2. The Flaw in the Picture

458 70 32
                                    

Untung saat itu Dyah sedang tidak bersamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untung saat itu Dyah sedang tidak bersamanya. Kalau ia sampai melihat kejadian tadi, mungkin Rania tak diperbolehkan bepergian lagi. Dyah memang sangat protektif terhadap putrinya. Ia selalu menjaga pergaulan Rania hingga Rania hingga kini tak punya teman dekat, kecuali tiga orang teman kecilnya, Bintang, Bunga dan Ilham. Padahal Rania adalah gadis periang yang senang bertemu banyak orang.

Jantung gadis itu masih berdetak tak beraturan untuk beberapa saat lamanya. Dan sejenak ia membiarkan paru-parunya terisi banyak-banyak oleh oksigen untuk menenangkan diri. Lalu saat debaran tak karuan itu mulai mereda, ia kembali menapak. Kali ini lebih hati-hati karena masih ada tiga penyeberangan lagi--termasuk rel kereta--sebelum akhirnya ia tiba di taman balai kota.

Setelah diperindah, balai kota ini jadi kebanjiran pengunjung, sekalipun di awal pekan. Sejak melintasi pintu selatan, tampak olehnya beberapa gerombol bocah cilik berkumpul di samping kendaraan-kendaraan Bandros¹ yang entah ke mana akan membawa mereka. Di sebelah Utara, di depan instalasi seni berbentuk tulisan Love yang digantungi gembok-gembok cinta, sekelompok manula tengah senam pagi mengikuti seorang instruktur. Lalu di sebelah kanan, tempat dibangunnya sungai buatan yang jernih, bukan cuma anak-anak yang mencebur ke sana tapi juga orang dewasa, meskipun airnya hanya setinggi mata kaki.

Rania melanjutkan perjalanannya hingga tiba di bagian Barat taman yang dipenuhi semak dan cukup sepi. Satu-satunya bangku yang berada di sana pun kosong. Tempat yang cukup tenang untuk menggambar tanpa gangguan.

Ia segera mengeluarkan peralatan menggambarnya begitu bokongnya mendarat di bangku semen itu. Objek pilihannya pagi ini adalah menara gereja di sudut jalan.

*

Tempat parkir di balai kota itu tinggal menyisakan satu lahan untuk ditempati SUV milik Jayden. Di paving block yang becek pula. Namun pilihan apa yang ia miliki? Dengan terpaksa, ia harus membawa mobil ini ke tempat pencucian sekeluarnya dari tempat ini nanti--karena ia tak pernah mencuci mobil sendiri.

"Kita mencar ya, Zack. Nanti ketemu lagi di sini," usul Jayden seraya menyiapkan kamera DSLR-nya yang berlensa kit².

"Oke. Gue ambil sebelah Timur," balas Zaki tanpa menatap lawan bicaranya. Ia sedang asyik mengatur setting kameranya.

Permintaan Zaki sebenarnya sudah Jayden duga. Sahabatnya adalah penggemar backlighting yang lebih suka memotret menantang matahari. Objek-objek hasil jepretannya pun banyak yang memancarkan cahaya dari belakang. Sementara dia lebih suka bayangan yang dibentuk oleh lekuk-lekuk gedung yang diabadikannya. Namun di musim hujan seperti ini, di mana matahari cukup enggan memancarkan sinarnya, tampaknya harapannya agak sulit terwujud. Seandainya ada pun, mungkin bayangan itu tak sekeras yang diinginkannya.

Sambil melihat-lihat sekitarnya, pemuda itu menyusuri trotoar ke arah Barat. Kamera yang ia gantungkan di pundak kanan berayun pelan seiring gerak langkahnya. Di seberang gedung Bank Indonesia, ia berhenti sejenak dan mengangkat kameranya. Bunyi 'cekrek' lalu terdengar kala ia sudah menemukan sudut yang tepat.

✔Pictures of the ImperfectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang