Bismillah
Doa Mantan
#part 5
#by: R.D. Lestari.
Flashback lima tahun silam.
Gadis berkuncir dua sedang asik mengobrol bersama temannya di kantin sekolah. Wajahnya tampak muram. Gadis yang tak lain adalah Mia dan sahabatnya Lestari itu duduk bersama sambil menyantap bakso.
"Loe kenapa lagi sih, Mi. Cemberut mulu dari tadi," Lestari menatap wajah sahabatnya dengan seksama. Kerutan di kening Mia tampak nyata.
"Sebel banget tuh sama Pak Boy. Susah banget dideketin," Mia menggeser mangkok baksonya. Selera makannya tiba-tiba hilang.
"Wei, cari cowok seumuran, ngapa? yang tuir loe doyan. Sakit jiwa, loe," Lestari mengalihkan pandangannya pada mangkok bakso Mia dan meraihnya.
"Gua makan aja, ya. Mubazir di buang," Lestari tanpa sungkan menusuk pentol bakso dan melahapnya.
"Sakit jiwa-sakit jiwa, bakso gua loe makan juga. Doyan apa laper loe!" sungut Mia kesal.
"Ehe-he, kan sayang, Mi. Daripada di buang juga, mending masuk perut gua," Lestari mesam-mesem.
"Elo tu ya ...,"
"Shhuutt!" belum sempat Mia menyelesaikan ucapannya, jari telunjuk Lestari sudah berpindah ke bibirnya. Matanya melotot seolah mengisyaratkan sesuatu.
"Loe, jangan noleh ke belakang, ye! idola loe lagi ama gebetannya. Loe mah jauhhh banget dah, Mi,"
Mata Mia membulat sempurna. Mendapat peringatan, bukannya Mia nurut malah menepis tangan Lestari dan memutar tubuhnya.
Hati Mia mencelos. Pak Boy tampak amat akrab dengan Bu Silvia. Guru bahasa inggris yang memang masih muda. Putih cantik. Bertubuh tinggi dengan rambut lurus di rebonding.
Mia melihat telapak tangannya. Perbedaan warna kulit membuat Mia rendah diri. Pantas jika Pak Boy tak pernah meliriknya selama ini.
Seketika itu pula Mia memutar kembali tubuhnya dan menarik tangan Lestari. Lestari tersedak-sedak, tapi Mia tak perduli.
Sengaja Mia menghentak kakinya saat melewati Pak Boy dan Bu Silvia, sempat melirik, tapi Pak Boy memilih cuek tak menggubris.
Mia yang di cueki semakin keki. Gegas pergi meninggalkan kantin menuju kelasnya.
***
Sesampai di kelas, gadis manis itu mendaratkan pantatnya di bangku kayu. Matanya berkilat marah.Brakkk!
Mia menghentak meja.Rahangnya mengeras. Giginya Bergemeretuk. Kesal dan geram.
"Mi ... Mia ... sadar, Mi ...," Lestari berusaha menenangkan hati sahabatnya yang bergemuruh karena cemburu.
"Gimana gua bisa sabar, Les. Loe tau ga! Pak Boy itu selalu cuek sama gua, ga pernah bersikap manis. Padahal kan gua cinta ma dia! ini dengan cewek lain baeknya minta ampun. Kan suek!" Mia nyerocos.
"Lha iyalah, Bu Silvi mah cakep bener, Mi. Dan eloe... buluk! ha-ha-ha ," tawa Lestari meledak. Sedang Mia bertambah kesal. Tangisnya pecah begitu saja.
"Huh, tega loe, Les!"
"Eh, Mia ... maafin gua! gua cuma becanda! Mia!"
Mia yang kadung kesal jadi bahan olokkan berlari keluar kelas. Ia memilih duduk di taman sekolah dan sesenggukan.
Di saat yang bersamaan Pak Boy melintas. Ia yang mendengar suara isakan mencari asal suara.
Ia menangkap sosok yang amat ia kenal sedang tertunduk sambil mencengkeram rok sekolahnya.
Dengan rasa penasaran yang membuncah, Pak Boy mendekat. Baru kali ini ia melihat gadis itu menangis.
"Hei, kamu... ngapain di sini?"
Mia mematung. Gadis berkuncir dua itu mengangkat wajah dan menelan ludah susah payah saat melihat sang pujaan sudah berdiri hanya berjarak dua meter darinya.
Lelaki tampan dengan kemeja kotak-kotak pas badan itu tersenyum padanya. Hati Mia sakit. Mengingat ucapan Lestari yang membandingkan dirinya dan Bu Silvi.
Ia juga mengingat bagaimana mesranya Pak Guru tadi. Sedang Pak Guru Boy semakin dalam menatap matanya yang berkaca-kaca.
"Bapak ga perlu tau. Ini bukan urusan Bapak," Mia tiba-tiba bangkit dan menghentak kakinya.
"Awww, Mia!" Pak Guru spontan mengangkat salah satu kakinya saat kaki Mia mendarat di sana.
Mia memindahkan tatapannya. Ia sebenarnya tak sengaja, tapi malu untuk minta maaf.
Gadis itu lebih memilih pergi. Lama-lama berada di dekat Pak Guru hatinya bisa hancur berantakan.
"Mia...," lirih Pak Guru yang merasa heran dengan sikap gadis yang tiba-tiba cuek padanya. Dalam hati ia bertanya, ada apa gerangan?
***
Sore itu, Mia dengan pakaian Pramuka, lengkap dengan kacu dan topi berlenggak-lenggok di depan cermin.
Rambut panjangnya ia kepang dua, tak lupa lipgloss untuk pemanisnya.
Gadis itu tampak cantik untuk ukuran anak SMA. Meski tak memiliki tubuh sebahenol Lestari, tapi tubuhnnya pun termasuk ideal dengan tinggi 157 cm. Kulitnya memang lebih ke arah hitam manis karena ia amat suka mengikuti ekstrakurikuler Pramuka yang kegiatannya di luar ruangan.Seperti hari itu. Ia akan mengikuti perkemahan yang di laksanakan sekolahnya. Ia sudah tak sabar untuk tiba di sekolah dan berkumpul bersama teman-temannya.
"Mau Bapak antar, Mia?"tawar Bapak yang melihat Mia kesusahan membawa perlengkapan kemahnya.
Mia menggeleng pelan. "Ga usah, Pak. Mia mau barengan sama Lestari. Dia janji jemput," tolak Mia lembut sambil mencium punggung tangan bapaknya.
"Pak ...," Mia menatap mata bapaknya dalam.
"Ho, apa?"
"Bagi duit dong, Pak. Buat nambahin,"
"Emang Emak kasih berapa tadi?"
"Lima ribu doang, Pak. Mana cukup untuk dua hari nginep di sekolah," wajah Mia memelas.
"Hah? lima rebu? pelit amat Emak loe. Nih Bapak tambahin dua puluh rebu. Inget tuh, makan jangan telat," titah Bapak yang diikuti dengan anggukan cepat dari Mia.
"Makasih, Bapak. Mia berangkat dulu, ya. Kayaknya itu suara Lestari yang manggil di teras," pamit Mia dengan senyum sumringah.
Gadis manis itu mempercepat langkahnya, menemui Lestari di depan rumah.
"Ayok, Les, cepat. Nanti ketahuan," Mia menarik tangan sahabatnya.
"Kenapa, Mi?" tanya Lestari heran.
"Gua abis bohongi Bapak, takut Emak keburu tau, bisa benjol kepala Gua," bisik Mia.
"Bohongi apa, Loe?"
"Gua bilang Emak ngasih cuma lima rebu. Padahal Mak ngasih dua puluh,terus di tambahin Bapak dua puluh dong. He-he-he, cuan boss," sembari berjalan menjauh, Mia memamerkan duit empat puluh ribu di hadapan Lestari.
"Ah, gokil loe, Mi. Ilang tu duit baru rasa," Lestari geleng-geleng kepala.
"Mia!" Mia mendengar suara teriakan memanggil namanya
Mia celingukan dan mencari tempat perlindungan, menarik tangan Lestari untuk bersembunyi di balik tembok.
"Mi...,"
"Shuttt, diem Les! itu suara Emak Gue. Bapak pasti ngadu, ini," Mia membekap mulut Lestari.
Lestari menurut. Beberapa saat mereka mematung dengan jantung yang berdegup kencang. Suara itu tak lagi terdengar.
Mia memberanikan diri memantau. Benar saja, emaknya sudah tak ada di tempat.
Kedua sahabat itu lalu kembali menuju sekolah. Tawa riang dan senda gurau mengiringi langkah mereka.
Saat sampai di sekolah, tiba-tiba Mia melihat ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Mantan
RomanceBoy mendengus kesal saat Jean, calon istrinya itu pergi begitu saja dan meninggalkannya di tengah pernikahan yang sedang berlangsung. Untuk menutupi rasa malu, Boy yang kebetulan bertemu dengan Mia, mantan muridnya, meminta untuk menjadi istri seme...