Selama ini Rania hanya mengenal penyakit batuk, pilek, demam serta penyakit kulit seperti kudis, kurap, panu. Ia pun tak tahu bahwa penyakit mental juga punya nama. Lalu apa penyakit jiwa yang diidap tetangganya yang senang berpakaian compang-camping dan kadang mengamuk tanpa sebab itu juga punya nama? Apa penyakit Jayden ini bisa disamakan dengan penyakit tetangganya itu?
Sebelum Rania bisa mencerna nama asing itu, Jayden mulai mengetik lagi. Lebih panjang daripada sebelumnya. 'Sejak mengidap gangguan itu, gue harus melakukan banyak hal berkali-kali. Setiap mau ninggalin rumah, gue harus ngecek kompor, jendela, pintu berulang kali. Gue bisa mandi lima atau enam kali sehari kalau ngerasa kotor. Kalau itu gak gue lakukan, gue bisa panik. Akibatnya gue jadi sering terlambat.'
Kernyitan di pangkal hidung Rania belum mengurai bahkan dengan penjelasan panjang itu. Tak pernah sebelumnya ia mendengar orang yang bisa panik karena tak mengecek kompor, jendela dan pintu hingga berkali-kali.
'Sorry. Bukannya mau menghina, tapi gue gak bisa ada di lingkungan yang kotor. Gue gak suka bersentuhan dengan orang lain. Ngelihat lingkungan lo kemarin, gue hampir panik. Makanya gue cepat-cepat pergi,' lanjut pemuda itu.
Kotor. Kata itu sungguh menikam Rania. Terlebih dicetuskan dari mulut Jayden yang beberapa hari belakangan ini membuat bunga-bunga di hatinya bermekaran dan membuat kupu-kupu di perutnya terus beterbangan.
Rasa marah bercampur kecewa seketika mendorongnya ingin membalas penjelasan lelaki itu. Dengan tekanan keras pada keypad ponselnya, ia mengetik, 'Terus, ngapain kamu masih ke sini?'
'Gue perlu bantuan lo,' jawab Jayden. Jawaban yang membuat alis Rania kembali berkerut. Bantuan seperti apa yang lelaki ini harapkan dari gadis 'kotor' seperti dia?
'Kamu bilang lingkungan saya kotor. Tapi kenapa kamu malah minta bantuan dari cewek yang asalnya dari lingkungan kotor?'
'Gue perlu lingkungan positif untuk sembuh.'
Rania semakin tak mengerti dengan permintaan Jayden. Bagaimana mungkin pemuda keren di hadapannya itu bisa menyebut lingkungan ini positif? Lagi pula ia bukan dokter yang bisa menyembuhkan penyakit apa pun. Lalu dengan tekanan yang mulai melunak pada keypad-nya, ia mengetik, 'Sudah pernah ke dokter?'
Ada senyum samar yang mengulas di bibir Jayden. Gadis ini mengira gangguannya bisa diobati oleh dokter biasa. Namun ia membalasnya juga. 'Kondisi gue gak bisa diobatin sama dokter biasa, meskipun ada obatnya. Ini lebih rumit daripada itu.'
'Terus, apa maksudnya "lingkungan positif"?'
'Teman-teman yang bisa mendukung gue untuk sembuh.'
'Apa kamu gak punya teman lain selain saya?'
'Ada satu. Tapi gue butuh lebih.'
'Keluarga kamu?'
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Pictures of the Imperfections
Romance[Romance] Mengidap OCD sejak sekolah menengah, Jayden benci bila nasi di piringnya bercampur dengan sayur. la benci bila pakaian di lemarinya tidak tersusun sesuai warna. la benci bila piring-piring di raknya tidak terurut dari yang berukuran kecil...