkan masih tidur bersama sang ibu di usianya yang menginjak tujuh belas tahun. Saat akan mengenakan pakaian pun harus dengan izin orang-orang rumah. Jika ada yang tidak suka dengan pakaian yang dikenakannya, maka Kinara harus menggantinya. Ini belum apa-apa, masih banyak lagi aturan-aturan tidak masuk akal yang sialnya harus tetap dipatuhi oleh Kinara.
Dalam rangka mengisi kegabutannya, Kinara memilih memainkan ponsel. Mengecek beberapa media sosial yang dia punya, tak berniat apa-apa, hanya ingin melihat apakah ada pesan masuk atau tidak. Karena Kinara bukanlah tipe cewek yang aktif dalam bersosial media. Pengikut instagramnya saja tak lebih dari dua ratus, itu pun hanya orang-orang yang dia kenali, sisanya hanya toko-toko online yang menjual penurunan berat badan.
"Ra! Makan dulu!"
Panggilan dari balik pintu kamar berhasil membuat Kinara beranjak dari posisi rebahannya, melempar asal ponselnya ke tempat tidur. Dengan malas gadis itu membukakan pintu lalu mengekori seorang pemuda bertubuh tinggi tegap yang tadi menyuruhnya makan.
Saat menuruni tangga, Kinara bisa melihat gazebo besar di samping rumahnya dipenuhi pemuda-pemuda yang sedang asik mengobrol, beberapa diantaranya terlihat sedang merokok. Itu bukan pemandangan yang baru, teman-teman kakaknya memang seperti itu.
"Itu apa, Bang?" tanya Kinara saat keduanya sudah sampai di meja makan. Kinara menanyakan isi dari kantong kresek yang ada di atas meja makan.
"Buka aja, jangan banyak tanya," sahut pemuda tadi sambil mengambil beberapa piring serta mangkuk yang akan digunakan. Sedangkan Kinara sudah duduk di kursi meja makan dengan bibir mengerucut.
"Galak banget," desis Kinara kesal.
"Gue denger."
"Lah, yang bilang Abang tuli siapa? Nggak ada, kan?"
Cowok bernama Leo itu berdecak sambil melirik Kinara tajam. "Cepet makan, atau pipi tumpah lo yang gue makan."
Kinara mendelik tajam sambil menangkup kedua pipinya. Kakak ketiganya itu memang sangat suka sekali melakukan kekerasan dengan mencubit atau bahkan menggigit pipi bulatnya. Jadi, daripada si pipi menjadi korban, lebih baik menurut saja.
Namun kegiatannya yang sedang membuka bungkusan berhenti ketika tahu apa isi dari bungkusan tersebut. Matanya bergulir ke kiri dan ke kanan, berjaga-jaga takutnya ada dua kakaknya yang lain di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Longer
Fiksi Remaja❝Pada akhirnya, lo cuma bisa milih satu orang, Ra. Haikal atau Jevan?❞ Dalam hidup Kinara, Haikal dan Jevan adalah bagian yang tak akan pernah bisa tergantikan oleh siapapun. Mereka memiliki porsi masing-masing di hatinya. Haikal si tetangga rese ya...