Part: 11

624 110 28
                                    

Malam kini semakin larut, dimana waktunya untuk semua orang beristirahat namun, malam harus bersabar menyaksikan perdebatan yang dilakukan oleh pasangan pengantin baru ini.

"Gue tidur di ranjang, lo tidur di sofa," printah Zahrah.

Ya walaupun Zahrah menyukai maulana namun ia masih canggung untuk tidur seranjang dengannya dan Zahrah juga tidak mau tidur di sofa.

"Gue mau tidur di ranjang," tolak Maulana lalu merebahkan tubuhnya di ranjang.

"Ihhh... Bangun!" Zahrah menarik tangan Maulana namun, yang ditarik tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya.

Berbeda dengan Zahrah, sekali tarikan dari Maulana langsung dapat membuat Zahrah terjerembab di atas ranjang dengan Maulana yang sudah ada di atas tubuhnya.

"Gila cepat banget gerakannya," batin Zahrah.

"Kita sama-sama gak ada yang mau tidur di sofa, ya tinggal tidur seranjang aja. Orang udah halal ini," ujar Maulana menampilkan senyum simpul sambil memainkan lalu mencium rambut Zahrah.

"Nih orang, otaknya kemasukan air ya? karena kelamaan di kamar mandi." batin Zahrah merinding dengan perubahan dari sifat Maulana.

"Apaan sih, minggir!" ucap Zahrah salah tingkah dan mendorong dada bidang Maulana agak menyingkir dari atas tubuhnya.

Karena sudah merasa lelah akibat acara pernikahan mereka hari ini, Zahrah mau tidak mau harus berbagi ranjang dengan Maulana.

Ya walaupun sebenarnya ia tidak terbiasa untuk berbagi ranjang dengan seorang lelaki yang sekarang sudah sah menjadi suaminya itu namun Zahrah juga tidak tega meminta Maulana untuk tidur di sofa lagi.

"Yaudah ini wilayah gue, dan ini wilayah lo," ucap Zahrah sambil meletakan bantal guling di antara mereka, "Dan jangan ngelewatin batas ini," ucapnya lagi menunjuk bantal guling yang sudah berada di antara mereka.

"Oh iya kalo lo ngelewatin batas ini, lo harus tidur di sofa!" peringat Zahrah.

"Oke, kalo lo yang ngelewatin batas ini, lo harus cium gue sebagai hukumannya," sahut Maulana dengan wajah serius.

Zahrah mendelik mendengar ucapan Maulana, lagi-lagi jantungnya di buat berdebar tidak karu-karuan, lama-lama ia akan punya riwayat penyakit jantung karena berlama-lama dengan Maulana.

Zahrah langsung berbaring memunggungi Maulana, ia tidak mau jika Maulana melihat wajahnya yang sudah memerah seperti kepiting rebus.

"Gue udah jatuh cinta sama lo, lo harus tanggung jawab," gumam Maulana tersenyum simpul lalu ikut berlabuh ke dunia mimpi menyusul Zahrah.

🍁🍁🍁

Sekitar pukul empat subuh Zahrah merasakan tubuhnya ditimpah sesuatu yang berat membuat dirinya kepanasan dan berkeringat.

"Ughh... Mimpi buruk kah?" batin Zahrah.

Karena tidurnya terusik Zahrah terbangun dan memastikan apa yang menimpa dirinya.

"Aakkhh!!" pekik Zahrah saat tau benda yang menimpanya itu, ternyata tangan kekar milik Maulana yang sudah melingkar di pinggang rampingnya dan kaki Maulana yang bertengger di atas paha milik Zahrah.

"Ummhh... Kenapa sayang?" Igau Maulana masih dengan mata yang terpejam.

Lagi-lagi jantung Zahrah dibuat senam oleh Maulana, tapi ia masih butuh penjelasan akan tindakannya yang memeluknya tanpa seizinnya.

"Kenapa-kenapa bangun dulu! Liat! Terus kenapa lo peluk-peluk gue, awas ih berat tau," ronta Zahrah.

Maulana membuka matanya lalu menatap wajah Zahrah yang sudah menatapnya kesal sedari tadi karena pelukannya tidak dilepas-lepas olehnya.

Maulana malah semakin mengeratkan pelukannya membuat jarak di antara mereka semakin menipis.

"Lo itu istri gue dan legal buat gue kalo mau nyentuh lo," ucapnya tepat di samping telinga Zahrah membuat sang empu merinding karena hembusan nafas Maulana yang mengenai daun telinganya.

Maulana tersenyum puas melihat Zahrah yang salah tingkah karena ulahnya. Mungkin menggoda istri kecilnya itu akan menjadi hobi favoritnya sekarang.

" Sungguh menggemaskan sekali melihat dia panik," batin Maulana sambil terkekeh.

"Lagian coba kamu perhatikan, lihat siapa yang melewati batas wilayah?" Tanya Maulana yang sudah mengganti lo gue menjadi aku kamu.

"Emm... It-itu ka-karena bantal gulingnya yang hilang, ah iya gulingnya hilang," elak Zahrah terbata.

"Hmm... Hilang ya, lalu yang di belakang kamu apa dong?" tanya Maulana dengan senyum usilnya.

Zahrah menengok ke belakang dan benar saja bantal gulingnya memang ada di belakangnya. Zahrah memejamkan matanya seperti maling yang kepergok oleh masa, ia merutuki dirinya sendiri yang salah mengucapkan argumentasi.

"Ehh... Sejak kapan ada di situ?" tanyanya kikuk menatap Maulana dan menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal, "Oh iya gulingnya pindah sendiri," lanjutnya ngawur dengan memasang wajah polosnya.

Maulana terkekeh dengan penuturan ngelantur istri kecilnya yang sedang panik itu.

"Udah ngelanggar, masih gak mau ngaku juga. liat aja kamu ya," batin Maulana dengan senyum simpul.

Maulana melepaskan pelukannya lalu menatap intens iris coklat mata Zahrah dan semakin mendekatkan wajahnya yang hanya menyisahkan beberapa centi saja dari wajah Zahrah.

"Masih ingat dengan konsekuensinya?" tanya Maulana menatap intens bibir ranum milik Zahrah.

Zahrah dibuat panik dan reflek memejamkan matanya. Jantungnya sudah berjedag jedug ria saat ini.

"Udah jangan tidur lagi, bentar lagi udah masuk waktu sholat subuh siap-siap sana," ucapnya yang sudah berdiri di samping ranjang.

Zahrah membuka matanya menatap Maulana heran, ia kira Maulana akan menciumnya sesuai dengan yang sudah mereka sepakati semalam.

Seakan faham dengan tatapan dari Zahrah Maulana membungkukkan tubuhnya menyamaratakannya dengan Zahrah yang tengah duduk di atas ranjang.

"Kenapa tadi memejamkan mata? sebegitu ingin nya kamu, aku cium?" goda Maulana yang kemudian menegakkan tubuhnya dengan senyum usilnya.

"Lo-," ucapnya terpotong oleh sahutan Maulana.

"Oh iya mulai sekarang pakai aku kamu, gak enak di dengar dan... Gak romantis kalo pake Lo gue,"

"Tap-," Lagi-lagi ucapan Zahrah terpotong.

"Gak ada tapi-tapian, nurut apa kata suami. Mau durhaka kamu bantah suami?" ucap Maulana di balas dengan gelengan cepat oleh Zahrah.

Maulana terkekeh lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap untuk sholat subuh. Sedangkan Zahrah masih lemas karena permainan kata dari suaminya.

"Kok gue selalu salah tingkah sih di depan dia," grutu Zahrah menghentak-hentakan kakinya di atas kasur.



Gimana part ini?

Jangan lupa vote dan komen, ramein pokoknya maksa ini🔨🔨

Terpaut Takdir ||END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang