Part 21

10.1K 1K 52
                                    

Lima belas menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi, Ashel sudah berada di kelasnya dan bergegas keluar berniat mengembalikan buku Adel yang sudah di kerjakannya. "Shel, tadi lo di tungguin Kak Ella di belakang sekolah. Lo nggak dateng, dia bakal nyamperin lo ke kelas." Ashel tersentak kaget mendengar suara Flora yang baru saja muncul di depan kelas, datang memberikan info.

"Ngapain?"

"Gak tau gue. Lo kesana aja."

Ashel mengangguk dan mengurungkan niatnya untuk ke kelas Adel.

Begitu sampai disana, Ashel melihat Ella sudah berdiri disana. Tidak ada lagi penampilan mencolok seperti yang ia pakai selama ini, tidak ada rok ketat yang memamerkan paha, tidak ada  lipstik tebal, dan rambut gaya sosis gulung. Semuanya normal seperti murid lainnya.

"Nyari saya, Kak?" Di tatapnya cewek itu yang sudah tidak lagi memakai softlens. Mata aslinya berwarna coklat.

"Iya." Ella mengangguk, kemudian mendekati Ashel.

"Saya salah apa lagi ya, Kak?"

"Gue mau minta maaf."

"Hah??" Ashel tersentak kaget dengan ucapan Ella barusan.

"Gue beneran mau minta maaf. Gue tau gue salah. Gue harap lo mau maafin gue, Shel."

"Saya udah maafin, Kak" Ashel segera menjawab. Padahal dalam hati ingin sekali berkata lo dapet hidayah darimana bisa sampe bilang maaf gini.

Ella berjalan maju dan segera memeluk Ashel dalam-dalam. Sebagai bentuk ucapan maaf yang tulus bukan dari perkataan mulut saja. Lain dengan Ashel, cewek itu mematung karena pelukan Ella yang tiba-tiba.

Ella segera melepas pelukan itu ketika mendengar suara langkah sepatu yang menggema di gedung itu, dilihatnya Adel baru muncul dengan nafas terengah-engah.

"Sekarang kita temenan. Oke? Jangan anggep gue senior tapi anggap gue sebagai temen lo. Gue pengen belajar banyak dari lo."

Ella segera meninggalkan Ashel yang masih berusaha mencerna perkataan Ella barusan.

"Shel?" Adel menyentuh pundak Ashel sampai membuat cewek itu sedikit kaget.

"Dia kenapa? Tiba-tiba minta maaf."

"Ella minta maaf? Serius?"

"Iya."

Adel menyandarkan punggungnya di tembok dan bernafas lega. Matanya memperhatikan Ashel dengan teliti, untuk memastikan kalau dia baik-baik saja. "Aku tadi langsung lari kesini, takut kamunya kenapa-napa. Tapi bagus lah kalau dia sadar."

"Emang kamu ngomong apa ke dia?"

"Enggak. Enggak ngomong apa-apa."

"Oh iya, ini buku kamu. Kurang dua soal lagi, sisanya kamu aja yang ngerjain."

"Ada gunanya juga punya pacar pinter." Adel mengambil bukunya dan tersenyum lebar. "Sebagai tanda terimakasih, gimana kalau aku ajak kencan?"

"Dih, moduss. Enggak mauu."

"Modus sama pacar sendiri gak boleh? Kalau modusnya sama pacar orang, itu baru pamalik."

"Aku lagi ada Osis, Del. Udah menjelang hari H loh. Acara kita soalnya."

"Yaudah." Adel tidak memaksa. "Makasih ya."

"Dua kali loh kamu bilang makasih, yang kedua makasih buat apa?"

"Makasih kamu selalu cantik dan apa adanya."

"Apaan sih, Del. Gombal banget."

"Serius, Shel. Gini deh, sekarang kita hidup di zaman dimana anak-anak muda lagi asyik-asyiknya mengumbar dan mendewakan kecantikan. Mengubah penampilan demi memuaskan orang-orang yang bahkan gak mereka kenal. Aku bilang makasih karena kamu udah jadi diri sendiri."

Ashel tersenyum samar.

*****

Siang ini terjadi keributan lagi disekolah. Rombongannya Rendi menantang rombongan Adel datang ke lapangan belakang sekolah untuk berkelahi.

"Shel, tunggu!" Kathrine menarik tangan Ashel yang ingin menuju ke ruang Osis.

"Aku mau ke ruang Osis, Kath."

"Ikut gue."

"Apaan sih? Kemana?"

"Rombongan Adel mau berantem di lapangan belakang sekolah."

"Hah? Serius? Dia dimana sekarang?"

"Di parkiran. Buruan, Shel."

Sementara di parkiran, Adel terlihat sedang berbincang serius dengan  gerombolan anak kelas dua belas. "Kita harus hati-hati, biasanya mereka main curang."

Adel sudah bersiap-siap naik ke motornya, menghidupkan mesin dan memakai helm fullfacenya.

"Adel, kamu mau kemana?"

Adel membuka kaca helmnya begitu melihat Ashel berada di depan motornya, menatapnya dengan wajah panik. "Kamu gak boleh berantem. Mending pulang aja sana."

"Cemen banget lo, Del, mau-maunya di suruh pulang sama cewek lo. Kalau gue mah ogah."

Adel melirik spion dan melihat salah satu anak kelas sebelas yang muncul di belakang motornya. Jari-jarinya mengepal diatas stang motor.

"Diem lo, anjing!" Badrun menatap tajam. "Sekali lagi lo ngomong, gue patahin leher lo."

"Yaudah deh, gue tunggu kalian di lapangan. Kalo gak dateng, fix kalian emang pecundang."

"Awas, Shel." Adel menatap Ashel agar minggir dari depan motor.

"Kamu mau kemana dulu?"

"Main." Jawabnya kalem. "Nanti kalau udah selesai mainnya, aku balik kesini lagi."

"Enggak. Aku gak percaya. Kalau kamu terima ajakannya Rendi, aku gak mau lagi di anterin kamu pulang."

Adel menarik nafas. "Ashel Sayang, aku serius. Mau main bentar, satu jam deh. Atau tunggu aku setengah jam. Oke?"

"Enggak!" Ashel pundung.

Adel menghela nafas berat, kemudian turun dari motornya dan melepas helm lantas berjalan ke arah Ashel. Adel berhenti tepat di depan cewek itu, Di tatapnya mata itu lekat-lekat. Kemudian mensejajarkan wajahnya dengan wajah Ashel. Hingga muka mereka saling menatap dengan jarak yang sangat dekat. "Kalau aku gak jadi main asal bisa nyobain bibir kamu, gimana?" Adel berkata lirih kemudian menatap bibir Ashel lama. Hingga membuat sang empu memundurkan tubuhnya satu langkah. Adel tersenyum smirk. Dia sedang mempermainkan salah satu kelemahan Ashel."Gak berani, kan?". Adel kembali berdiri tegak. "Aku janji gak bakal kenapa-napa." Di elusnya puncak kepala Ashel dengan lembut.

Ashel membeku di tempatnya.

"Udahlah, Shel. Lo gak tau urusan kita-kita, mending lo biarin kita nyelesaiin semuanya." Gracio akhirnya melerai dan memaksa Ashel untuk memberi jalan motor Adel agar bisa lewat.

Ashel akhirnya menarik tubuhnya ke samping. Tapi matanya masih tidak lepas dari wajah Adel yang sedang memakai helmnya lagi. Adel melajukan motornya tanpa berbalik melirik Ashel yang membeku di posisinya. Melihat Adel menjauh, Ashel terdiam sejenak sebelum akhirnya menarik nafas dan bergegas ke dalam gedung. Dilihatnya Kathrine berdiri di koridor. "Kamu liat, kan? Nggak bisa, berantem itu udah mendarah daging sama dia, lagian aku ini siapa sih? Kamu kenapa juga nyuruh aku ngelarang dia?"

"Yaa Maaf."

"Udahlah, aku mau ke ruang Osis."



***

Cewek KulkasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang