13

547 97 3
                                    

Tinggal di kastil River setelah kepergian Abram, memberi Everleigh kebebasan yang selama ini tidak benar-benar dia miliki. Gadis itu tidak perlu lagi bersikap hati-hati setiap kali melangkah, khawatir Abram akan mengomentari gerak-geriknya. Atau sekedar tidak menyukai kehadiran Everleigh jika pria itu ingin duduk sendirian di ruang santai. Namun yang paling membuat Everleigh senang adalah dia bebas pergi ke perpustakaan, tanpa mendapat cibiran yang biasa dia terima dari Abram.

Everleigh telah selesai membaca salah satu buku bergambar yang dia pinjam dari River. Perkembangan belajarnya termasuk cepat. Bahkan River cukup terkejut karena Everleigh telah menguasai beberapa kosakata dalam waktu singkat. Kini, membaca adalah hobi baru gadis itu. Meski sebenarnya, dia telah memiliki minat tersebut sejak dia belum bisa mengeja. Hanya saja ayah Everleigh tidak terlalu peduli dengan pendidikannya. Sangat berbeda dibandingkan perlakuan istimewa yang diterima oleh sebagai anak lelaki tunggal dan satu-satunya pewaris.

Everleigh tidak lagi memikirkan hal tersebut. Dia bersyukur bahwa saat ini ada orang yang bersedia mengajarinya membaca. River. Terkadang dengan hanya mengingat pria itu, debaran jantung Everleigh menjadi lebih cepat. Dia tidak pernah dekat dengan lawan jenis. River adalah pria pertama yang bersedia menjadi temannya. Pria lain yang pernah dia temui, biasanya langsung mundur saat harus menghadapi sikapnya yang mudah gugup. Mereka tidak tahan lama-lama berurusan dengan gadis yang bahkan tidak bisa diajak mengobrol.

River adalah kebalikan dari para pria itu. Pria itu begitu sabar dalam membimbing Everleigh. Seringkali mereka mengobrol di tengah sesi belajar. Everleigh yang lebih sering bicara. Bercerita banyak hal tentang kehidupannya sebelum tinggal di kastil. Sebagian kisah yang dia tuangkan tidak terlalu menyenangkan. Namun Everleigh mengingat ada beberapa kenangan bahagia. Dia memilih untuk memfokuskan ceritanya pada memori-memori tersebut.

Meski, ada satu hal yang cukup mengganggu gadis itu. Selama ini, hanya Everleigh yang banyak bercerita. River hampir tidak pernah menceritakan diri pria itu. Bukan hampir, tapi benar-benar tidak pernah. Tidak ada yang Everleigh ketahui tentang hidup pria itu. Kecuali bahwa River sebatang kara tanpa satu pun sanak saudara. Juga bahwa pria itu adalah pemilik kastil serta beberapa lahan di sekitarnya. River mendapatkan pemasukannya dari para penyewa lahan serta sebagian hasil panen mereka. Pria itu tidak pernah mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi. Bahkan Everleigh tidak akan pernah tahu usia River andai Duncan tidak memberitahunya saat dia bertanya karena penasaran. River akan berumur 27 tahun musim gugur ini, yang berarti tiga bulan dari sekarang. Jika Abram akan pergi selama waktu yang pria itu katakan, maka Everleigh akan memiliki kesempatan untuk merayakan ulang tahun River. Gagasan tersebut membuat pipi gadis itu bersemu.

Siang itu, seperti biasa adalah jadwalnya dan River belajar. Awan mendung serta gerimis, menggelapkan langit yang awalnya begitu cerah. Angin sejuk menelusup melalui jendela yang dibuka sebagian. Everleigh melangkah ringan ke arah perpustakaan, tempat favoritnya di kastil ini. Biasanya, River akan berada di sana lebih dulu, duduk membaca di kursi favorit pria itu. Senyum tipis River selalu menjadi pemandangan rutin yang menyambut kedatangan Everleigh. Gadis itu berdebar penuh antisipasi karena begitu menantikannya.

Everleigh membuka pintu dengan senyum lebar, berharap menemukan pemandangan yang selalu dia temui. Senyum Everleigh memudar dan berubah menjadi kebingungan ketika dia tidak menemukan sosok yang selama ini selalu menemaninya. Everleigh berjalan lebih ke dalam, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tidak ada tanda-tanda keberadaan River sama sekali. Bahkan, tidak ada tumpukan buku yang biasa pria itu letakkan di meja yang berada di samping kursi River.

Everleigh melangkah keluar sambil memeluk buku bergambar yang dia bawa sejak tadi. Di mana River? Biasanya pria itu tidak pernah melewatkan satu hari pun kebersamaan mereka di perpustakaan. Everleigh mulai menyusuri koridor, mengecek tiap ruangan yang kemungkinan didatangi oleh River. Nihil. Tidak ada tanda-tanda keberadaan pria itu. Namun, ada satu tempat yang belum Everleigh periksa. Sayap barat. Area pribadi River. Area yang terlarang untuk dia kunjungi.

Everleigh meragu. Dia bukan orang yang lancang, tapi ketidakhadiran River membuat gadis itu agak kesepian. Everleigh tidak memiliki teman bicara selain pria itu. Posisi Duncan yang sebagai pelayan, membatasi obrolannya dengan Everleigh. Hanya bersama River gadis itu bisa mengobrol bebas.

Mendadak, Everleigh tersadar akan sesuatu. Duncan. Dia bisa menanyakan keberadaan River pada Duncan. Everleigh memutar tubuh, menuju dapur yang berada di ujung. Duncan pasti sedang mengawasi juru masak menyiapkan hidangan untuk acara minum teh rutin setiap sore. Benar saja. Dia menemukan pria itu di dapur, sedang mengamati juru masak yang sedang memangganh biskuit.

"Duncan," panggil Everleigh.

Pria itu memalingkan kepala ke arah sumber suara, agak terkejut saat menemukan sosok Everleigh di tempat yang tidak semestinya.

"My Lady, tidak seharusnya Anda berada di sini. Tempat ini tidak pantas untuk Anda kunjungi." Duncan menghampiri Everleigh dengan langkah agak tergesa. Meski demikian, pria itu masih tersenyum saat mengatakan tentang keberatannya.

Kata maaf sudah berada di ujung lidah Everleigh, kemudian dia teringat kalimat River sebelum ini. Gadis itu mengurungkan niat, berdiri lebih tegak lalu bicara dengan sikap lebih percaya diri.

"Aku mencari River. Kau tahu di mana dia berada?"

Duncan masih tersenyum, meski rasa simpati mewarnai nada bicaranya. "Lord Courtlandt kurang sehat. Dia sedang beristirahat di kamarnya."

Kekhawatiran langsung menghinggapi Everleigh. "Sakit apa? Apakah penyakitnya berat?"

"Hanya sakit kepala biasa. Saya yakin hanya karena Lord Courtlandt kurang istirahat. Akhir-akhir ini, dia sering tidur larut untuk menangani dokumen tentang lahan-lahannya," jelas Duncan.

Torehan rasa bersalah mendera Everleigh. Duncan memang tidak mengatakannya dengan gamblang. Namun, gadis itu dapat menduga penyebab River bekerja hingga larut, adalah karena pria itu terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mengajarinya membaca.

"Bolehkah aku menjenguknya?" Everleigh bertanya penuh harap.

"My Lord sedang tidur di kamarnya. Di sayap barat," jawab Duncan penuh arti. Everleigh dapat mendeteksi peringatan samar dalam suara pria itu.

"Aku mengerti." Everleigh menggumam pasrah. "River tidak suka ada orang lain di area pribadinya."

"Saya sangat menghargai pengertian Anda." Duncan mengangguk hormat, memberi Everleigh senyum sopannya yang biasa.

"Tolong jaga dia, karena aku tidak bisa melakukannya." Everleigh ikut melontarkan senyum, meski sebersit kesedihan ikut mengiringinya.

"Tugas saya melayani Lord Courtlandt dan memenuhi segala kebutuhannya. Anda tidak perlu khawatir. Sekarang, saya izin untuk melakukan pekerjaan saya. Akan saya sampaikan tentang kekhawatiran Anda pada My Lord dan bahwa Anda mengharapkan kesembuhannya segera. Permisi."

Everleigh tidak mencegah saat Duncan masuk kembali ke dapur. Setelah mendapat informasi bahwa River sedang sakit, gadis itu tidak memiliki pilihan selain menghabiskan waktu di perpustakaan seorang diri.

***

Beauty for The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang