1. The Flaw in the Morning

737 85 41
                                    

"Tak perlu menjadi sempurna untuk merasa bahagia."

"Lima enam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lima enam ... lima tujuh ... lima delapan ... lima sembilan ...."

Tepat pukul 07.00 Jayden mengetuk nama mama di daftar kontak ponselnya. Ia lalu menunggu dengan menangkupkan alat komunikasi pintar itu pada telinga dan mulai menghitung lagi seiring dengan terdengarnya bunyi nada panggil.

"Satu ... dua ... tiga ...."

"Halo?" Lisyana, mama Jayden, mengangkat teleponnya tepat setelah hitungan ketiga. Di sana, napas wanita itu terdengar terengah.

"Pagi, Ma," sapa pemuda yang usianya di pertengahan dua puluhan itu. "Mama lagi apa?"

"Pagi, sayang. Mama sedang di treadmill. Kamu udah sarapan?"

"Udah, barusan. Sarapan apel sama susu."

"Good. Apa rencana kamu hari ini?"

"Mau motret ke balai kota sama Zack, Ma."

"Oke. Hati-hati di jalan, jangan makan sembarangan dan jangan lupa bawa saputangan ya, sayang."

"Ya, Ma."

Kalimat penyanggupan itu menandai berakhirnya panggilan telepon yang Jayden buat. Panggilan telepon yang ia lakukan setiap hari, pada jam dan dengan isi pembicaraan yang sama. Seperti skenario yang sudah dihafal oleh kedua tokohnya dan dipraktikkan setiap hari.

Sejak setahun terakhir tinggal terpisah dari Lisyana, Jayden merasa harus mengetahui keadaan mama setiap hari. Bila tidak, ia akan merasa ada sesuatu yang kurang atau yang lebih gawat, ia bisa merasa cemas. Dan setelah mengetahui mamanya baik-baik saja, ia akan merasa lega.

Sebenarnya, tinggal sendiri di apartemen mewah itu bukanlah kemauannya, melainkan ide Zaki, sahabatnya sejak SMP--satu-satunya sahabat yang ia miliki sampai sekarang dan satu-satunya sahabat yang Lisyana restui.

Hingga SMA, mereka masih bersama. Mereka hanya berpisah saat berkuliah di universitas yang berbeda. Namun mereka tetap dipersatukan oleh hobi mereka, memotret.

Beberapa bulan yang lalu, kakak perempuan Jayden, Fiona, menawarkan untuk memamerkan foto-foto mereka pada malam perkenalannya sebagai direktur galeri yang baru--menggantikan Lisyana--bulan depan. Dan mereka langsung menyanggupi. Karena itulah beberapa hari belakangan ini, keduanya lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan, memotret gedung dan jalanan kota Bandung.

Jam di layar ponsel Jayden kini menunjukkan waktu pukul 07.04. Masih ada waktu untuk bersiap sebelum Zaki datang menjemput pada pukul 07.30.

Pemuda itu memasuki kamar dan membuka salah satu bilik lemari yang berisi kemeja-kemejanya yang berwarna biru. Pilihannya pagi ini jatuh pada kemeja putih bergaris biru muda. Ia lalu segera mengenakannya, langsung membungkus kulitnya yang agak kecokelatan akibat sering menghabiskan waktu dengan memotret jalanan. Modelnya yang cukup pas di tubuh membuat otot bisepnya tercetak jelas di lengan kemeja. Dan terakhir, ia memadukan penampilannya pagi itu dengan celana jins berwarna biru pudar.

✔Pictures of the ImperfectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang