Prologue

739 83 16
                                    

Notes for the readers:Terima kasih untuk tidak minta feedback/boomvote/saling dukung maupun promosi di DM/wall/komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Notes for the readers:
Terima kasih untuk tidak minta feedback/boomvote/saling dukung maupun promosi di DM/wall/komen. Apa pun bentuknya, itu adalah spam. Silakan berpromosi dengan bijak di medsos masing-masing. Harap maklum 🙏.

WARNING! Cerita ini ber-copyright "All Rights Reserved" (lihat deskripsi cerita). Artinya, TIDAK diperkenankan menggunakan atau mengadaptasi cerita ini dalam bentuk & cara apa pun TANPA seizin penulis.

--------------------------------------------------------------

Bocah laki-laki itu terjaga karena suara petir, seolah hantaman antara awan positif dan negatif menjadikan ledakan yang begitu dekat dengan tempatnya berada kini. Frekuensinya yang cukup rapat seperti tak mau kalah dengan suara hujan deras yang menerpa jendela kamarnya.

Namun bukan hanya suara-suara itu yang membuatnya enggan kembali ke balik selimut. Ada suara lain di lantai bawah. Suara dua orang berlawanan jenis saling menyahut dengan nada keras.

Rasa penasaran membawa bocah itu menjejak di lantai, berjingkat hingga ke luar kamar. Suara-suara itu kini terdengar lebih jelas. Suara papa dan mama, meski ia tak paham apa yang mereka perdebatkan.

Langkahnya berlanjut, menuju puncak tangga. Namun baru saja kaki kanannya menapak di anak tangga kedua, sebuah tangan menyentuh pundaknya.

Bocah itu terlonjak di tempat. Dan untung saja ia berpegangan pada susuran. Kalau tidak, mungkin ia sudah menggelinding di tangga. Cepat-cepat ia memutar kepala untuk mencari tahu pelakunya.

Seorang gadis berambut panjang dan lurus berdiri di hadapan dengan telunjuk menempel di bibirnya yang mengerucut. Bocah itu pun urung membuka mulut.

"Jangan ke sana. Ayo, tidur lagi," bisik si gadis seraya mengulurkan tangan, berharap bocah itu mau menyambutnya.

Segera setelah tangan mereka berpaut, bocah lelaki itu merasakan tubuhnya ditarik, kembali ke kamar. Lalu tanpa ada kata-kata yang terucap, ia ditidurkan kembali di ranjang. Gadis berusia lima belas tahun itu juga menyelimutinya hingga di bawah dagu.

"Kamu di sini aja. Jangan ke luar," suruhnya.

"Emangnya ada apa di luar?" bocah itu bertanya.

"Pokoknya kamu harus nurut sama Mama, biar gak dimarahin seperti Papa. Oke?" tegas gadis itu tanpa menjawab.

Bocah polos itu tak mengiakan pun mengangguk hingga gadis itu meninggalkan kamarnya. Rasa penasarannya masih terlalu besar untuk berdiam saja di ranjang. Gimana kalau Papa melukai Mama? Gimana kalau Mama kenapa-kenapa?

PRANG!

Ia tersentak hingga terduduk. "Mama ...," rintihnya. Ingin rasanya ia berlari keluar dari kamar untuk memeriksa keadaan mereka. Namun ....

DHUARRR!

Petir di luar menggelegar lagi. Lebih keras daripada sebelumnya dan cukup mencegahnya meninggalkan tempat tidur. Sebagai gantinya, ia menghempaskan tubuhnya kembali di kasur. Dan di bawah selimut bergambar Kura-kura Ninja yang ditariknya hingga menutupi kepala, ia bergelung gemetar.

Suasana baru benar-benar tenang ketika ia bangun keesokan paginya. Bocah itu menjalankan rutinitasnya seperti biasa dan mulai berpikir, yang ia alami semalam hanya mimpi buruk. Mama pun bersikap seperti tak pernah terjadi apa-apa. Yang tak biasa pagi itu hanyalah, papa tak terlihat di meja makan maupun di ruangan lainnya. Bukan pada hari itu saja, tapi juga pada hari-hari berikutnya.

To be continued

--------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A.D
Bandung, 19 Maret 2022

✔Pictures of the ImperfectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang