7. The Flaw in the Girl

243 48 27
                                    

Hujan deras, macet dan antrean tol yang panjang akhirnya membawa Fiona baru tiba di rumah lebih dari satu jam kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan deras, macet dan antrean tol yang panjang akhirnya membawa Fiona baru tiba di rumah lebih dari satu jam kemudian. Untuk soal ini, alasan Jayden pindah ke apartemen cukup masuk akal. Namun ia percaya masih ada hal lain yang si bungsu itu sembunyikan.

Mbok Atun muncul di garasi tepat saat ia mematikan mesin sedan mewahnya di sana. Biasanya wanita paruh baya itu bersiap di sana untuk membantu membawakan barang-barangnya. Namun malam ini ia tak membawa apa-apa selain tas tangan.

"Malam, Non," sambut wanita itu.

"Malam, Mbok," sahut Fiona.

"Sini, Non, saya bawain tasnya." Mbok Atun mengulurkan kedua tangannya.

"Gak usah, Mbok. Ringan, kok."

"Non mau langsung makan atau mau mandi dulu?"

"Langsung makan aja. Mama udah makan?"

"Belum."

"Belum?" ulang Fiona dengan bola mata membesar.

"Mau nunggu Non, katanya," jelas Mbok Atun dengan raut takut-takut. Takut dimarahi. Dulu, ia terbiasa menerima amukan sang nyonya rumah bila Jayden kecil menolak makan. Dan ia boleh bernapas sedikit lega ketika pemuda itu pindah ke apartemen dan Fiona pulang untuk menetap. Tak seperti ibunya, gadis ini bertemperamen lebih tenang dan sabar.

Fiona mengembuskan napas kasar. "Ya udah, siapin aja makanannya, Mbok," suruhnya.

"Baik, Non." Mbok Atun mendului langkah Fiona menuju dapur, sementara gadis itu mencari sang mama di ruang tengah.

Lisyana didapatinya tengah menonton drakor di ruang duduk. Setelah jabatannya di galeri diwariskan pada putri sulungnya, ia menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Dan menonton drakor menjadi salah satu hobi barunya.

Wanita itu mendengar suara ketukan sepatu menuju ke arahnya dan segera mengalihkan mata dari TV. Di balik punggung, sosok Fiona tampak semakin besar seiring dengan langkahnya yang mendekat. Gadis itu terlihat lelah tapi masih mengupayakan senyum baik-baik-saja.

"Kok baru pulang, Fi?" sambut Lisyana.

"Iya, Ma. Macet," Fiona beralasan seraya membungkuk di samping mama untuk memberi kecupan di pipi kiri dan kanannya. Setelahnya, ia menghempaskan diri di samping wanita itu.

"Mama kok belum makan?" tanyanya kemudian.

"'Kan nungguin kamu."

"Kalau Fi pulangnya terlambat terus, masa Mama masih mau nungguin? Kalau Mama sakit gimana?"

Lisyana tersenyum tipis. "Eh, gimana? Udah ketemu Jay?" Ia beralih topik.

"Udah."

"Terus, kamu udah sampaikan pesan Mama?"

"Udah."

"Apa katanya? Kapan dia mau pulang?"

Fiona menggeleng. "Dia gak bilang apa-apa."

✔Pictures of the ImperfectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang