part 23

155 19 9
                                    

Bismillah

                     Doa Mantan

#part 23

#R.D.Lestari.

  
Aku duduk di sofa, sedangkan Didi duduk di karpet. Ia dengan raut wajah khawatir mengamati luka di kakiku.

"Apa masih sangat sakit, Mi? sepertinya memar,"

"Aaa!"

Aku terjerit saat jemari Didi menyentuh area luka , tanpa sadar Aku menunduk dan Didi mengangkat wajahnya, hingga wajah kami hanya berjarak beberapa senti saja.

Kami terdiam beberapa saat, saling bersitatap. Dari jarak yang begitu dekat, dapat ku dengar debaran jantung yang berdetak kencang. Apa yang terjadi pada diriku?

Secepat kilat Aku menarik tubuh hingga memberi jarak diantara kami. Didi masih bergeming, tapi detik berikutnya, pemuda tampan itu mengangkat tubuhnya dan ...

Cup!

Aku terhenyak saat satu kecupan mendarat di pipiku.  Ini kecupan pertama dari orang lain selain suamiku, Pak Boy.

Refleks, Aku langsung mendorong tubuh Didi menjauh. Tanganku mengusap kasar pipi yang baru saja dicium Didi.

"A--apa maksudmu, Di? jangan kurang ajar kamu, Di. Kita ini sepupuan!" hardikku . Aku menatap tajam ke arah Didi yang menatap sendu.

"Ma--maaf, Mia. Aku tak bisa menahan perasaan ini lagi," lirihnya dengan sesal yang teramat dalam.

"Perasaan apa?! jangan macam-macam, Di! kita ini sepupuan!" tegasku masih dalam keadaan emosi.

"Baik, Aku jelaskan semua. Aku ini bukan sepupumu. Aku anak yang diadopsi oleh keluargamu,"

"Kebenaran itu baru Aku tau beberapa bulan ini, Mi. Itulah sebabnya Aku pulang dan membeli rumah baru. Aku tak ingin menyusahkan orang tua angkatku lagi,"

"Dan, ini menjadi jawaban doa-doaku, Mi. Aku lega, akhirnya Aku bisa menyatakan perasaanku padamu,"

"Meskipun Aku kembali menelan pil pahit karena harus menerima kenyataan bahwa kamu sudah menikah,"

"Aku tak perduli semua itu. Apalagi saat Aku tau, suamimu lebih memilih wanita lain ketimbang kamu, Aku semakin yakin untuk merebut dirimu dari sisinya,"

Aku begitu tertohok dengan ucapannya. Tak menyangka jika selama ini Didi punya perasaan lebih padaku.

"Di ...,"

"Sudah, Kau tak perlu menjawab apa pun. Silahkan makan sarapanmu. Aku ingin mencari udara segar,"

Didi berdiri dan berlalu begitu saja, meninggalkan Aku dengan bungkusan makanan di atas meja.

Aku masih terdiam. Tak percaya dengan apa yang kudengar saat ini. Perasaan? Didi punya perasaan lebih padaku?

Aku menggeleng keras. Tatapan mataku tertuju pada bungkus nasi. Tiba-tiba teringat bagaimana Pak Boy menyiapkan sarapan untukmu.

Ia begitu terampil mengolah bahan-bahan mentah menjadi Makanan yang nikmat. Mungkin karena selama ini Ia hidup seorang diri.

Menatap bahu lebarnya dari belakang saat ia dengan cekatan memasak. Meski ia memunggungiku, Aku tau ia memperhatikanku, karena sempat beberapa kali kepergok saat ia melirikku.

Aku kangen masa-masa itu, masa di mana Aku bisa leluasa menatapnya meski hanya punggungnya saja. Aku sudah bahagia.

Wajah tegasnya yang tampan ... bibirnya yang tipis ... hidungnya yang mancung dan matanya yang tajam ... Aku ... rindu.

Doa Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang