Happy reading
•
•
•Setelah selesai menunaikan sholat subuh berjamaah, Zahrah pergi menuju dapur dengan menggunakan pakaian rumahnya. Sebuah daster berbahan kaos dengan panjang di atas lutut dan rambut yang di cepol.
Zahrah mengambil bahan makanan di dalam kulkas dan mulai mengolahnya. tangannya sangat terampil saat memotong-motong sayuran.
Maulana keluar dari kamar, sudah lengkap dengan seragam yang sudah melekat di tubuh tegapnya lalu menuju meja makan yang langsung menghadap ke arah dapur.
Maulana memperhatikan Zahrah yang tengah serius dengan masakan di depannya sampai-sampai tidak sadar akan kehadiran Maulana.
Hal sederhana itu membuat hati nya menghangat lalu ia diam-diam memotret Zahrah yang tengah fokus memasak.
Setelah beberapa saat, Zahrah akhirnya menghidangkan makanannya di meja makan. Menu sarapan yang di masak Zahrah pada pagi ini adalah tumis brokoli bakso ikan dan oyang kuah telur.
Sedangkan Maulana hanya melihat Zahrah yang menyajikan semua makanan di atas meja, karena Zahrah tidak mengizinkan Maulana untuk membantu, Zahrah takut Maulana akan mengacaukan dapurnya yang bersih itu.
"Gimana rasanya?" tanya Zahrah dengan mata yang berbinar.
"Eumm... Ini enak, kamu bisa pertimbangin untuk jadi koki," sahut Maulana sambil menikmati tumis brokoli bakso ikan.
Mereka makan berdua dengan suasana santai, setelah selesai makan Zahrah kembali ke kamar dan berganti pakaian dengan seragam sekolahnya.
Zahrah mencari ponselnya di sekeliling kamar karena saat selesai berganti pakaian dan siap untuk berangkat namun ia tidak menemukan ponselnya.
"Dimana ya?" gerutu Zahrah.
"Cari apa?" tanya Maulana dengan suara beratnya dari depan pintu kamar.
Maulana menunggu Zahrah lama di bawah namun yang ditunggu tak kunjung turun, jadi ia naik untuk memastikan apa yang terjadi.
"Ponsel, a-ku lupa taro," sahut Zahrah terbata belum terbiasa menggunakan aku kamu.
Maulana tersenyum simpul. Lalu mengeluarkan ponsel nya dari saku dan menyodorkan nya ke Zahrah. Zahrah mengernyitkan dahinya bingung karena ini bukan ponselnya.
"Buat apa?" tanya Zahrah.
"Buat di kiloin," balas Maulana, "Ya buat telfon ponsel kamulah," lanjutnya dengan menghembuskan nafas nya panjang akibat gemas sendiri akan kelemotan istrinya ini.
Zahrah mengambil ponsel maulana dan menampilkan cengir kambingnya.
Dratt...
Dratt...
Suara getar dari dalam nakas terdengar jelas di pendengaran Zahrah.
"Loh kok bisa disini?" bingung Zahrah.
Sebenarnya Maulana yang menyembuhkan nya, saat Zahrah sedang memasak tadi, dia ingin menyimpan kontak Zahrah. Namun, ponselnya di beri pin dan ia gengsi untuk memintanya langsung pada Zahrah. Dan berakhir dengan memilih menyembunyikan ponsel Zahrah di dalam laci meja nakas.
Hari ini Zahrah berangkat bersama Maulana, Maulana memberhentikan mobilnya tepat di depan gerbang sekolah Zahrah, Zahrah menyalimi punggung tangan maulana lalu turun dan masuk ke sekolah.
Maulana menatap punggung Zahrah yang mulai memasuki gerbang sekolah. Saat ingin melajukan mobilnya Maulana melihat seseorang lelaki menyapa Zahrah, Maulana menggenggam kuat setir mobil karena geram.
"Tumben gak telat Zah?" sapa Galang. Galang merupakan salah satu most wanted di SMA buditama.
"Iya," jawab Zahrah cuek.
Tiba-tiba ada tangan kekar yang menarik pergelangan Zahrah. Sontak Zahrah menatap heran pada seorang pria yang mengenakan masker itu. Ya ia kenal dengan sosok itu dia Maulana yang membuat nya heran adalah kenapa ia masih disini.
"Kok belum masuk?" tanya Maulana lembut lalu beralih menatap Galang dengan tatapan tajam.
Yang ditatap bergidink ngeri dengan tatapan tajam dari Maulana. Seakan mengerti dengan tatapan itu Galang mengambil langkah aman dan memilih meninggalkan mereka berdua.
"Gue duluan ya Zah," pamitnya sebelum mengambil langkah seribu.
" Kenapa masih di sini?" tanya Zahrah.
"Kangen," sahutnya santai mengelus lembut kepala Zahrah yang terbalut hijab sekolah berwarna putih.
Padahal baru beberapa menit yang lalu Zahrah turun dari mobil, tapi tak dapat dipungkiri lagi walau hanya satu kata namun, dapat membuat senyuman di wajah Zahrah mengembang.
"Terus kenapa pake masker?" tanyanya lagi.
"Suamimu ini gantengnya masyaallah, nanti kalo gak pake masker bisa dikeroyok ibu-ibu nanti," jawabnya serius namun, terdengar lucu bagi Zahrah membuatnya terkekeh pelan.
Apakah suaminya ini tidak bisa mengeluarkan mimik wajah yang sesuai dengan apa yang ia ucapkan? Apa dia selama ini hanya mengeluarkan ekspresi datar? Sungguh lucu.
Maulana tersenyum simpul saat melihat tawa Zahrah yang menenangkan hatinya.
"Yaudah masuk sana nanti telat," ucap Maulana lalu menyentuh hidung mancung Zahrah yang dibalas anggukan oleh Zahrah.
Jangan lupa vote setelah baca ya😉
Dah👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaut Takdir ||END✓
Roman d'amour[BUDIDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA🙂] Vote dan komen kalian adalah penyemangat ku Terinspirasi boleh, plagiat jangan❌ Zahrah Abrina Anaqah merupakan primadona SMA Buditama yang terkenal bukan hanya kecantikannya juga sifatnya yg bar bar...