part 42

151 13 2
                                    

Kutatap rimbunan tanaman mangkok yang saat itu berjajar dengan rapi di pinggir jalan tanah yang kami lewati.

Sesekali tanganku menyentuh dedaunan berbentuk bulat itu sembari merasakan tetesan air yang saat itu berada di atasnya, terasa dingin dan menyejukkan.

Seketika hatiku yang awalnya merasa sedih dan gundah itu perlahan mulai tenang.

Suasana di kaki gunung ini memang membuatku sedikit mampu melupakan permasalahan yang saat ini aku hadapi.

"Hati-hati, Mia. Di sini terkadang ada pacet," ucap Kak Didi yang saat itu berada di depanku.

Aku hanya mengangguk dan meneruskan langkahku.

"Kak Didi apa memang sedang liburan? kok bisa sih kita kebetulan ketemu di sini," tanyaku seadanya seraya mempererat jaket parasut yang saat itu menyelimuti sebagian tubuhku.

Udara di sini memang sangat dingin, berbeda dengan kota di mana tempat aku tinggal.

"Aku memang sengaja datang kemari, terkhusus untuk menghibur kamu, Mia," jawabnya asal.

Aku langsung menghentikan langkah. Jadi ... ini maksud kedatangannya? karena ia ingin bersamaku?

"Jangan mengada-ada, Kak. Aku ini masih sah istri Pak Boy," tegasku.

Mendengar ucapanku, langkah Kak Didi pun terhenti, ia terbalik dan menatapku dengan dalam.

"Sampai kapan kau akan mengagungkan suamimu itu. Seluruh dunia pun sudah tahu, bagaimana bejatnya suamimu itu!"

"Buka matamu Mia! Hanya aku yang dengan tulus mencintaimu. Aku tidak ingin kau menderita Mia. Aku memang salah karena terlambat untuk menyatakan cinta padamu, dan aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, Aku ingin segera menghalalkan dirimu,"

Degh!

Kata-kata Kak Didi yang begitu terus terang, membuatku shock dan dadaku berdegup dengan kencang.

Tanpa sadar aku melangkah mundur. Kak Didi ingin menggapai tanganku, tapi cepat aku tepis.

"Meskipun nantinya aku akan bercerai dengan Pak Boy, Aku tidak ingin terburu-buru untuk menerima cinta laki-laki. Aku ingin fokus untuk diriku dulu," tukasku seraya memutar tubuh.

"Mia! kasih kakak kesempatan, kakak berjanji akan membahagiakanmu,"

Aku tak menggubris ucapan Didi. Tentu saja aku tidak bisa berpikir untuk saat ini. Masalahku saja dengan Pak Boy sudah banyak, apalagi ditambah dengan masalah Didi, otakku tak kuat untuk menampungnya.

Aku meninggalkannya begitu saja dan mengayun langkahku lebar-lebar, kudengar derap langkah di belakangku, Didi pasti mengejarku.

Namun, tiba-tiba kurasakan tanah yang kupijak itu seperti kapas, kakiku seolah tidak menjejak dan terasa melayang.

Tubuhku oleng dan kepalaku pusing. Pandanganku memburam dan apa yang kulihat seperti bergoyang.

Tap!

Menghitam. Dan sunyi sepi seketika.

***
Kurasakan hembusan nafas hangat menerpa wajahku. Aku berusaha untuk membuka mata, meski kepalaku masih terasa pusing.

Perlahan ku buka mata. Cahaya yang begitu silau sontak membuat mataku menyipit. Namun, kubuka pelan-pelan dan menarik tanganku yang seperti di genggaman seseorang.

Dalam kegamangan, kudengar orang yang sedang berbincang dan sesekali menyebut namaku.

"Mia ... Mia ... kamu sudah bangun, Sayang?"

Suara itu ... ah, mungkin aku sedang mengingau! tidak mungkin itu suara Mas Boy! tidak mungkin itu dia!

Aku mendengus. Namun, ketika aku benar-benar terbangun, tatapan mataku tertumpu pada sosok tampan yang saat itu sedang menggenggam erat tanganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Doa Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang