13. The Flaw in the Presumption

178 45 25
                                    

Dyah memang tak pernah mengamankan ponselnya dengan password untuk membebaskan Rania mencari informasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dyah memang tak pernah mengamankan ponselnya dengan password untuk membebaskan Rania mencari informasi. Dan benda yang saat ini tertinggal di meja dalam warung itu dimanfaatkan olehnya untuk mencari tahu lebih banyak tentang gangguan mental yang diidap Jayden.

Di aplikasi mesin pencari, gadis itu hanya mengetikkan tiga huruf 'OCD' disusul dengan mengetuk tombol bergambar kaca pembesar di sudut kanan bawah. Beberapa judul artikel muncul dalam sekejap di layarnya.

Tak ingin terlalu lama memilih, Rania mengetuk artikel pertama. Ia pun langsung berhadapan dengan sebuah artikel panjang tentang gangguan mental itu. Sebagian besar persis seperti yang sudah Jayden jelaskan. Di situ juga dimuat tentang pengobatan, makanan yang harus dihindari serta bagaimana menghadapi penderitanya.

Ternyata gangguan yang diderita Jayden tak sesepele yang diduganya. Dan mengetahui bahwa penderitanya mungkin tidak akan bisa sembuh, Rania mulai bertanya-tanya perihal kemampuannya mendampingi lelaki ini.

Netra gadis itu meninggalkan layar ponsel yang digenggamnya saat menangkap gerakan dua orang di depan warung sang bunda. Mulanya ia mengira tengah kedatangan pelanggan. Namun begitu tatapannya ditujukan ke arah pekarangan, bukan sosok pelanggan yang ia dapati, melainkan ibu sedang mengacungkan sapu lidi di udara. Sementara di depannya, Jayden berusaha menghindar. Kedua tangan yang terangkat sebagai tanda menyerah tak digubris oleh Dyah. Wanita itu berkali-kali menyabet sisi kiri dan kanan tubuh Jayden dengan sapu lidinya sambil berteriak.

Rania sontak berdiri dan menghambur ke luar. Sigap, dijauhkannya ibu dari pemuda itu dengan menarik lengannya. "Ibu, jangan."

Kemampuan bersuara gadis itu yang terbatas tenggelam dalam teriakan Dyah. "Pergi kamu! Mentang-mentang keren terus bisa seenaknya menghina anak saya!" tudingnya pada Jayden.

"Jangan, Bu. Tolong!" pekik Jayden sambil melindungi wajahnya dengan lengan.

Sementara para tetangga yang terpancing dengan keributan itu, satu per satu muncul di pekarangan rumah masing-masing. Sorot mata mereka dipenuhi tanya. Beberapa pejalan kaki pun ikut menjeda perjalanannya dan saling berbisik. Hanya dalam waktu sekejap, pertikaian itu sudah menyita perhatian belasan orang.

"Lepasin Ibu, Rania. Orang seperti dia pantas dihajar." Dyah masih mengayun-ayunkan sapu lidi itu di udara.

Sadar tak bisa menghentikan amukan ibunya, Rania menyisip di antara kedua orang itu. Dan Jayden memanfaatkan kesempatan yang ada untuk bersembunyi di balik punggung Rania.

"Kamu minggir. Dia sudah menghina kamu. Ibu gak terima."

"Bu, udah. Malu dilihat orang."

Mendengar sang putri hanya menanggapi dengan ringan, Dyah menatapnya tak percaya. "Kamu belain dia?" tanyanya seraya menuding sosok di belakang Rania dengan sapu lidi yang masih digenggamnya. Namun begitu penglihatannya beralih ke sana, ia tak bisa menemukan laki-laki itu. "Mana dia? Kabur? Dasar pengecut."

✔Pictures of the ImperfectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang