Zaki mendekatkan mulutnya pada telinga Jayden. "Coba tanyain, apa ada hukuman lain?" bisiknya.
Sesuai perintah, Jayden menghadapi Rania. "Bisa gak, kalau hukumannya yang lain aja?" tanyanya.
Gadis itu menggeleng. Sementara senyum miringnya menunjukkan seolah ia sedang meremehkan kemampuan kedua tamunya makan makanan pedas.
"Gimana kalau gue gak mau?" Jayden masih berusaha bernegosiasi.
"Kamu ngak boleh motret saya," tantang Rania.
Sekali lagi, Zaki mendekatkan mulutnya pada telinga sahabatnya. "Gimana, sob?"
"Kayaknya gue gak punya pilihan, Zack," balas Jayden.
Sontak netra bulat Zaki seperti hendak melompat ke luar mendengar pernyataan lelaki yang berdiri di sampingnya itu. "Jangan gila, Jay. Lo makan makanan pedas aja gak bisa. Ini level tiga!"
"Ya habis mau gimana lagi? Gue udah telanjur janji," desah Jayden. Lalu kepada Rania ia mengangguk.
Di hadapan mereka, gadis itu tersenyum penuh kemenangan. Namun saat berbalik memunggungi kedua lelaki itu, senyumnya berubah menjadi seringai. Mereka belum tahu, dengan menambah satu cabai saja, seblak Mang Dudung sudah terasa menyengat. Apalagi tiga? Dan Rania tak sabar menanti saat-saat lidah para tamunya menjulur karena kepedasan.
"Eh, Neng Rania. Gak ngegambar?" sapa seorang pria yang usianya diperkirakan sudah berkepala empat. Ia tengah berdiri di balik panci-panci berisi bahan seblak saat ketiganya memasuki kedai itu. Sementara di bahunya yang kurus tersampir serbet bermotif kotak-kotak warna hitam putih. Jayden dan Zaki pun langsung menebak ia-lah si pemilik kedai yang bernama Mang Dudung.
Senyum Rania mengurai lebar diiringi dengan gelengan kepala.
"Mau lepel berapa, Neng? Yang biasa?"
Tanpa bersuara, gadis itu mengacungkan tiga jarinya.
"Tiga?" ulang Mang Dudung dengan mata membelalak seolah pelanggannya itu baru kali ini memesan hidangan dengan tingkat kepedasan yang lebih tinggi.
Reaksi itu segera mengirim kecurigaan pada Jayden dan Zaki bahwa Rania juga tak biasa memesan seblak level tiga. Seketika, kedua pemuda itu pun merasakan mulas di perutnya.
"Tiga porsi ya, Mang," tambah Rania sebelum mengambil tempat duduk di samping birai jendela yang tak berkaca.
"Siap," sahut pria itu seraya membentuk jempol dan telunjuknya menjadi huruf O.
Kedua tamu Rania menyusul kemudian. Namun hanya Zaki yang langsung duduk, sementara Jayden mencabut beberapa helai tisu dari kotak di tengah meja dan mengelap bangku serta mejanya dulu sebelum memosisikan diri di samping sang sahabat.
"Jadi, kapan kamu mau motret saya?" tanya Rania begitu berhadapan dengan tamu-tamunya.
"Paling cepat besok," balas Jayden. "Lo punya rencana apa besok pagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Pictures of the Imperfections
Romance[Romance] Mengidap OCD sejak sekolah menengah, Jayden benci bila nasi di piringnya bercampur dengan sayur. la benci bila pakaian di lemarinya tidak tersusun sesuai warna. la benci bila piring-piring di raknya tidak terurut dari yang berukuran kecil...