39 (END)

1.1K 132 31
                                    

River terbangun karena sentakan nyeri yang menyerangnya mendadak. Refleks, tangannya mengibas untuk menghalau rasa sakit tersebut, dan dibalas oleh seruan terkejut seseorang.

"River. Tidak apa-apa. Dokter hanya sedang membersihkan lukamu."

Suara lembut yang sangat dia kenali menyambutnya. River berusaha memfokuskan pandangannya yang berkabut, mencari di antara pemandangan kabur di sekelilingnya.

"Leigh?"

"Ya. Ini aku."

Tangan yang hangat membelai wajahnya, mengundang helaan napas lega River meski ribuan jarum masih menggerogoti saraf-saraf di bahunya.

"Jangan bergerak, Lord Courtlandt. Aku di sini untuk membantu."

Seorang pria berpenampilan rapi yang sama sekali tidak dia kenali, mengembalikan ketegangannya. River mengangkat tubuh, mencoba duduk, lalu mengerang panjang. Giginya bergemeretak keras. Bahu kanannya bagai dicabik dan dibakar sekaligus. Di tengah nyeri bertubi serta ingatan yang masih samar, pria itu bicara dengan suara berat.

"Aku tertembak... " Napas River berdesing di antara giginya yang terkatup.

Everleigh meyakinkan pernyataan River dengan anggukan pelan. Gadis itu tengah duduk di atas tempat tidur sambil menggenggam salah satu tangannya. Dokter yang disebut Everleigh berada di sisi ranjang yang lain, memegang botol kaca serta kain bersih di tangan.

"Bisakah Anda tetap diam sementara aku membersihkan luka Anda, My Lord? Aku tidak ingin mengambil resiko kehilangan sebotol alkohol lagi," ucap dr. Tallebaut dengan kesopanan yang menipu.

"Apa dia memang menyebalkan?" tanya River pada Everleigh tanpa memedulikan tatapan tidak suka dr. Tallebaut.

"Dr. Tallebaut hanya ingin menolongmu." Everleigh menjawab bijak. Terbersit kelegaan dalam dirinya saat melihat kejengkelan River. Setidaknya, pria itu tidak lagi sediam sebelumnya.

"Aku masih punya opium. Pasien yang terluka lebih mudah ditangani saat tidak terlalu sadar," tawar dr. Tallebaut sambil mengerling penuh arti pada Everleigh.

"Selama ini kau mencekokiku dengan obat itu?!" Meski dalam keadaan terluka, pelototan marah River sanggup membuat dr. Tallebaut menelan ludah. Sungguh. Dia lebih suka saat pasiennya ini tidak sadar. Dengan bekas luka yang menyebar di separuh tubuh serta tubuh besar pemiliknya, River terlihat jauh lebih menakutkan daripada saat berbaring tidak berdaya.

"Menurut pendapat profesionalku... "

"Persetan dengan pendapat profesionalmu... Sialan!"

River berserapah begitu tindakannya meninggikan suara membuat rasa sakitnya makin menjadi-jadi. Genggaman Everleigh di tangannya mengerat, lalu dia mendengar gadis itu memerintah tegas.

"Beri dia opium."

"Tidak... "

"Kumohon. Demi aku."

Wajah Everleigh berada sangat dekat dengannya. Telapak tangan gadis itu hinggap di pipi River. Mata biru itu sarat permohonan. Kelopak mata River menutup, lalu menganggukkan kepala tanpa suara. Dia tidak ingin melihat ekspresi puas dr. Tallebaut karena sikap patuhnya.

River nyaris menekan keinginan untuk muntah ketika cairan pahit itu meluncur ke dalam perutnya. Bahkan teh herbal Duncan terasa lebih baik. Rasa melayang yang familier menguasai River. Menghanyutkan kesadarannya sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya hilang tak berbekas.

***

"Lain kali, aku akan membawa lebih banyak lagi."

Dr. Tallebaut mengamati isi botol di tangannya yang nyaris kosong. Bukan berarti dia suka membuat pasiennya tidak sadar, tapi kasus River adalah pengecualian. Tadi, pasiennya itu hampir meremukkan hidungnya dengan sekali kibas. Beruntung hanya botol alkohol yang menjadi korban, bukan tulang rawannya. Terkadang, dia tidak habis pikir bagaimana tunangan pria itu yang bertubuh jauh lebih mungil, masih tetap utuh dan berdiri tegak di hadapannya.

Beauty for The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang